SAYA menulis artikel ini sembari membayangkan senyum usil--biasanya diiringi
''hi hi hi...'' lepas--Ketua DPW PAN Sulut, Sehan Landjar. Pasang naik Pilkada
Bolmong 2017 yang ditandai mendaftarnya pasangan Cabup-Cawabup, Yasti Soepredjo
Mokoagow-Yani Tuuk, mau tidak mau segera menempatkan politikus yang akrab
disapa Eyang ini di tengah pusarannya.
Pengusung YSM-YT adalah PDIP, PAN, PKB, PKS,
dan Nasdem. Koalisi ini seperti mengulang Pilkada Bolmong 2011 (ketika itu
mengusung Salihi Mokodongan-Yani Tuuk) dengan penambahan PKB dan Nasdem. Komposisi
pasangannya juga sama: Cabup dari PAN, Cawabup dari PDIP. Bedanya, kali ini
bukan PAN (yang hanya meraih lima kursi di Pemilu 2014) yang menjadi lokomotif,
melainkan PDIP (dengan delapan kursi DPRD Bolmong). Beda yang lain, di Pilkada
2017 ini--setidaknya yang marak diumbar media--penunjukkan Cabup yang diusung
PAN justru berseberangan dengan sikap Ketua DPW.
Rumor yang berkesiuran menyebutkan,
penolakan Eyang terhadap pen-Cabup-an YSM bahkan disertai pernyataan, jika itu
terjadi, dia akan mengembalikan atribut partai ke DPP PAN. Yang terkini,
ditengah masih simpang-siurnya kepastian pencalonan pasangan Salihi B.
Mokodongan-Jefry Tumelap, Harian Media
Totabuan (Kamis, 22 September 2016) justru memajang maklumat Eyang Siap Menangkan SBM-JiTu.
Pilkada Bolmong yang semestinya menjadi
pertarungan antar pasangan Cabup-Cawabup dan pengusungnya (parpol pengusung dan
dan tokoh-tokohnya) dengan pasangan lawan (lengkap dengan parpol pengusung,
juga tokoh-tokohnya), lewat manuver Eyang tampak tereduksi menjadi hanya
pertempuran antar tokoh dan kelompok di tubuh PAN. Lalu, kita pun seperti deja vu, bernostalgi dan terpaksa
menengok kembali Pilkada Boltim 2015 lalu.
Mari saya ringkas pertempuran politik
Pilkada Boltim 2015: Ketika itu, alih-alih mendukung Cabup-Cawabup Sahrul
Mamonto (Ketua DPD PAN Boltim)-Medi Lensung (petahana Wabup dari PDIP), DPP PAN
justru merestui pasangan Sehan Landjar-Rusdi Gumalangit. Tidak jelas benar apa
alasan di balik keputusan DPP PAN. Yang pasti, Eyang terpilih untuk masa
jabatan kedua dan segera berkibar menjadi tokoh kuat baru di PAN Sulut, bahkan
dalam waktu singkat ditunjuk pula menjadi Ketua DPW. YSM, Tatong Bara (Walikota
KK yang juga mantan Ketua DPW PAN Sulut), dan kelompoknya yang bersikukuh
mendukung Sachrul Mamonto, tak pelak harus minggir jauh-jauh. The winner takes it all!
Tapi bandul politik memang mudah berubah.
Apalagi tidaklah gampang menyingkirkan tokoh sekualitas YSM, politikus pertama
PAN yang berhasil membawa partai ini punya kursi dari Sulut di DPR RI pada
Pemilu 2009. Bukan sepele pula meniadakan rekam jejak Tatong Bara sebagai Ketua
DPW PAN yang berhasil menambah kursi partai ini di DPRD Provinsi dan DPRD
Kota/Kabupaten di Sulut.
Keputusan DPP PAN mencalonkan YSM-YT yang
bersamaan dengan penunjukkan Tatong Bara sebagai Ketua Bappilu Nasional PAN,
adalah tamparan buat Eyang (dan kelompoknya). Peringatan bahwa ''bulan madu
kemenangan'' bisa berakhir cepat setelah semua orang tersadar dari euforia
sesaat. Bahwa pada akhirnya ada rekam-jejak dan investasi
politik-sosial-ekonomi-budaya yang harus dihitung dari setiap tokoh dan
politikus.
Dibanding para politikus elit BMR umumnya,
Eyang adalah pengecualian. Dia bintang yang sekejap meroket. Dari politikus
gagal meraih kursi di DPRD Provinsi Gorontalo pada Pemilu 2009, menjadi Bupati
Boltim di Pilkada 2010, dan media darling
yang sepak terjang dan omongannya laris-manis dikutip. Tapi siapa yang mengenal Eyang di BMR sebelum 2010, kecuali
kerabat, kawan, dan kenalan dekatnya di tempat lahir, Desa Togid, dan
sekitarnya?
Berbanding terbalik dengan YSM, yang
merintis aktivitas sosial (kemudian politik) dari zaman PT di FISIP Unsrat.
Setapak demi setapak YSM meraih karir politik di PAN, mulai dari deklarasi
partai ini di Sulut sampai mencapai kursi anggota DPR RI.
Hingga Pilkada Boltim 2015 dan terpilih
kembalinya Eyang sebagai Bupati, orang banyak mengkonklusi, politikus dengan
talenta alamiah dan hasil godokan praktis telah dengan telak membabat praktisi
karir seperti YSM, sampai keadaan seketika berbalik. Untuk sementara, dengan
sekali tepuk YSM bukan hanya hanya melunasi kemenangan Eyang di Pilkada dan
ditunjuknya dia sebagai Ketua DPW PAN Sulut, tetapi juga melampaui lewat
penunjukan Tatong Bara sebagai Ketua Bappilu Nasional. Suka atau tidak,
wewenang dan pengaruh Tatong (sebagai bagian dari ''kelompok YSM'' di PAN) lebih
kuat dan berdaya dibanding sekadar Ketua DPW.
Skor sementara (dan mungkin bertahan cukup
lama) adalah 2-0 untuk YSM dan kelompoknya melawan Eyang dan kelompoknya.
Posisi ini bakal lebih buruk lagi, menjadi 7-0, jika Eyang benar-benar WO
dengan mengembalikan atribut partai (dan artinya mundur dari Ketua DPW), terlebih
lagi jika dia sungguh-sungguh berdiri di depan proses pemenangan SBM-JT.
Tapi, bagi yang mengenal Eyang luar-dalam,
situasi politik permukaan itu bukanlah fakta sesungguhnya. Bahwa posisi politik
dan publiknya sedang berada di titik (meminjam ujaran yang populer di kalangan
masyarat Buyat, Boltim, yang kerap dikutip Eyang), ''ta mo-soe ow'' (dengan ''o'' panjang), justru akan memicu
kreativitas, kenakalan, dan keusilannya. Bukan Eyang jika menyerah begitu saja.
Dan terlampau dungu pula para pesaingnya jika menganggap keterpojokan politik
dengan mudah membuat dia menyerah.
Kreativitas, kenakalan, dan keusilan itu
pula, yang biasanya ditandai dengan ''senyum gaya tertentu diiringi kikik khas
lepasnya'' segera tergambar di benak saya tatkala membayangkan bagaimana Eyang
bersiasat keluar dari kepelikan politik Pilkada Bolmong 2017. Ihwal senyum ini,
percayalah, hanya mereka yang benar-benar memahami dia yang mampu menafsir
''situasi bathin seperti apa'' yang diekspresikan Sehan Landjar''.
Senyum plastik dan fotografi seperti yang
banyak beredar di media, berarti ''sekadar menyenangkan siapapun yang ada di
depan dan samping kiri-kanan''. Senyum serius, mesti diterjemahkan sebagai
''untuk sementara akan diingat dan setelah itu lalu bersama angin''. Senyum
basa-basi, tafsirnya tak jauh dari ''saya sudah bosan dan capek''. Tapi tidak
dengan senyum diiringi ''hi hi hi...'', yang pasti menunjukkan
orisinalitasnya: kreatif, nakal, usil,
dan tak peduli.
Saya kira, pernyataan-pernyataan yang
dikemukakan Eyang (utamanya yang dikutip media) berkenaan dengan Pilkada
Bolmong 2017, disertai dengan senyum serius. Apapun itu, cuma sementara dan
akan segera terlupa. Sebab jika Eyang benar-benar hengkang dari PAN atau serius
berseberangan dengan YSM dan kelompoknya, dia mesti menghitung kembali
rencana-rencana politiknya di masa datang. Eyang barangkali cukup hebat di
Boltim, tetapi dia bakal dengan gampang dipencet di tingkat BMR. Apalagi jika
dikeroyok barisan tokoh dan politikus yang kini sedang berada di puncak
prestasi.
Eyang bukan lone ranger yang mampu memenangkan pertempuran sendirian atau ke
medan laga dengan hanya didukung kuda tua dan sepasukan kodok kento'. Terlebih, saya kira, dengan
catatan dan rekaman panjang publik terhadap sepak terjangnya, hampir 80%
masyarakat di BMR memaknai pernyataan-pernyataan terkini Eyang sekadar bakusedu, 19% menafsir sebagai ''ancaman
politik'', dan cuma 1% (barangkali termasuk Eyang sendiri, itu pun kalau dalam
kondisi tensi tinggi) sebagai ucapan serius.
Kerena cuma bakusedu, disertai sayang dan respek, sebagai karib, dengan tawa
lebar saya mengomentari jurus politik terkini Eyang itu dengan mengutip
komentar kawan dari Kopandakan (tempat lahir Ibu kandung saya), bahwa: ''Lawak bi' tua.'' Saya haqqul yaqin, terhadap komentar ini,
Eyang bakal tersenyum (usil) dan ber-hi hi hi... lepas.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
Bappilu: Badan Pemenangan Pemilu; Bolmong:
Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang
Mongondow Timur; BMR: Bolaang
Mongondow Raya; Cabup: Calon Bupati;
Cawabup: Calon Wakil Bupati; DPD: Dewan Pimpinan Daerah; DPP: Dewan Pimpinan Pusat; DPRD: Dewan Perwakilan rakyat Daerah; DPR RI: Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia; DPW: Dewan
Pimpinan Wilayah; FISIP: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; PAN:
Partai Amanat Nasional; PDIP: Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan; Pemilu:
Pemilihan Umum; PKB: Partai
Kebangkitan Bangsa; PKS: Partai
Keadilan Sejahtera; PT: Perguruan
Tinggi; Nasdem: Nasional Demokrat; SBM-JT: Salihi B. Mokodongan-Jefry
Tumelap; Sulut: Sulawesi Utara; Unsrat: Universitas Sam Ratulangi; Wabup: Wakil Bupati; WO: Walk
Out; dan YSM-YT: Yasti Soepredjo
Mokoagow-Yani Tuuk.