Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, March 9, 2014

Janji Bupati Warung Kopi

PERTANYAAN dan ‘’gugatan’’ itu berdatangan setidaknya sejak Rabu, 5 Maret 2014. Yang sukar dimengerti, urusannya sama sekali tak berhubungan dengan kewajiban, terlebih tanggungjawab saya pribadi. Ibarat penggalan lagu Benang Biru dari Meggy Z (2006), ‘’Orang lain (yang) berlabuh aku yang tenggelam.’’

Ihwal yang dipertanyakan (dan ‘’digugat’’) itu adalah janji Bupati Boltim, Sehan Lanjar, yang telah dinyatakan di banyak kesempatan, termasuk di gelaran Secangkir Kopi Bersama Eyang  yang digagas Pemred lintasbmr.com, Buyung Potabuga, di Dir Coffee Break Kotamobagu, Jumat (28 Februari 2014) lalu. Karena tak terlepas isu yang jadi perhatian warga Mongondow (bahkan Sulut), telah dinyatakan bahkan di hajatan-hajatan sosial yang dihadiri Bupati, pula dikutip di media massa, eksekusi maklumat yang telah diucap itu sungguh-sungguh ditunggu.

Tapi apa sebenarnya ‘’sesuatu’’ yang dianggap janji itu? Wujudnya adalah tekad Sehan Lanjar melaporkan Harian Radar Bolmong ke pihak berwenang karena isu penistaan agama dan sakralitasnya sebagai buntut dari bbi di koran ini, Jumat (21 Februari 2014), Sachrul Lawan Sehan di Pilbup 2015 Mulai Bergulir? Sebagaimana orang banyak yang mengikuti isunya, saya tentu menyambut baik ikhtiar Bupati Boltim menempuh upaya hukum sebagai contoh positif yang selayaknya diikhtiarkan setiap pemimpin politik dan pemerintahan tak hanya di Mongondow.

Dari perspektif pendidikan hukum, pengaduan Sehan Lanjar (dengan alasan namanya dicatut, dicemarkan, atau apapun itu) mendorong masyarakat mempercayai upaya hukum sebagai jalan terbaik menyelesaikan silang-selisih. Secara sosial dan budaya, dia secara nyata berkontribusi pada stabilitas sosial yang telah terintegrasi dan khusyuk dipelihara di Mongondow. Pendek kata, sama sekali tak ada mudaratnya mengadukan Radar Bolmong ke pihak berwenang. Kecuali, semata sebab pertimbangan politik, semacam bargaining ‘’rica-tomat’’ di pasar tradisional, yang muaranya demi kepentingan Sehan Lanjar seorang.

Apalagi, dalam catatan saya bukan baru sekali koran yang mengklaim ‘’No. 1 di Bolmong Raya’’ menyudutkan Sehan Lanjar hingga ke posisi yang membahayakan kredibilitas dan integritasnya. Tewasnya Abdullah ‘’Ayu’’ Basalamah (doa saya selalu untuk Almarhum) pada Senin, 17 Juni 2013, yang dikait-kaitkan dengan Sehan Lanjar, secara implisit turut pula dikipasi pemberitaan Radar Bolmong.

Pengait-ngaitkan tewasnya Almarhum Ayu tidak terlepas dari silang-selisih tersebarnya BBM melecehkan Bupati Boltim. Sepengetahuan saya, hampir tak satu pun pihak yang bersuara berbeda dengan bisik-bisik umum, kecuali saya yang lalu menulis Tragedi Ayu, Musibah Eyang (Sabtu, 22 Juni 2013) sebagai pengingat, jangan sampai ada ‘’pengadilan media’’ dan ‘’sidang orang banyak’’ hanya dengan dasar duga-duga dan asumsi.

Terbukti kemudian, tewasnya Ayu tidak berhubungan dengan perkara ketidak-sepahamannya dengan Sehan Lanjar. Polisi turun tangan. Pembunuh Almarhum dicokok dan diproses; bersamaan pula peristiwa yang terkait Bupati Boltim diusut. Kalau pun ada yang masih mengganjal, hingga tulisan ini dibuat, saya sama sekali tidak mendengar ada upaya hukum terhadap penyebar BBM pelecehan yang sumber awalnya dari Almarhum Ayu. Sekali lagi, polisi kita memang hebat-hebat. Lebih dasyat dari polisi seperti yang kerap digambarkan di film-film Bollywood.

Sekarang, Radar Bolmong berulah lagi. Terang-terangan mengipasi sentimen publik dengan isu sensitif SARA. Untunglah masyarakat Bolmong, khususnya umat Islam dan Kristen, entah karena tidak peduli atau kian kebal, tidak buru-buru terprovokasi. Polisi pun cekatan menyelidiki isunya, memeriksa sejumlah orang, dan setelah itu mari kita bertanya pada atap pos penjagaan di gerbang masuk Polres Bolmong.

