PERKEMBANGAN
kasus penyalahgunaan dana TPAPD Kabupaten Bolmong
kian mirip lelucon ketimbang keseriusan penegakan hukum. Kali ini, andai apa
yang saya simak di beberapa situs berita benar adanya, pelawak yang jadi
bintang utama pertunjukan adalah Kasi Pidsus Kejari Kotamobagu, Ivan Bermuli,
SH.
Salah satu situs yang saya rujuk, zonabmr.com (http://www.zonabmr.com/read/8014/kasus-tpapd-bolmong-ivan-sebut-mms-sulit-dijerat.html),
Sabtu, 20 Desember 2014, menulis pernyataan Bermuli pada Kamis, 18 Desember
2014, bahwa mantan Bupati Marlina Moha-Siahaan sulit dijerat karena tidak cukup
bukti. Pernyataan Bermuli ini seperti mementahkan proses hukum (penyidikan)
terhadap MMS yang sudah berjalan dua tahun, bahkan sudah P21, lalu ‘’konon’’
disusul dengan P21A.
Dasar yang digunakan Bapak Kasi Pidsus
Kejari Kotamobagu yang terhormat, karena sesuai fakta persidangan, kerugian
yang ditanggung negara dari penyalahgunaan dana TPAPD Bolmong TA 2010-2011
sepenuhnya menjadi tanggungjawab Cimmy Wua (kala itu Kabag Pemdes Pemkab
Bolmong). Alhasil, MMS pun sulit dijerat.
Karena meragukan kebenaran pernyataan itu,
saya sungguh-sungguh meluangkan waktu mendalami apakah kemudian ada bantahan
dari Ivan Bermuli. Siapa tahu wartawan yang salah dengar, salah kutip, dan
salah tulis, yang ujung-ujungnya saya ikut bersalah lalu terkena UU ITE.
Hasilnya, sejauh yang saya telusuri, berita yang mengutip Kasi Pidsus itu tak
pernah dibantah, diluruskan, atau dikoreksi. Dengan kata lain, kandungan
kebenarannya sahih.
Baiklah. Mari kita telisik silang-sangkarut
TPAPD Bolmong 2010-2011. Saya mengenal dekat Cimmy Wua. Saya tahu persis
bagaimana sikapnya tatkala dugaan penyalahgunaan TPAPD itu mencuat ke permukaan
dan masuk proses penyidikan.
Ketika itu, sulit bagi saya menilai Cimmy
yang bagai ‘’kambing siap disembelih’’ dengan mengakui penyalahgunaan itu
sepenuhnya adalah tanggungjawabnya; dan dia siap menerima ganjaran setimpal.
Saya tidak tahu apakah penyerahan diri seperti itu adalah bentuk loyalitas
paripurna, kesetiaan bawahan terhadap atasan, kesadaran seseorang yang tahu diri
karena berbuat salah fatal, atau semata-mata kebodohan pahlawan kesiangan.
Dengan tetap menghormati proses hukum yang
telah dia jalani, saya pribadi menilai Cimmy Wua adalah sangat sedikit dari
‘’the last gentlement’’ di birokrasi Pemkab Bolmong. Dia terseret ke pusaran
TPAPD (ingat: Cimmy menduduki jabatan Kabag Pemdes di triwulan III,
menggantikan Mursid Potabuga) dan ikut tergulung semata-mata karena kebejadan
memang sudah berlangsung. Ini juga fakta persidangan, Tuan Kasi Pidsus Kejari
Bolmong yang pelawak.
Yang jelas (semoga saya tidak silap), Cimmy
Wua memang tidak berusaha menyeret siapa pun ikut serta memikul tanggung jawab
yang dia klaim. Bagi saya, lepas dari ada tindak pidana yang menyeret dia ke
balik bui, sosok Jimmy adalah model bawahan, rekan kerja, atau atasan yang
didambakan. Sejauh ini, di kasus TPAPD itu, saya menilai Cimmy adalah orang
yang mampu menempatkan ‘’rahasia tetap sebagai rahasia’’, walau dia harus
menanggung konsekwensi yang tak ringan.
Kembali ke Kasi Pidsus Kejari Kotamobagu,
yang selain pelawak, tampaknya juga mengidap pikun. Penyalahgunaan TPAPD Bolmong
2010-2011 tidak hanya menjerat Cimmy Wua, tetapi juga sejumlah pejabat,
termasuk Kabag Pemdes pendahulunya, Mursid Potabuga. Sepengetahuan saya, selama
proses hukum yang dia jalani, baik sebagai tersangka maupun saksi untuk
tersangka lainnya, Mursid konsiten menyebutkan keterlibatan MMS. Dokumentasi
konsistensi Mursid salah satunya di rekam sulutexpress.com
(http://www.sulutexpress.com/berita/kesaksian-cimmy-ringankan-terdakwa-eks-sekda-ferry.html),
Jumat, 15 Agustus 2014.
Kalau kasus TPAPD sepenuh tanggungjawab
Cimmy Wua, mengapa sebakul tersangka lain masuk persidangan dan kemudian
divonis bersalah? Mengapa pula ada mantan Sekda Bolmong, Ferry Sugeha, yang
sudah diputus hukuman kurung satu tahun dan penggantinya (ketika itu Asisten
III), Farid Asimin, kini masuk tahanan kejaksaan karena kasus yang sama, yang
menjerat Cimmy Wua dan kawan-kawan?
