Ternyata tidak. Ada banyak pesan pendek dan BlackBerry Messenger (BBM) yang menderas
masuk ke dua nomor selular saya. Rata-rata menanyakan ada apa hingga saya
menulis Surat untuk Bupati Bolmong:
Dibaca atau Tidak, Tidak Masalah. Selain itu, sebagian besar bersetuju
memang ada orang yang kini menempatkan diri dekat dengan Bupati Bolmong, Salihi
Mokodongan, secara terus-menerus membuat kerusakan yang menjurus ke
penghancuran mekanisme, sistem, tata cara dan etika normatif yang semestinya
melekat pada seorang Bupati.
Mengusung Bangkai
Perilaku menghancurkan seperti itu sangat saya ketahui. Yang
seperti itulah yang saya kritik bertahun-tahun di masa pemerintahan Bupati
Marlina Moha-Siahaan. Di akhir masa jabatannya, saya menangkap ada kesadaran
lewat sejumlah perubahan besar, termasuk menyingkirkan beberapa orang yang
kelakuannya sangat destruktif, yang hanya ‘’asal Bunda senang’’.
Hebatnya, menusia jenis berbahaya yang ‘’asal bapak atau ibu
senang’’ adalah kegigihannya mencari celah mendekat ke kekuasaan. Mereka juga
pintar menunjukkan seolah-olah mengabdi dengan tulus, padahal sesungguhnya
terus-menerus memanfaatkan kedekatan itu secara abusive.
Setelah Salihi Mokodongan terpilih sebagai Bupati Bolmong di
Pilkada 2011 lalu, salah seorang diantaranya yang saya amati dengan saksama
adalah Linda Lahamesang. Secara pribadi saya tidak punya persoalan dengan yang
bersangkutan, yang saya kenal sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama
(SMP) 1 Kotamobagu.
Ihwal Linda Lahamesang ini, jauh hari sebelumnya sudah dimulai
ketika mengkritik tata cara sholat Idul Fitri Bupati Marlina Moha-Siahaan pada
2008 (sebagian pembaca blog ini pasti
ingat peristiwa itu karena sempat menjadi polemik panjang di media massa cetak
terbitan Manado). Perempuan yang memayungi Bupati Marlina selama sholat Idul Fitri
berlangsung, yang fotonya kemudian dipublikasi sejumlah media, tak lain Linda
Lahamesang.
Lama kemudian saya tak mengetahui sepak-terjangnya. Yang
saya tahu dia dipindahkan menjadi Sekretaris Kecamatan (Lolak), lalu di era
Pejabat Bupati Gun Lapadengan lewat nota dinas perbantukan ke Badan Kepegawaian
Daerah (BKD) hingga ada keputusan lebih lanjut. Apa artinya? Bagi kalangan
birokrat itu menunjukkan yang bersangkutan sedang bermasalah hingga harus ‘’dibina’’
dan ditertibkan setertib-tertibnya.
Yang mengundang kewaspadaan saya lagi karena tiba-tiba dia
ada di sekitar Ibu Bupati terpilih. Padahal, setengah penduduk Bolmong tahu
persis, dialah yang menjadi salah satu sumber olok-olok penghinaan terhadap
Salihi Mokodongan di masa pencalonan Bupati-Wabup Bolmong, seperti plesetan SBM
sebagai ‘’Salihi Belajar Membaca.’’
Begitu dekat, di beberapa kesempatan dia bahkan show of force seolah-olah sudah punya
hubungan sangat dekat sejak berabad-abad. Diawali dengan menemani ke pesta dan
hajatan, menjadi tukang payung dan tukang kipas (supaya Ibu Bupati terpilih
tidak terpapar terik matahari dan kegerahan), atau menjaga agar dandanan Ibu
Bupati tetap sempurna –termasuk mempertunjukkan di depan umum bagaimana dia
mengelap bintik-bintik keringat dengan tisu.(Bersambung)