KPU
KK memperoleh penghargaan kategori (penyelenggara) Pemilu
Berintegritas Tingkat Kabupaten/Kota. Penghargaan ini diserahkan di Rakornas
KPU, KPU/KIP Provinsi dan KPU/KIP Kabupaten/Kota di Ecopark, Ancol, Jakarta, Rabu
(17 Desember 2014).
Saya mengetahui apresiasi yang diterima
Nayodo Kurniawan itu dari situs Rakyat
Merdeka Online (http://www.rmol.co/read/2014/12/17/183784/Inilah-Sejumlah-KPU-Daerah-yang-Mendapatkan-Award-)
yang biasanya cuma ditengok sepintas. Sebagai rujukan, sekali pun menjadi
bagian dari raksasa media, saya tidak punya kepercayaan tinggi terhadap situs
ini. Anda yang meragukan pendapat saya, silahkan rutin menyimak unggahan di
situs ini dan nilai sendiri.
Tapi, benar adanya KPU KK menerima
penghargaan. Kendati tak jelas betul tolok-ukur yang digunakan (dan demikianlah
kebanyakan penghargaan di negeri ini), kita yakin saja mereka berintegritas
sebagaimana prestasi yang disematkan itu. Selamat untuk para komisioner dan
seluruh jajarannya, lalu saya membayangkan senyuman sumringah setengah ledekan
dari Nayodo Kurniawan.
Penghargaan yang diterima KPU KK memperpanjang
deretan award yang diraih kota ini
sepanjang 2014, terutama untuk Pemkot. Saya tidak merekam di ingatan apa saja
jenis penghargaan itu, karena tampaknya tidak banyak pengaruhnya terhadap fakta
yang dirasakan warga kota. Setidaknya ‘’perasaan’’ ini yang saya tangkap setiap
kali berada di kediaman orangtua di KK. Sebab sifatnya yang ‘’perasaan’’, tentu
indikatornya subyektif belaka. Sama subyektifnya dengan penghargaan yang
dianugerahkan, yang tidak disertai dengan disclosure
tolok ukur penilaiannya.
Misalnya, di puncak peringatan Hari
Kontrasepsi se-Dunia, Selasa (30 September 2014), Pemkot KK menerima MDG’s
Award Target 5b 2014 (http://www.okemanado.com/2014/09/30/terbaik-se-indonesia-bidang-kesehatan-ibu-dan-anak-kotamobagu-terima-penghargaan-mdgs-award-2014/).
Saya, yang tetap merasa sebagai salah seorang warga KK, tentu turut gembira.
Tetapi apa tolok ukur penghargaan itu? Apakah penghargaan ini menunjukkan dari
visi, misi, kebijakan, hingga aktivitasnya, Pemkot KK memang konsisten dengan kinerja mendukung pencapaian MDG’s?
Maaf saja, dengan tetap menghargai kerja
keras jajaran Pemkot, saya berani memastikan, MDG’s Award itu tidak
mencerminkan kenyataan di KK. Ujiannya sederhana: Apa kebijakan spesifik
Pemkot, khususnya Walikota dan Wawali, berkaitan dengan MDG’s? Coba tunjukkan
sepotong dokumen yang menimal cukup komprehensif sebagai bukti? Kalau ada, saya
tidak akan malu meminta maaf pada jajaran Pemkot KK.
Penghargaan-penghargaan tiban yang kerap diterima di negeri ini
tampaknya memang tidak mengukur aspek-aspek yang lebih fundamental, khususnya
landasan kebijakan dan konsistensi kinerjanya. Contoh lain, Adipura yang diterima
KK, yang capaiannya naik turun mirip ingus bocah pilek. Tahun ini dapat piala,
berikutnya cuma sertifikat, dan nanti entah sekadar elusan di punggung disertai
ucapan, ‘’Good job.’’ Musababnya
sederhana: Mana kebijakan komprehensif yang mendorong seluruh pemangku
kepentingan KK meletakkan pengelolaan kotanya sebagai tanggung jawab bersama?
Suka atau tidak, dalam konteks pengelolaan
kota, yang kita dengar, lihat, dan alami di KK cuma sekadar aktivitas yang
bergantung pada selera siapa yang duduk di kursi pengambil keputusan tertinggi.
Tengok saja, di zaman Walikota Djelantik Mokodompit ada Jumpa Moposat; di era
Tatong Bara menjadi Lipu’ Modarit Lipu’ Mosehat (bahasa Mongondow yang
digunakan ini mengandung kekeliruan pula), yang diniatkan dilaksanakan setiap
Jumat.
Yang berubah hanya penamaan, bukan
substansi. Tidak ada penyadaran, pelurusan budaya, atau perilaku jorok
masyarakat yang dikandung dari aktivitas Jumatan itu. Sekadar menunjukkan ada
upaya agar orang banyak bergerak urun-rembuk membersihkan kotanya, yang pada
akhirnya cuma jadi alasan buat para PNS masuk kantor lebih lambat atau
meninggalkan pekerjaan dengan kilah kerja bakti Lipu’ Modarit Lipu’ Mosehat.
