TAJUK yang
dipajang situs berita kontraonline.com,
Sabtu malam (3 Mei 2014), Lidikrimsus
Sebut Ada Penggelebungan Secara Masif (http://kontraonline.com/2014/05/lidikrimsus-sebut-ada-penggelembungan-secara-masif/),
mengundang tanya dan penasaran. Siapa Lidikrimsus ini? Apa pula yang
digelembungkan secara masif itu?
Setelah menyimak beritanya, kebingungan saya kian lengkap.
Tidak ada penjelasan tentang Lidikrimsus, apakah dia lembaga kredibel skala
Boltim, Bolmong Raya, bahkan lebih luas lagi; atau sekadar kelompok pengamat
hama wereng yang centil bicara politik. Begitu pula ‘’penggelembungan masif’’
yang ternyata berkaitan dengan hasil Pemilu, Rabu, 9 April 2014, khususnya di
TPS 1 Desa Buyat 2, Kecamatan Kotabunan, Boltim.
Mengutip Wasekjen Lidikrimsus, Ali Imran Aduka, kontraonline.com menulis, diduga ada
pelanggaran terstruktur dan masif yang dilakukan penyelenggara Pemilu mulai
dari tingkat kabupaten di Boltim. Contoh yang dikedepankan adalah adanya
perbedaan suara partai dan Caleg di TPS 1 Desa Buyat 2 yang seharusnya 171
tetapi ditulis 182. Tak diungkap partai apa dan Caleg siapa. Menilai ada
pembiaran hingga terjadi pelanggaran hukum pelaksanaan Pemilu, Lidikrimsus akan
melaporkan kasusnya ke DKPP dan MK.
Linglung akibat berita berlogika bengkok itu masih memenuhi
kepala, isu yang persis sama saya temui di lintasbmr.com,
KPU Boltim Terancam Dilapor ke MK dan DKPP (http://lintasbmr.com/kpu-boltim-terancam-dilapor-ke-mk-dan-dkpp/).
Melihat strukturnya, boleh jadi berita tersebut adalah release yang kemudian dikembangkan dengan konfirmasi ke sumber yang
berbeda oleh wartawan kontraonline.com
dan lintasbmr.com. Kekeliruan yang
bermula dari Wasekjen Lidikrimsus pun diperanak-pinak dan disebarkan.
Mengesalkan betul membaca media yang beritanya bagai kakatua
mengutip beo. Yang sumber berita dan isunya sekadar comot, melecehkan logika,
dan menyesatkan sesuatu yang sesungguhnya terang-benderang. Siapakah Ali Imran
Aduka? Bergiat dibidang apakah lembaga yang dia atas-namakan? Sejauh mana
pemahamannya terhadap sistem dan ketatalaksanaan penyelenggaraan Pemilu? Dan,
tak kurang penting, mengertikah dia apa yang disebut ‘’kejahatan Pemilu’’ dan
‘’masif’’?
Dengan sembarangan dan serampangannya wartawan mendudukkan
sumber berita dan memamahbiak pernyataannya, kita tak perlu terkejut besok-lusa
bakal membaca hasil wawancara dengan pohon pinang. Yang ditulis pun tentang
buah kesemek.
Hasil Pemilu yang dijadikan (satu-satunya) contoh di berita
sesat dua situs itu sudah melewati proses bertingkat, mulai dari PPS, PPK, kemudian
pleno KPU Boltim, yang semuanya dihadiri saksi-saksi dari Parpol dan DPD. Andai
ada kecurangan hingga hasil yang dimanipulasi lolos ke KPU Pusat, pastilah itu
dilakukan secara berombongan, melibatkan semua pihak –termasuk saksi-saksi— dan
amat sangat canggih hingga lepas dari pantauan Paswaslu dan aparat berwenang
lainnya (terutama polisi yang juga aktif melakukan pemantauan).
Kemanakah Ali Imran Aduka dan Lidikrimsus-nya selama proses
berjenjang Pemilu itu berlangsung? Asyik main gaplek atau masyuk menenggak
berbungkus-bungkus Komix (yang di beberapa tempat di Bolmong Raya telah berubah
dari obat batuk jadi konsumsi fly)? Lalu, dalam posisi apakah dia dan lembaganya
akan menggugat ke DKPP dan MK? Pahamkah sumber berita dan wartawan yang mengutip,
bahwa dalam konteks Pemilu, gugatan ke DKPP dan MK harus dilakukan pihak yang
langsung terlibat dan dirugikan (atau justru diuntungkan)?
Namun, yang lebih gawat dari sekadar unjuk jago tanpa
pengetahuan memadai itu, adalah pernyataan (dalam bentuk kutipan langsung di lintasbmr.com) yang menyebut Yasti
Soepredjo Mokoagow sebagai ‘’terduga’’ pelaku kejahatan Pemilu di TPS 1 Desa
Buyat 2. Sekalipun didahului ‘’dugaan’’, pernyataan Ali Imran Aduka adalah
kejahatan tersendiri. Bagaimana dia membuktikan Caleg Nomor Urut 6 PAN untuk DPR RI
dari Dapil Sulut ini terlibat dalam kejadian yang disebut ‘’kejahatan Pemilu’’
itu?
Apakah Yasti ada di tempat dan langsung melakukan kejahatan
yang didugakan? Dia memerintah seseorang untuk memanipulasi hasil Pemilu di TPS
1 Desa Buyat 2? Atau, tindakan lain yang tak terbantahkan menjadi dibuktikan keterkaitannya
dengan proses Pemilu di TPS yang bermasalah ini?
Penggunaan kata ‘’diduga’’, ‘’dugaan’’, ‘’terduga’’, dan
sejenisnya adalah presumption of
innocence sepanjang memiliki dasar logis dan rasional yang kuat. Pernyataan
Wasekjen Lidikrimsus yang (khususnya) dikutip lintasbmr.com bukanlah jenis ‘’dugaan’’ yang masuk kategori ini. Pernyataannya
adalah insinuasi langsung yang boleh digugat sebagai upaya merusak kredibilitas
dan reputasi oleh obyek yang dituduh. Sangat terbuka kesempatan Yasti
menggungat Ali Imran Aduka dan Pemred lintasbmr.com
karena berkomplot dan terencana melakukan kejahatan publik terhadap dia.
Tak kurang fatal adalah ‘’masif’’ yang entah dipahami dengan
artian apa oleh sumber berita dan wartawan yang menulis. Di manakah konteks
kata ini ketika contoh dugaan pelanggaran Pemilu yang diajukan hanya satu TPS?
Benar-benar keterlaluan menyedihkannya penguasaan bahasa Indonesia aktivis
semacam Ali Imran Aduka dan wartawan (juga editor) yang menelan mentah-mentah
ingauan teler sumber beritanya.
Bengkok isu pelanggaran masif Pemilu kian lengkap karena
selang beberapa saat lintasbmr.com
mengunggah Syachrul Mamonto: Data Yang
Dipublis Ali Aduka Itu Salah, Saya Tahu Siapa Orang Dibalik Ali yang Ingin
Memojokan YSM (http://lintasbmr.com/syachrul-mamonto-data-yang-dipublis-ali-aduka-itu-salah-saya-tahu-siapa-orang-dibalik-ali-yang-ingin-memojokan-ysm/).
Alih-alih sebagai klarifikasi, berita ini justru memperluas fakta bahwa
politisi sekelas Ketua DPD PAN Boltim pun ternyata mudah terpancing mengurusi
perkara sangat sepele.
Semestinya Sahrul Mamonto yang juga mantan jurnalis dan
Ketua KPU Bolmong tak perlu memberikan tanggapan terhadap kengawuran Wasekjen Lidikrimsus,
kontraonline.com, dan lintasbmr.com. Andai saya di posisi dia,
hal terbaik yang mustahak dilakukan adalah menyodorkan dokumen UU Pemilu dan
turunannya; petunjuk praktis kewartawanan dan menulis berita; serta KBBI. Itu
sudah lebih dari cukup.***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
Bolmong: Bolaang
Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow
Timur; Caleg: Calon Legislatif; Dapil: Daerah Pemilihan; DKPP: Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu; DPD: Dewan Perwakilan Daerah;
DPR: Dewan perwakilan Rakyat; KBBI: Kamus Besar Bahasa Indonesia; KPU: Komisi Pemilihan Umum; Lidikrimsus: Lembaga Informasi Data Investigasi Korupsi dan Kriminal Khusus; MK: Mahkamah Konstitusi; PAN: Partai Amanat Nasional; Panwaslu: Panitia Pengawas Pemilihan
Umum; Pemilu: Pemilihan Umum;
PPK: Panitia Pemilihan Kecamatan; PPS: Panitia Pemungutan Suara; RI: Republik Indonesia; Sulut: Sulawesi Utara; TPS: Tempat Pemungutan Suara; UU: Undang-undang; dan Wasekjen: Wakil Sekretaris Jenderal.