ALBERT Einstein
bukan hanya salah seorang ilmuwan jenius paling berpengaruh dalam peradaban
manusia. Dia (di banyak biografinya) digambarkan pula sebagai pembangkang
ugal-ugalan dengan mulut dan kata-kata yang kerap tak terduga.
Tak sedikit kata-kata yang pernah dilontarkan (atau ditulis)
Einstein yang kini menjadi kutipan populer. Salah satu yang paling saya sukai
adalah, ‘’The difference between
stupidity and genius is that genius has its limits.’’ Yeah, kita tidak akan memperdebatkan bahwa kebodohan memang tak
punya batas.
Kalimat nakal Einstein itu kerap dijajar dengan pernyataan
lainnya, ‘’Two thins are infinite: the
universe and human stupidity; and I’m not sure about the universe.’’ Ringkasnya, mogul fisika teoritis yang
merumuskan teori relativitas khusus, terori relativitas umum dan teori kuantum
ini ingin menegaskan, bahkan jagad raya yang maha luas mungkin ada batasnya.
Tidak dengan kebodohan manusia.
Dua kutipan itu segera berkelebat (lagi) di benak saya ketika
membaca Kontra Online, Kamis (29
November 2012), yang menulis tentang ditangkapnya salah satu birokrat papan
atas Bolaang Mongondow (Bolmong) karena dugaan korupsi (http://kontraonline.com/10388/kepala-inspektorat-bolmong-ditahan-kejaksaan/).
Tidak main-main, yang dicokot Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Kotamobagu itu
adalah Kepala Inspektorat Bolmong, Suwondo Moka.
Kalau pejabat yang berwenang sebagai ‘’penjaga’’ ketertiban
birokrasi (lebih khusus dalam soal anggaran) digelandang ke bui karena dugaan
korupsi, seperti apa sebenarnya wujud isi perut Pemerintahan Kabupaten (Pemkab)
Bolmong? Patut diduga ditangkapnya Suwondo Moka hanya puncak gunung es
kerusakan birokrasi, di mana yang lebih besar dan maha gawat sesungguhnya masih
berlangsung diam-diam di bawah permukaan.
Hampir dua pekan berselang, Selasa (11 Desember 2012), saya terpaksa
menggaruk-garuk kepala membaca situs yang sama, yang memajang tajuk Polda Sulut Terus Seriusi Pengusutan Dugaan
Ipal Bupati Bolmong (http://kontraonline.com/10586/polda-sulut-terus-seriusi-pengusutan-dugaan-ipal-bupati-bolmong/).
Dugaan pelanggaran hukum berkaitan dengan ijazah Bupati Salihi Mokodongan ini
tampaknya jadi semacam ‘’mainan’’ bagi aparat di Polda Sulut.
Sejak lebih dua tahun terakhir, saya tak habis pikir setiap
kali menyua isu ijazah Bupati Bolmong itu di media massa terbitan Sulut. Polisi
yang sudah sedemikian canggih, yang katanya ‘’sebagai pelayan dan pengayom
masyarakat’’ segera menindak-lanjuti setiap isu yang berpotensi menggangu
ketertiban dan kenyamanan umum, bisa-bisanya begitu lambat dan majal dalam soal
sesederhana membuktikan benar-tidaknya ijazah Salihi Mokodongan.
Apa boleh buat, saya percaya saja pada duga-duga (tak
bertanggungjawab) yang meruyak, bahwa polisi memang sengaja memelihara isu
dugaan ijazah abal-abal Bupati Bolmong, yang lalu digunakan sebagai alat
dagang. Kasarnya: setiap kali ada kepentingan, isu ini dimainkan di depan
publik sembari Bupati terpiuh-piuh karena kakinya terkunci mati.
Garukan di kepala kian kencang (saya kuatir lama-kelamaan
rambut bakal rontok bukan karena usia atau terlalu banyak mikir) karena berita
lain yang diunggah Kontra Online (http://kontraonline.com/10669/sunge-gantikan-peran-bupati-ancam-roling-kepala-skpd/), Sunge Gantikan Peran Bupati, Ancam Roling (seharusnya Rolling) Kepala SKPD, Kamis, (13 Desember 2012). Musabab meradangnya Kepala
Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Bolmong, Sunge Paputungan, karena
para Kepala Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) dianggap membangkang terhadap
permintaannya memasukkan analisis jabatan (Anjab) untuk kepentingan rekrutmen
calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2013.