Itu sebabnya saya skeptis dengan segala penghargaan dan award-award yang diterima KK, termasuk KPU-nya. Walau, harus
diakui, di tangan lima komisionernya (Nayodo Kurniawan, Nova Tamon, Asep Sabar,
Iwan Manoppo, dan Aditya Tegela) KPU KK memang menunjukkan kinerja optimal di
2014. Mereka sukses melaksanakan Pileg, kemudian Pilpres, kendati dengan
kekusutan hubungan (yang lebih bersifat pribadi) dengan beberapa elit politik
teras di KK. Nayodo dan kawan-kawan berhasil melewati ‘’titian krusial’’,
khususnya saat meloloskan mantan Walikota, Djelantik Mokodompit, sebagai Caleg.
Saya termasuk yang gigih bersoal ihwal
lolosnya DjM di Pileg 2014, tetapi bukan pada KPU, melainkan proses pemenuhan
syarat administratifnya yang memang menjadi wewenang lembaga lain. Andai PAN
yang ketika menggugat lolosnya DjM memfokuskan pada keabsahan proses pemenuhan
syarat administratif; bukan sah-tidaknya putusan KPU KK; arah bandul politik KK
hari ini pasti berbeda.
Kalau lolosnya DjM sebagai Caleg di Pileg
2014 adalah ujian integritas KPU KK, Nayodo dan kawan-kawan lulus cum laude. Sama halnya dengan Pileg dan
Pilpres yang diwarnai demannya hubungan Ketua KPU KK dengan Walikota. Saya
tidak tahu persis (karena memang tidak pernah bertanya langsung ke Nayodo atau
Walikota), apakah hubungan yang meriang itu akibat dampak ikutan lolosnya DjM
sebagai Caleg 2014; atau sebab lain. Soalnya, yang mampir ke kuping saya sudah
mirip teori konspirasi novel-novel picisan.
Kata cerita-cerita itu, karena DjM lolos,
Walikota yang pesaing politiknya ogah-ogahan memenuhi kebutuhan, terutama yang
membantu operasional, KPU KK. Padahal, baik di pertemuan langsung dengan
Walikota dan jajarannya atau sesuai perintah oleh UU dan turunannya, Pemkot
wajib mendukung terlaksananya tanggung jawab yang diemban KPU. Sekadar cerita,
tak ada salahnya didengarkan. Perkara dipercayai atau tidak, saya memilih menggunakan
kewarasan dan akal sehat.
Kewarasan dan akal sehat itu juga yang
bekerja ketika di Idul Fitri lalu saya dikisiki, bahwa Ketua KPU KK tidak
bersilaturahim ke Walikota karena hubungan mereka tidak harmonis.
Benar-tidaknya rumor ini, saya tak ambil pusing. Yang saya tahu (sebab memang
hadir di kediaman Ketua KPU KK), di Idul Fitri keduanya sama-sama sibuk
melayani tamu dari pagi hingga pagi. Lagipula, kalau takarannya adalah berjabat
tangan dengan Walikota di rumah jabatan, saya juga boleh dikategorikan sebagai
salah seorang yang hubungan sosialnya sedang panas-dingin.
Padahal, satu-satunya alasan saya sungkan
bersilaturahim dengan para elit di KK (kecuali ke beberapa orang yang sama ‘’koboi’’-nya)
di Idul Fitri, karena tidak punya pakaian yang sesuai dengan adab dan sopan
santun orang Mongondow. Masak iya silaturahim ke kediaman orang penting dengan
kaos oblong dan sandal gunung?
Kembali ke penghargaan penyelenggara Pemilu
berintegritas, saya kira dengan mengesampingkan segala cerita, kisik-kisik, dan
rumor tak penting, dengan menelisik rekam jejak, kinerja, dan konsistensi
Nayodo dan kawan-kawan, mereka layak menerima anugerah itu. Kalau pun ada maraju yang menjadi bumbu tambahan,
bukankah itu menjadi penyedap bual-bual di Kopi Jarod atau Korot?
Sedap yang lain, bagi para komisioner dan
jajaran KPU KK, penghargaan berintegritas itu adalah modal reputasi yang luar
biasa mahalnya untuk pencalonan di periode berikut. Penghargaan itu adalah
karpet merah Nayodo Kurniawan dan Nova Tamon ke KPU Provinsi (mengingat
keduanya sudah lebih dari satu periode di KK); dan periode kedua di KPU KK
untuk Aditya Tegela, Asep Sabar, dan Iwan Manoppo. Hanya tim seleksi kapiran
yang tidak meloloskan komisioner berintegritas. Sebab, apa lagi takaran yang
lebih tinggi untuk mengukur kualitas seseorang kecuali integritasnya?
Akan halnya Sekretaris KPU dan jajarannya
yang pasti turut menyumbang kinerja integritas para komisioner, Pemkot KK harus
mempertimbangkan ganjaran setimpal. Barangkali semacam promosi ke kepala dinas
untuk Sekretaris KPU (yang berintegritas itu) dan kenaikan eselon untuk
jajarannya. Integritas memang sedap bukan?***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
Caleg: Calon Anggota Legislatif; DjM:
Djelantik Mokodompit; KIP: Komite
Independen Pemilihan; KK: Kota
Kotamobagu; KPU: Komisi Pemilihan
Umum; MDG’s: Millennium Development
Goals; PAN: Partai Amanat Nasional; Pemkot: Pemerintah Kota; Pemilu: Pemilihan Umum; Pileg: Pemilu Legislatif; dan Pilres: Pemilihan Presiden (dan Wakil
Presiden).