PERTANYAAN dan
‘’gugatan’’ itu berdatangan setidaknya sejak Rabu, 5 Maret 2014. Yang sukar
dimengerti, urusannya sama sekali tak berhubungan dengan kewajiban, terlebih
tanggungjawab saya pribadi. Ibarat penggalan lagu Benang Biru dari Meggy Z (2006), ‘’Orang lain (yang) berlabuh aku
yang tenggelam.’’
Ihwal yang dipertanyakan (dan ‘’digugat’’) itu adalah janji
Bupati Boltim, Sehan Lanjar, yang telah dinyatakan di banyak kesempatan,
termasuk di gelaran Secangkir Kopi
Bersama Eyang yang digagas Pemred lintasbmr.com, Buyung Potabuga, di Dir
Coffee Break Kotamobagu, Jumat (28 Februari 2014) lalu. Karena tak terlepas isu
yang jadi perhatian warga Mongondow (bahkan Sulut), telah dinyatakan bahkan di
hajatan-hajatan sosial yang dihadiri Bupati, pula dikutip di media massa, eksekusi
maklumat yang telah diucap itu sungguh-sungguh ditunggu.
Tapi apa sebenarnya ‘’sesuatu’’ yang dianggap janji itu?
Wujudnya adalah tekad Sehan Lanjar melaporkan Harian Radar Bolmong ke pihak berwenang karena isu penistaan agama dan
sakralitasnya sebagai buntut dari bbi di koran ini, Jumat (21 Februari 2014), Sachrul Lawan Sehan di Pilbup
2015 Mulai Bergulir? Sebagaimana orang banyak yang
mengikuti isunya, saya tentu menyambut baik ikhtiar Bupati Boltim menempuh upaya
hukum sebagai contoh positif yang selayaknya diikhtiarkan setiap pemimpin
politik dan pemerintahan tak hanya di Mongondow.
Dari perspektif pendidikan hukum, pengaduan Sehan Lanjar
(dengan alasan namanya dicatut, dicemarkan, atau apapun itu) mendorong
masyarakat mempercayai upaya hukum sebagai jalan terbaik menyelesaikan
silang-selisih. Secara sosial dan budaya, dia secara nyata berkontribusi pada
stabilitas sosial yang telah terintegrasi dan khusyuk dipelihara di Mongondow.
Pendek kata, sama sekali tak ada mudaratnya mengadukan Radar Bolmong ke pihak berwenang. Kecuali, semata sebab
pertimbangan politik, semacam bargaining
‘’rica-tomat’’ di pasar tradisional, yang muaranya demi kepentingan Sehan
Lanjar seorang.
Apalagi, dalam catatan saya bukan baru sekali koran yang
mengklaim ‘’No. 1 di Bolmong Raya’’ menyudutkan Sehan Lanjar hingga ke posisi
yang membahayakan kredibilitas dan integritasnya. Tewasnya Abdullah ‘’Ayu’’
Basalamah (doa saya selalu untuk Almarhum) pada Senin, 17 Juni 2013, yang
dikait-kaitkan dengan Sehan Lanjar, secara implisit turut pula dikipasi
pemberitaan Radar Bolmong.
Pengait-ngaitkan tewasnya Almarhum Ayu tidak terlepas dari
silang-selisih tersebarnya BBM melecehkan Bupati Boltim. Sepengetahuan saya,
hampir tak satu pun pihak yang bersuara berbeda dengan bisik-bisik umum,
kecuali saya yang lalu menulis Tragedi
Ayu, Musibah Eyang (Sabtu, 22 Juni 2013) sebagai pengingat, jangan sampai
ada ‘’pengadilan media’’ dan ‘’sidang orang banyak’’ hanya dengan dasar
duga-duga dan asumsi.
Terbukti kemudian, tewasnya Ayu tidak berhubungan dengan
perkara ketidak-sepahamannya dengan Sehan Lanjar. Polisi turun tangan. Pembunuh
Almarhum dicokok dan diproses; bersamaan pula peristiwa yang terkait Bupati
Boltim diusut. Kalau pun ada yang masih mengganjal, hingga tulisan ini dibuat,
saya sama sekali tidak mendengar ada upaya hukum terhadap penyebar BBM pelecehan
yang sumber awalnya dari Almarhum Ayu. Sekali lagi, polisi kita memang
hebat-hebat. Lebih dasyat dari polisi seperti yang kerap digambarkan di film-film
Bollywood.
Sekarang, Radar
Bolmong berulah lagi. Terang-terangan mengipasi sentimen publik dengan isu
sensitif SARA. Untunglah masyarakat Bolmong, khususnya umat Islam dan Kristen,
entah karena tidak peduli atau kian kebal, tidak buru-buru terprovokasi. Polisi
pun cekatan menyelidiki isunya, memeriksa sejumlah orang, dan setelah itu mari
kita bertanya pada atap pos penjagaan di gerbang masuk Polres Bolmong.
