Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, September 29, 2011

Olalah…, Ini Dia Satu Lagi Peracau dari KK (Bagian II)

(Tanggapan untuk Artikel Mulia Ando Lobud, ST, Antara Ghibah dan Fitnah,
Harian Radar Totabuan, Rabu, 28 September 2011)

BUAL-BUAL pembuka usai. Mari kita ke menu utama, yang harus dimulai dengan pertanyaan: Dalam kapasitas apakah Om Ando menulis artikel itu?

Apakah dia sudah dilantik menggantikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Pemerintah Kota Kotamobagu (Pemkot KK), Agung Adati? Sudah pulakah ditunjuk sebagai juru bicara Djelantik Mokodompit dan keluarganya? Ataukah barangkali telah diangkat sebagai penasihat utama dengan tugas menyampaikan kebijakan Pemkot KK sekaligus sikap Walikota dan keluarganya?

Tiga pertanyaan itu terpaksa saya lontarkan karena Om Ando sungguh fasih menjabarkan kebijakan Pemkot KK (lebih fasih dari kebanyakan Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah/SKPD), yang diseminasinya menjadi tugas Walikota dan Kabag Humas. Termasuk piawai pula mengungkapkan hal-ihwal yang mestinya berada di ranah pribadi keluarga Djelantik Mokodompit.

Sembari menunggu perumusan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu, mari kita bahas poin demi poin yang disampaikan Om Ando dalam tulisannya (yang jumlahnya lebih dari lima buah, kecuali kalau logika matematika yang kami pelajari di fakultas teknik berbeda).

Satu: O, jadi tidak ada rencana penghapusan bentor? Yang ada adalah penataan? Saya kira kalau pernyataan ini benar, Yasti Mokoagow memang keliru besar. Tapi apakah dengan demikian dia serta-merta berubah jadi provokator? Jangan lebay, Om Ando. Jangan pula menegatifkan kata yang sebenarnya berarti netral. Provokasi tidak berarti sesuatu yang salah kalau diletakkan ke dalam konteks tertentu, semisal ‘’provokasi agar berpikir kritis’’ atau ‘’provokasi agar belajar dengan giat’’.

Pertanyaan lain, ‘’Apakah pula rencana penataan bentor itu sudah disosialisasikan oleh Walikota dan jajarannya? Seperti apa bentuknya?’’ Dan, bagaimana Om Ando bisa lebih tahu kebijakan ini dibanding (mungkin) bahkan Walikota sendiri?

Dua: Legalisasi minuman beralkohol (saya lebih suka menggunakan istilah ini ketimbang ‘’minuman keras’’ –lagipula apanya yang keras). Saya sepenuhnya berbeda dengan Yasti Mokoagow dalam isu ini. Memang yang benar adalah melakukan kontrol, bukan melarang secara membabi-buta. Tak ada perdebatan. Saya mendukung Walikota KK.

Tiga: Kasus CPNS KK 2009. Ah, ini kasus tuyul berketiak ular. Sudah tidak jelas makluknya, tak ketahuan pula juntrungannya. Tapi saya setuju dengan pernyataan bahwa masalanya sudah di ranah hukum. Maka mari kita dukung proses hukumnya, termasuk perlu diusut pula dugaan penyuapan terhadap Sekretaris Kota (Sekkot) dengan menggunaan uang yang konon berasal dari Yasti Mokoagow. Apa motifnya dan menggapa mesti ada (rencana) tindak penyuapan itu?

Namun, jangan lupakan pula janji Walikota Djelantik Mokodompit yang akan mempertaruhkan jabatannya berkaitan dengan masalah CPNS itu. Mana pemenuhan janji itu? Apa pula namanya orang yang tak bisa dipegang janjinya, kalau bukan pembohong, penipu, dan sejenisnya?

Empat: Rencana pembongkaran Mesjid Baitul Makmur. Alasan KK perlu Mesjid yang representatif, landmark, penyelamatan karena usianya yang sudah 30 tahun, jelas racauan tidak bertanggungjawab. Kalau ingin membangun sesuatu yang lebih representatif dan menjadi landmark, cari saja lokasi baru yang lebih luas dan multi fungsi: ya, tempat ibadah, ya taman, ya pusat pendidikan dan kebudayaan Islam. Akan halnya usianya yang sudah 30 tahun, jelas menunjukkan saat kuliah bahan dan struktur bangunan Om Ando pasti bolos. Atau Om Ando ingin menuduh dalam proses pembangunannya ada korupsi yang menggerogoti Mesjid Baitul Makmur hingga usia konstruksi tidak sebagaimana disain teknisnya?

Intinya, yang ingin saya katakan, kalau cuma urusan usia, mana yang lebih tua: gedung yang digunakan sebagai Kantor Walikota, rumah jabatan Walikota saat ini, atau gedung Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK, dibanding dengan Mesjid Baitul Makmur?