Aimak, Einstein
bukan hanya tak terbantahkan (setidaknya hingga kini) berkaitan dengan teori
relativitas khusus dan teori relativitas umumnya; melainkan juga dalam soal tak
ada batasnya kebodohan manusia.
Bapak Kepala BKDD Bolmong yang terhormat, lebay betul Anda ini. Anjab untuk CPNS 2013
ke laut dulu, deh. Yang mendesak
dilakukan saat ini adalah menganalisis kembali jabatan dan pejabat birokrasi di
Bolmong, yang faktanya berantakan dan tak karu-karuan. Bagi saya pribadi,
Bolmong tak merekrut CPNS 2013, tidak bakal merugikan siapa-siapa.
Paling-paling hanya membuat para fresh
graduate yang mimpi jadi CPNS meradang membaca sikap saya.
Bolmong barangkali satu-satunya kabupaten di Indonesia yang
mengoleksi tersangka dan narapidana di daftar pejabat birokrasinya. Berapa
banyak Kepala Bagian (Kabag) dan Kepala Dinas (Kadis) yang sekarang jadi
tersangka atau sudah divonis masuk kerangkeng? Dan berapa pula yang berstatus
tersangka? Tidakkah Anda sadar bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) Bolmong –baik
yang mantan maupun yang sedang menjabat—juga terdaftar sebagai tersangka?
Analisis macam apa yang sudah dilakukan saat Bupati
melakukan rolling jabatan beberapa
waktu lalu? Apa yang sudah Anda sarankan sebagai pejabat yang berwenang
mengurusi kompetensi, profesionalisme, dan kepatutan penempatan para birokrat
di Bolmong? Ancam-mengancam atas nama Bupati bukan hanya semena-mena dan
menganggap enteng Bupati-Wakil Bupati (Wabup) Bolmong, tetapi secara tegas
mengindikasikan pula bahwa yang mulia Kepala BKDD tidak tahu dan tidak punya
kompetensi dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan begitu berderetnya nama-nama calon tersangka,
tersangka, dan narapidana di jajaran birokrasi Pemkab Bolmong, hanya satu
simpulan yang paling pas: Kabinet Salihi Mokodongan-Yani Tuuk saat ini pantas dikata
sebagai ‘’Pemerintahan Para Tersangka dan Napi’’.
Untuk membayangkan seperti apa keriuhan kabinet macam itu,
pikirkan saja apa yang dapat dihasilkan sekelompok rampok, maling, tukang
copet, dan tukang tipu yang dikumpulkan dalam satu ruangan untuk mengatur
ketertiban dan uang orang banyak.
Rolling birokrasi
di Bolmong, suka atau tidak, dengan ancaman Kepala BKDD atau tidak, adalah
keniscayaan. Sudah terbukti sejak pengumuman kabinetnya beberapa waktu lalu,
Pemerintahan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk jauh dari kinerja yang baik dan
profesional. Fakta yang tak terbantah, perlahan-lahan pemerintahan di kabupaten
ini menuju situasi sinking ship.
Namun belajar dari pengalaman, saya pribadi tidak optimis
dengan rolling yang bakal (dan sudah
pula dikatakan berulang kali) dilakukan Bupati Salihi Mokodongan. Bukan rahasia
lagi, menempatkan siapa, di mana, dan untuk apa di pemerintahan Bolmong kini,
tidak berada di genggaman Bupati dan Wabup. Terlampau banyak tangan-tangan
siluman yang bermain dan mengatur urusan birokrasi di Bolmong, yang celakanya
secara kasat mata juga tampak dibiarkan begitu saja oleh Bupati.
Karena keyakinan itu, saya ingin menutup tulisan ini dengan
kembali menukil Einsten (lewat surat untuk Heike Kamerlingh Onnes, 12 April
1901, dan Marcel Grossmann, 14 April 1901): ‘’
God created the donkey and gave him a thick skin’’ (Tuhan menciptakan
keledai dan memberinya kulit yang tebal).***