Berhadapan dengan anak perusahaan MPG itu, Polres Bolmong
majal bagai pisau berkarat. Sebab itu, maaf saja, Pak Kapolres (yang secara
pribadi adalah sosok yang dikenal santun dan mencoba profesional), saya kok benar-benar kehilangan kepercayaan
terhadap cara kerja institusi Anda di Bolmong. Sekadar mengingatkan, bagaimana
kabar publikasi porno dan mesum Radar
Bolmong yang beberapa bulan lalu bahkan sempat menasional? Sudah sampai di
manakah kasusnya? Apakah sudah menjerat pelaku utama, penyebarnya, dan media
yang terang-terangan menjadi pengumbarnya? Atau kita anggap saja sudah dark number yang jawabannya sama
sepoi-sepoi dengan angin yang mengelus pohon kandasuli di pekuburan umum
Mogolaing?
Apakah Bupati Boltim telah sama tumpulnya dengan Polres
Bolmong? Seorang kawan jurnalis yang rupanya mengikuti silat Sehan Lanjar-Radar Bolmong di isu dugaan penistaan
agama dan sakralitasnya, merepet di BBM
panjang yang dikirimkan ke saya. Menurut dia, sebagai pejabat publik, Bupati
Boltim ini gemar menggumbar janji, gertak, bahkan mencampur-aduk dan
melebih-lebihkan rencana dan fakta.
Waduh, pernyataan itu provokasi mengena dan (sebagai kawan
dekat Sehan Lanjar) langsung mengusik saya. Tanpa berpikir panjang, saya
merespons, ‘’Hati-hati itu mulut. Bisa-bisa saya bilas dengan sabun cuci
piring. Mana buktinya?’’
Saya pun menggali lobang sendiri. Ditunjukkanlah sejumlah
bukti. Kata kawan itu, ‘’Tiga saja, selebihnya cari sendiri. Satu, Bupati Boltim pernah mengeluarkan
kebijakan PNS tidak boleh membawa mobnas keluar dari wilayah tugasnya. Kemana
kebijakan itu sekarang? Dua, dia
menggumbar ancaman mencopot langsung bawahan yang tidak menunjukkan kinerja
maksimal. Bupati bahkan mengumumkan akan membawa-bawa SK yang sudah
ditandatangi dan tinggal ditulisi nama pejabat yang akan dilengser. Dan tiga, sejak isu penistaan agama dan
sakralitasnya mengemuka, terakhir Bupati mengatakan akan mengadukan Radar Bolmong ke pihak berwenang pada
Senin, 3 Maret 2014. Mana buktinya?’’
Biasanya saya tangkas mendebat kilahan sepele seperti itu.
Kali ini saya terpaksa mengeluarkan kelitan tak bermutu. ‘’Jawabannya, satu, tugas instansi atau badan di bawah
Bupati yang menegakkan kebijakan yang dia tetapkan. Dengan tidak adanya sanksi
terhadap dibawanya mobnas keluar Boltim, artinya ada pihak yang tidak mendukung
Bupati. Dua, tunjukkan kepala dinas
atau badan mana yang tidak becus itu, Bupati pasti menandatangani SK
pencopotannya. Dan tiga, Sehan Lanjar
mengatakan melapor ke pihak berwenang pada Senin. Soal Senin kapan, itu yang
harus kita tunggu bersama-sama.’’
Dapat diduga, serangan balik yang datang lebih pedas dan
sinis. ‘’Abang menjawab seperti diskusi kuda dan kusir bendi. Sama seperti
Bupati yang omongannya lama-kelamaan tidak berbeda dengan bual-bual warung kopi
saja. Setelah secangkir kopi dan kudapan tandas, menguap pula apa yang
diucapkan.’’
Apa boleh buat, elakkan terakhir yang masih tersedia harus
dikeluarkan, ‘’Kita kan tidak memilih Bupati dengan Pemilu warung kopi?
Sehan Lanjar pasti akan mengambil tindakan. Apa itu? Masak Bupati harus
diatur-atur.’’ Lalu, dengan cepat saya mengetikkan pukulan telak, ‘’Kita
sambung lagi nanti, saya ada meeting
penting.’’
Tiba-tiba saya ingin bersigegas ke warung kopi, melegakan kepala
dengan seruputan Arabika Sidikalang sembari mengunyah lemper. ***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
bbi: Berita
Berbayar Iklan; BBM: BlackBerry Messenger;
Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Mobnas: Mobil Dinas; MPG: Manado Post Group; Pemilu: Pemilihan Umum; Pemred: Pemimpin Redaksi; PNS: Pegawai Negeri Sipil; Pilbub: Pemilihan Bupati; Polres: Kepolisian Resort; SK: Surat Keputusan; dan SARA: Suku, Agama, Ras, dan Antar
Golongan.