Mohon janganlah menganggap kebanyakan orang di KK terkebelakang, terutama mereka yang pernah mencicipi pendidikan teknik dan perencanaan kota, bahkan seperti saya yang pensilnya patah di tengah masa kuliah. Kami mungkin tak selesai sekolah, tapi bukan karena bodoh, apalagi pandir.

Lima: Pendirian Hypermart di atas lahan (yang akan menjadi bekas) Pasar Serasi. Di sini Om Ando benar-benar tidak terjaga kelurusan tulisannya. Menjadikan KK sebagai pusat perdagangan regional dengan mengumpulkan pusat dinamika ekonomi di satu titik jelas hanya direncanakan idiot yang tidak pantas lulus jurusan mana pun di fakultas teknik atau perencanaan wilayah dan ekonomi. Apalagi dikontekskan dengan Pasar Serasi yang posisinya telah dikepung infrastruktur transportasi yang hampir mustahil dikembangkan lagi.

Yang lebih rasional adalah menyebarkan titik-titik yang bakal menjadi pusat ekonomi baru ke wilayah lain KK yang masih lebih lapang. Misalnya membangun Hypermart di ruas jalan Amurang-Kotamobagu-Doloduo (AKD), katakanlah di areal ke arah Dumoga.

Manakah pula grand design KK, sebagaimana yang dituliskan oleh Om Ando? Saya ingatkan sekali lagi, ketiadaan grand design inilah yang sejak berbulan lalu saya persoalkan. Itu sebabnya DPR KK juga terheran-heran karena sama sekali tak tahu adanya rencana pembangunan pusat belanja modern menggantikan Pasar Serasi.

Enam: Tolong Om Ando cek apakah Yasti Mokoagow menyatakan Pasar Serasi memberikan kontribusi PAD ke KK sebesar Rp 7 milyar per tahun; atau (yang benar) PAD KK adalah Rp 7 milyar per tahun. Saya kira untuk urusan angka PAD Yasti pasti tidak salah. Yang keliru adalah kuping Om Ando.

Sama halnya dengan Rp 1,2 triliun ke KK yang tidak sebanding dengan pembangunan. Lho, kalau mayoritas dana APBD dan APBN yang mengucur ke KK  habis hanya untuk anggaran rutin, artinya kota ini tak punya masa depan  sebagai satu daerah otonom. Dengan kata lain, otoritas yang sedang memimpin KK (Walikota dan jajaran serta DPR) tak lebih dari mereka yang memanfaatkan kesempatan di kesempitan.

Tujuh: Dukungan Djelantik Mokodompit terhadap Yasti ke DPR RI. Apa yang Om Ando tahu berkaitan dengan masalah ini? Sebaiknya berhati-hatilah sebelum ada yang menempeleng dengan setumpuk bukti yang menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan Yasti Mokoagow benar adanya.

Delapan: Tanpa PAN Djelantik Mokodompit memang tidak akan pernah terpilih sebagai Walikota KK. Dan jangan bicara hasil survei. Om Ando, dalam perkara ini Anda tidak tahu apa-apa. Saya dan beberapa orang tahu persis apa yang terjadi.

Sembilan: Berkaitan dengan pendidikan putri Djelantik Mokodompit di Malaysia. Saya sependapat masalah ini adalah urusan pribadi yang tak boleh diumbar ke ruang publik, kecuali bila sekolahnya dibiayai dengan dana yang dikorupsi dari hak orang banyak. Tentu saja ini dugaan dan tuduhan serius yang harus dibuktikan oleh siapa pun yang menyoal.

Akan halnya kapan dia mulai menempuh pendidikan di luar negeri itu, perkara amat sangat sepele dibuktikan. Cukup tunjukkan tahun pertama kali dia mengantongi paspor dan record penggunaannya sebagai dokumen resmi warga Indonesia di luar negeri. Apakah Om Ando sudah melakukan pemeriksaan dengan saksama?

Sepuluh: Sanksi tetua, tokoh, dan para pemangku adat terhadap Yasti Mokoagow karena dianggap melanggar adat Mongondow. Ah, Om Ando, kita semua tahu pertemuan yang katanya adalah ‘’sidang dewan adat’’ itu kan sekadar lucu-lucuan. Menganggap serius sesuatu yang sekadar lelucon bisa-bisa jadi pelanggaran adat sungguhan.

Sebelas: Dugaan Yasti Mokoagow menerima dana dari tersangka kasus korupsi yang kini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saya harus mengingatkan Anda, Om Ando, periksa lagi kalimat-kalimat yang dituliskan di Antara Ghibah dan Fitnah. Anda jelas memfitnah. Yasti Mokoagow diduga menerima grativikasi, bukan melakukan korupsi APBN Proyek Perhubungan.

Akhirnya, dengan mencermati satu per satu 11 poin yang dituliskan itu, saya menyimpulkan: Om Ando memang harus minta maaf, berlindung dan mohon pertolongan dari Yang Maha Besar. Terlalu banyak yang lurus yang dibengkokkan. Pula, Om Ando lebih banyak cuma ber-ghibah dan akhirnya berujung fitnah.***