Berhadapan dengan anak perusahaan MPG itu, Polres Bolmong majal bagai pisau berkarat. Sebab itu, maaf saja, Pak Kapolres (yang secara pribadi adalah sosok yang dikenal santun dan mencoba profesional), saya kok benar-benar kehilangan kepercayaan terhadap cara kerja institusi Anda di Bolmong. Sekadar mengingatkan, bagaimana kabar publikasi porno dan mesum Radar Bolmong yang beberapa bulan lalu bahkan sempat menasional? Sudah sampai di manakah kasusnya? Apakah sudah menjerat pelaku utama, penyebarnya, dan media yang terang-terangan menjadi pengumbarnya? Atau kita anggap saja sudah dark number yang jawabannya sama sepoi-sepoi dengan angin yang mengelus pohon kandasuli di  pekuburan umum Mogolaing?

Apakah Bupati Boltim telah sama tumpulnya dengan Polres Bolmong? Seorang kawan jurnalis yang rupanya mengikuti silat Sehan Lanjar-Radar Bolmong di isu dugaan penistaan agama dan sakralitasnya, merepet  di BBM panjang yang dikirimkan ke saya. Menurut dia, sebagai pejabat publik, Bupati Boltim ini gemar menggumbar janji, gertak, bahkan mencampur-aduk dan melebih-lebihkan rencana dan fakta.

Waduh, pernyataan itu provokasi mengena dan (sebagai kawan dekat Sehan Lanjar) langsung mengusik saya. Tanpa berpikir panjang, saya merespons, ‘’Hati-hati itu mulut. Bisa-bisa saya bilas dengan sabun cuci piring. Mana buktinya?’’

Saya pun menggali lobang sendiri. Ditunjukkanlah sejumlah bukti. Kata kawan itu, ‘’Tiga saja, selebihnya cari sendiri. Satu, Bupati Boltim pernah mengeluarkan kebijakan PNS tidak boleh membawa mobnas keluar dari wilayah tugasnya. Kemana kebijakan itu sekarang? Dua, dia menggumbar ancaman mencopot langsung bawahan yang tidak menunjukkan kinerja maksimal. Bupati bahkan mengumumkan akan membawa-bawa SK yang sudah ditandatangi dan tinggal ditulisi nama pejabat yang akan dilengser. Dan tiga, sejak isu penistaan agama dan sakralitasnya mengemuka, terakhir Bupati mengatakan akan mengadukan Radar Bolmong ke pihak berwenang pada Senin, 3 Maret 2014. Mana buktinya?’’

Biasanya saya tangkas mendebat kilahan sepele seperti itu. Kali ini saya terpaksa mengeluarkan kelitan tak bermutu. ‘’Jawabannya, satu, tugas instansi atau badan di bawah Bupati yang menegakkan kebijakan yang dia tetapkan. Dengan tidak adanya sanksi terhadap dibawanya mobnas keluar Boltim, artinya ada pihak yang tidak mendukung Bupati. Dua, tunjukkan kepala dinas atau badan mana yang tidak becus itu, Bupati pasti menandatangani SK pencopotannya. Dan tiga, Sehan Lanjar mengatakan melapor ke pihak berwenang pada Senin. Soal Senin kapan, itu yang harus kita tunggu bersama-sama.’’

Dapat diduga, serangan balik yang datang lebih pedas dan sinis. ‘’Abang menjawab seperti diskusi kuda dan kusir bendi. Sama seperti Bupati yang omongannya lama-kelamaan tidak berbeda dengan bual-bual warung kopi saja. Setelah secangkir kopi dan kudapan tandas, menguap pula apa yang diucapkan.’’

Apa boleh buat, elakkan terakhir yang masih tersedia harus dikeluarkan, ‘’Kita kan tidak memilih Bupati dengan Pemilu warung kopi? Sehan Lanjar pasti akan mengambil tindakan. Apa itu? Masak Bupati harus diatur-atur.’’ Lalu, dengan cepat saya mengetikkan pukulan telak, ‘’Kita sambung lagi nanti, saya ada meeting penting.’’

Tiba-tiba saya ingin bersigegas ke warung kopi, melegakan kepala dengan seruputan Arabika Sidikalang sembari mengunyah lemper. ***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

bbi: Berita Berbayar Iklan; BBM: BlackBerry Messenger; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Mobnas: Mobil Dinas; MPG: Manado Post Group; Pemilu: Pemilihan Umum; Pemred: Pemimpin Redaksi; PNS: Pegawai Negeri Sipil; Pilbub: Pemilihan Bupati; Polres: Kepolisian Resort; SK: Surat Keputusan; dan SARA: Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan.