PERSAHUTAN itu berlangsung di facebook.
Dari rekaman lalu-lintas komentar yang saya terima sepanjang Rabu hingga Sabtu
(10-13 Mei 2017), saya melihat ada Bupati Bolsel, Herson Mayulu; ASN KK, Sehan
Ambaru dan Hendra Makalalag; mahasiswa S2 asal Bolsel yang sedang kuliah di
IPB, Rinto Ladja; entah aktivis/karyawan swasta/wartawan (saya sulit
mendefinisikan), Ando Lobud; dan beberapa lagi yang tampaknya mengira diri
mereka selebriti media sosial top, setidaknya di BMR.
Mudah-mudahan tak silap. Tapi muasal saling
lempar komentar yang lalu (menurut hemat saya) berlanjut dengan insinuasi dan
olok-olok terbuka terhadap Bupati Bolsel, adalah perkara bea siswa/bantuan
pendidikan untuk sang mahasiswa S2 Bio Fisika IPB. Merunut unggahan lain yang
saya baca, dari Hendra Makalalag, mahasiswa ini orang hebat. Penelitiannya,
arang aktif dari batok kelapa dan tepung pisang goroho, adalah tesis dasyat
yang membuat penulisnya diharapkan bisa mengangkat derajat kehidupan rakyat (di
Bolsel), sekarang dan masa depan.
Mari kita telisik akar masalahnya, yakni
‘’bantuan’’ Pemda untuk calon (Insya
Allah) pakar bio fisika yang ahli arang aktif batok kelapa dan tepung
pisang goroho itu. Apakah ini urusan maha penting dan bikin wow? Saya tidak kenal Rinto Ladja dan
sungguh mengapresiasi pencapaiannya, apapun itu. Tapi, maaf saja, ilmu yang dia
tekuni (setidaknya bagi kami yang cukup terpapar dan berhubungan dengan segala
ilmu yang aneh, ajaib, dan—beberapa—sungguh cetar), sejatinya hal biasa dan
umum saja. Sebegitu pula dengan arang aktif batok kelapa dan tepung goroho.
Lebih 25 tahun lampau, ketika masih anak
jalanan yang nyambi kuliah, saya mengenal arang aktif batok kelapa karena
Almarhum Haji Aris Patangari. Nama ini, bagi aktivis HMI di Sulut, pasti abadi.
Dia, alumni HMI yang juga dikenal sebagai pengusaha Muslim dermawan,
bertahun-tahun menjadi pengampu organisasi ini di Manado khususnya dan Sulut
umumnya. Salah satu ruangan di gedung di mana kantornya berada, dia dedikasikan
menjadi Sekretariat HMI Cabang Manado (bahkan ketika itu masih HMI Sulut).
Di antara banyak lini bisnis Ka’ Aris
(demikian dengan hormat kami menyapa dia), produksi dan ekspor arang aktif dari
batok kelapa memberi kontribusi signifikan. Pabriknya berdiri di Bitung
dan—seingat saya—negara yang rakus membeli komoditas ini dari Ka’ Aris ini
adalah Inggris.
Akan halnya tepung pisang goroho, maaf pula
jika urusan ini sudah lama khatam, setidaknya buat saya. Di perusahaan di mana
saya memiliki sedikit share (di dokumen
legalnya tertulis 58%) dan melibatkan banyak alumni IPB—dari pakar manajemen
pertanian, jagoan hidproponik, hingga ahli budidaya serta nutrisi tanah dari
Perancis dan Jerman--, sekadar tepung pisang sudah bukan topik menarik lagi. Asal
tahu saja, masalah perpisangan di BMR, khusus goroho, sejauh ini bukan pada produk
turunannya. Tapi kuantitas produksinya yang masih rendah.
Beberapa bulan lalu, soal bisnis pisang
goroho dan turunannya ini pernah saya sampaikan pada entrepreneur Mongondow, Haji Hanafi Sako. Kepada dia, saya
menggambarkan, bahkan untuk memasok goroho mentah ke pasar di luar Sulut (yang demand-nya sangat tinggi), rasanya kita
belum mampu. Bukan rahasia lagi, kebanyakan warga Mongondow mulai meninggalkan
pertanian sebagai gantungan hidup. Boro-boro
urusan produk turunannya.
Makanya, lepas dari Pemda Bolsel wajib
memperhatikan SDM di daerahnya, menjadikan sekolah dan penelitian Rinto Ladja
segawat kabar kiamat akan tiba, menurut saya tak beda dengan menggambarkan
kucing sebagai harimau. Biasa jo. Sangat
banyak anak Mongondow yang menempuh
pendidikan, di universitas besar di luar negeri, hingga PhD, tidak membuat
kegemparan, terlebih menghiba-hiba perhatian Bupati yang berujung pengecilan
dan tendensi penghinaan.
Kerendahan hati orang berpendidikan itu
saya lihat dari, misalnya, Chairil Anwar Koropot (saya mengakrabi dia dengan
sapaan ‘’Ling’’), PhD salah satu universitas ternama Australia yang kini
bermukim di luar Mongondow, yang selama studinya senyap dari menghiba, apatah
lagi menodong Pemda. Demikian pula puluhan anak Mongondow yang terserak di universitas-universita
terkemuka dalam negeri, Australia, Eropa, dan Amerika, yang diam-diam sedang
melakukan riset S2 dan S3 yang lebih hebat dari cuma batok kelapa dan pisang
goroho yang pada dasarnya bukan hal dan terobosan baru.
Tersebab isu utamanya adalah hal biasa
saja, urusan sehari-hari individu yang dimanipulasi seolah-olah menjadi
harkat-hajat orang banyak, yang saya lihat dari persahutan antara Bupati Bolsel
dan sejumlah orang sok penting itu adalah runtuhnya adab, etika, dan norma.
Komentar-komentar yang (utamanya) disampaikan Sehan Ambaru, Hendra Makalalag,
dan Ando Lobud, sangat tidak bermutu, merendahkan, dan mengecilkan Bupati
Bolsel. Mereka, dalam unggahan-unggahan yang saya baca, jelas menujuk pada
Bupati (sesekali terselip ‘’Om Oku’’). Yang menjadi subyek dan obyek adalah
Bupati.
Meletakkan Om Oku pribadi sederajat dengan
orang-orang ini, sekali pun buat saya menggelikan dan risi (adab, etika, norma,
dan budaya Mongondow menuntut ‘’o-aheran terhadap yang berusia lebih tua) masih
dapat diterima, tentu dengan susah payah menekan ego sedalam-dalamnya. Tetapi
menyejajarkan Bupati dengan tinggi mereka berdiri, dengan terang-terangan
mengolok-olok dia di media sosial, menunjukkan orang-orang ini (siapa mereka?
Apa prestasi dan capaian mereka buat Mongondow, kecuali kopi satu gelas,
kemudian setengah gelas, disertai bual-bual politik?), secara terencana sedang
mempertontonkan ketiadaan penghargaan dan respek terhadap Herson Mayulu.
Bupati Bolsel pasti punya kelemahan.
Sebagai tokoh publik, cacat-celanya mudah ditemukan. Jika Sehan Ambaru, Hendra
Makalalag, Ando Lobud, dan serombongan orang yang sekarang turut campur dalam
gegar isu yang bermula dari Rinto Ladja, memang menyoroti kelemahan kebijakan
Herson Mayulu sebagai Bupati, lakukanlah tanpa mencapur-aduk dengan harkatnya
sebagai individu. Sebab jika kartunya dibalik, apa pula sulitnya buat Bupati
Bolsel sebagai pejabat publik dan Herson Mayulu sebagai pribadi yang memiliki
kekuatan dan pengaruh politik, mengulik-ngulik cacat dan cela ASN seperti Sehan
Ambaru dan Hendra Makalalag, Ando Lobud yang ghirah menyandang segala gelar, dan rombongan mereka yang praktis
cuma gerombolan serabutan (yang maaf se-maaf-maafnya) terang-benderang hidup
dari belas kasihan politik, birokrasi, dan APBD.
Di atas semua itu, khusus terhadap Sehan
Ambaru dan Hendra Makalalag, baca, pikirkan, dan resapi UU ASN dengan segala
kode etik dan kode kehormatannya. Renungan seberapa besar dan banyak
pelanggaran yang telah Anda berdua lakukan lakukan. Internalisasi lagi, apa
pantas ASN di KK bersoal terhadap problem Pemda di Bolsel, sementara di tempat
asalnya hal yang sama terjadi, bahkan lebih buruk lagi. Coba, kalau benar-benar
jagoan, berhati lurus, dan berani, persoalkan pula kebijakan bea siswa di KK
yang amburadulnya tak karuan (untuk pernyataan ini, sesiapa yang berani
membantah, saya tidak akan segan menempeleng dengan data otentik).
Terkhusus Sehan Ambaru, bila benar-benar
laki-laki yang punya integritas dan tahu diri, putuskan dengan tegas:
profesional sebagai ASN atau sekalian berhenti dan menjadi apapun yang
diinginkan. Entah itu aktivis LSM, politikus, atau benar-benar tikus yang
mengelana dari satu warung kopi ke warung kopi lainnya. Sebab saat ini Anda beruntung
ber-ASN di KK yang cukup toleran dan longgar dalam penegakan etika. Dalam
catatan saya, sebagai ASN, jika diakumulasi, pelanggaran etika yang dia lakukan
lebih dari cukup menjadi alasan menendang pantatnya jauh-jauh dari lingkungan
Pemkot KK.
Dengan pikiran dan hati dingin serta sikap fair, tanpa memihak sesiapa pun dalam
isu remeh itu, saya menilai laporan polisi Bupati Bolsel pada Rabu, 10 Mei
2017, terhadap Sehan Ambaru, memang punya dasar sangat kuat. Sebaliknya,
laporan balik yang dilakukan Sehan Ambaru pada malam harinya tak beda dengan
‘’coba-coba berharap hadiah’’. Tindakan bodoh dan implusif khas tukang cari
masalah berpikiran pendek. Sama pendeknya dengan permintaan maaf setengah
hatinya yang disebar di media sosial, yang menunjukkan ego besarnya tidak
diimbangi dengan kecerdasan, apalah lagi pengetahuan terhadap adab, etika, norma,
dan budaya sosial.
Lalu bakal kemana percekcokan media sosial
ini bakal berakhir? Saya kok hampir
yakin, di ujung hari ketersinggungan Bupati Bolsel dan Herson Mayulu pribadi,
jika tak selesaikan sebagaimana mestinya, bakal menimbulkan kerusakan parah
terhadap beberapa orang. Dan saya meyakini korban itu bukan Herson Mayulu.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR:
Bolaang Mongondow Raya; Bolsel:
Bolaang Mongondow Selatan; HMI:
Himpunan Mahasiswa Islam; IPB:
Institut Pertanian Bogor; KK: Kota
Kotamobagu; LSM: Lembaga Swadaya
Masyarakat; Pemda: Pemerintah Daerah;
Pemkot: Pemerintah Kota; PhD: Doctor of Philosophy; S2:
Strata 2; S3: Strata 3; SDM: Sumber Daya Manusia; Sulut:
Sulawesi Utara; dan UU:
Undang-undang.