Logika (hukum) apakah yang digunakan
Bermuli? Sebab bukankah Kejari Kotamobagu pula yang menetapkan proses
penyidikan MMS di Polres Bolmong sudah P21? Dan, Pembaca, siapakah jaksa yang
mengumumkan P21 itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah tuan Kasi Pindsus Kejari
Kotamobagu, Ivan Bermuli, SH. Tidak percaya, tengok totabuan.co, Jumat, 27
Desember 2013 (http://totabuan.co/2013/12/kejaksaan-resmi-tetapkan-berkas-kasus-tpapd-milik-mantan-bupati-bolmong-p21/).
Model penegak hukum seperti Bermuli, yang
pernyataannya pada Desember 2013 sudah tempe, tiba-tiba pada Desember 2014
(atau hampir tepat satu tahun kemudian) kembali jadi kedelai, sungguh-sungguh
meruntuhkan kepercayaan terhadap proses yang adil dan benar dalam rantai
penegakan hukum di negeri ini. Apakah karena dia, sebagai jaksa, lebih
menggunakan logika pelawak yang pikun; atau (spekulasi lain) sebab ada rencana
tipu-tipu pengalih perhatian umum yang diskenariokan agar akhirnya MMS lolos
dari proses hukum?
Kelihatannya logika dan kewarasan Kasi
Pidsus Kejari Kotamobagu ini perlu diluruskan dengan toyoran sekeras-kerasnya
di jidat. Demikian pula dengan mulutnya yang layak di-Rinso agar tak
mencla-mencle.
Bagi saya pribadi, bersalah atau tidaknya
MMS dalam kasus TPAPD Bolmong 2010-2011, bukan lagi masalah mendasar. Yang
terpenting adalah kepastian bahwa proses hukum dijalankan dengan benar; dengan
mempertimbangkan semua fakta, temuan, dan kesaksian; yang dibuka
setransparan-transparannya di pengadilan. Berkas perkara MMS sudah di P21.
Tidak ada alasan dia tidak dibawa di pengadilan. Kecuali bahwa proses P21 itu
adalah kejahatan tersendiri yang memang diniatkan oleh Kejari Kotamobagu
terhadap orang yang semestinya tidak bersalah. Sama jahatnya dengan dikatung-katungnya
tindak lanjut P21 itu hingga setahun lamanya di Polres Bolmong.
Kita, orang banyak, berhak mengajukan
pertanyaan: Mengapa P21 berkas kasus TPAPD MMS masih tetap di tangan Polres
Bolmong sudah ditetapkan oleh Kejari Kotamobagu pada Desember 2013? Percayalah,
ditodong dengan pertanyaan ini, saya yakin akan banyak omong kosong yang
disemburkan oleh para pejabat teras Polres Bolmong. Pengalaman saya, salah satu
keahlian para pejabat penegak hukum adalah membual seolah-olah orang banyak
buta-tuli hingga cukup puas ditipu dengan alasan prosedur dan tetek-bengek
teknis kerja penegak hukum.
Mengingat saya (juga umumnya warga
Mongondow) bukan keledai tanpa otak, yang lebih masuk akal adalah versi
bisik-bisik yang barangkali belum mampir di kuping Kapolres dan Kajari, bahwa
proses hukum para ‘’tersangka papan atas’’ TPAPD Bolmong 2010-2011 memang
sengaja diulur-ulur sekaret mungkin. Musababnya, karena mereka adalah ATM yang
paling mudah dicolek, yang rela mengeluarkan ongkos maksimal agar kasusnya
sedapat mungkin tak sampai ke pengadilan.
Bisik-bisik terbaru yang disampaikan ke
saya, bahkan lebih gawat lagi. ‘’Katanya’’, jika MMS dilimpahkan ke Kejari
Kotamobagu dan masuk pengadilan, dia akan ‘’bernyanyi merdu’’: Siapa-siapa saja
yang sudah menggoyang ATM TPAPD 2010-2011, kapan, dan berapa jumlahnya.
Jadi, Pak Kapolres Bolmong, AKBP William A
Simanjuntak, SIK, mohon segera P21 dari Kejari Kotamobagu ditindak-lanjuti
dengan pelimpahan berkas, bukti-bukti, dan tersangka. Lalu mari kita dengarkan
apakah benar ada ‘’nyanyian merdu’’ itu; atau setidaknya supaya MMS tidak
tersandera ‘’pidana sosial’’ padahal dia tidak bersalah sebagaimana logika yang
dinyatakan Kasi Pidsus Kejari Kotamobagu.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
ATM:
Automated
Teller Mechine; Bolmong: Bolaang Mongondow; ITE: Informasi dan Transaksi
Elektronik; Kabag: Kepala Bagian; Kajati: Kepala Kejaksanaan Negeri; Kapolres: Kepala Kepolisian Resor; Kasi: Kepala Seksi; Kejari: Kejaksanaan Negeri; MMS: Marlina Muha-Siahaan; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Pemdes: Pemerintahan Desa; Pidsus: Pidana Khusus; Polres: Kepolisian Resor; Sekda: Sekretaris Daerah; Sulut: Sulawesi Utara; TA: Tahun Anggaran; TPAPD: Tunjangan Penghasilan Aparat
Pemerintahan Desa; UU:
Undang-undang.