JIKA hanya mengikuti pemberitaan permukaan dan lalu lintas kabar di
media sosial, saya pasti mempersepsi betapa hebat pasangan bakal Cabup-Cawabup
Pilkada Bolmong 2017, Salihi B. Mokodongan-Jefry Tumelap. Seolah-olah bersamaan
dengan dikantonginya dukungan dari tiga parpol, PD, PG, dan Gerindra serta didaftarkannya mereka sebagai calon
kontestan, masyarakat Bolmong tinggal menunggu pelantikan Bupati-Wabup
2017-2022.
Skenario penciptaan persepsi seperti itu gamblang
terbaca dari satu-dua media online
yang tanpa malu-malu segera menempatkan diri jadi penyokong SBM-TJ. Juga,
sejumlah orang (termasuk beberapa pewarta) yang aktif menyebarkan gambar-gambar
massa yang diklaim sebagai ''ribuan'' pendukung pasangan ini.
Ibarat menonton film, dengan menyimak
adegan pembukaan ''drama'' SBM-JT sejak penjemputan kepulangan mereka usai
mengantongi SK dukungan hingga pendaftaran ke KPU Bolmong, kita sudah tahu
siapa-siapa penulis skenario dan sutradaranya. Terlebih media-media yang sama
juga memampang judul-judul bombastis semacam Eyang, MMS, Djelantik dan ADM
Masuk Tim Pemenangan (totabuanews.com, Kamis, 22 September
2016, https://totabuanews.com/2016/09/sbm-jitu-power-people-eyang-mms-djelantik-dan-adm-masuk-tim-pemenangan).
Para politikus dan praktisi--terutama yang
berulang-ulang terjun dalam kompetisi politik di BMR--serta pendukung,
simpatisan, dan (yang tak boleh diluput) penasihat mereka, memang dhuafa
imajinasi dan kreativitas. Alhasil, pencitraan yang kini langsung disematkan
terhadap SBM-JT tak lebih dari ''calana tua'' yang hanya dimofikasi seadanya
dan dipas-paskan terus-menerus. Demikian di Pilwako KK, Pilkada Boltim, dan
kini Pilkada Bolmong.
Tempat berbeda, calon yang sama sekali
berbeda, tetapi dengan metode, pendekatan, cara, orang-orang, dan bahkan jargon
yang setali tiga uang. Juga, (potensi) ''kecurangan'' yang mirip-mirip.
Tentang ''main curang'', kaum politikus dan
politik di mana pun biasa memang pragmatis, permisif, dan akomodatif. Apalagi
yang batasannya berada di wilayah abu-abu dan mudah dibalik sebagai upaya
kampanye hitam pesaing. Misalnya, tiba-tiba pada Jumat pagi, 23 September 2016,
beredar kabar bahwa semalaman hingga menjelang subuh ada pihak yang bolak-balik
ke kantor KPU Bolmong, mencocokkan daftar kelengkapan dokumen pasangan SBM-JT
dengan para komisioner. Kabar ini diiringi penegasan, sejumlah jurnalis sedang menginvestigasi
dengan mengumpulkan bukti-bukti, termasuk foto dan kronologinya.
Masalahnya, kalau pun kejadian itu benar,
apakah kategorinya main curang atau cuma bentuk kedunguan sejumlah orang yang
tidak paham etika, termasuk oknum-oknum (komisioner) KPU Bolmong yang gagal
menjalankan tugasnya mensosialisasi tahapan Pilkada serta syarat-syarat dan
prasyaratnya? Buat saya pribadi, karena Pilkada adalah kontestasi politik, ada
Panwaslu, dan KPU punya DKPP, jika ''hubungan gelap-gelapan'' itu benar dan
merupakan pelanggaran, siapa pun warga negara yang mengetahui wajib hukumnya
melaporkan ke pihak berwenang.
Sebaliknya, kalau kabar itu sekadar rumor
yang dibuat-dibuat demi merusak fairness
Pilkada dan reputasi orang-orang yang dilibatkan, penyebarnya mesti diberi
pelajaran setimpal.
Kembali ke metode, pendekatan, cara,
orang-orang, dan jargon usang yang terus berulang di setiap kontestasi (besar)
politik di BMR. Pengerahan ''ribuan orang'' untuk show of force mendukung SBM-JT yang disertai publikasi sebagai
''kekuatan rakyat'', bagi politikus ingusan adalah langkah jenius. Tapi dengan
mencermati proses didukungnya SBM-JT (juga YSM-YT) serta tahapan panjang
Pilkada yang baru berpuncak 2017, unjuk kekuatan dan klaim itu tak beda dengan
buang-buang energi.
Pembaca, dua pasang bakal calon yang kita
terdaftar dan dalam proses verifikasi di KPU Bolmong, YSM-YT dan SBM-JT,
sama-sama hasil keputusan politik para elit parpol. Dua-duanya diusung oleh
parpol, bukan kandidat independen di mana orang per orang rakyat Bolmong (yang
memiliki hak pilih) menyetor KTP sebagai bentuk dukungan riil. Kalau kekuatan
rakyat hanya diukur dari banyaknya orang yang berkerumun dan mengekor di
belakang iring-iringan kandidat, lalu apa bedanya dengan pawai HUT Kemerdekaan
atau parade bunga?
Politik adalah pendidikan agar warga negara
memahami negara, kebangsaan, serta perangkat, pranata, tata cara, termasuk tata
laksananya. Klaim-klaim yang semata bertujuan dan ditujukan untuk pencitraan
yang galib dipraktekkan di kontestasi politik di BMR, menurut saya sangat tidak
mendidik kesadaran, kecerdasan, dan keawasan orang banyak; cenderung berbiaya
tinggi; pendewaan terhadap segilintir politikus; dan akhirnya sarat tendensi
''belantik sapi''.
Politikus, praktisi, dan para penasihat
politik di BMR umumnya yang malas belajar--membuat otak mereka juga kian
tumpul--alpa bahwa dinamika di negeri ini (apalagi global) sudah bersigegas
meninggalkan pencitraan dan politik berbiaya mahal. Kini politikus yang menjadi
kandidat kontestasi apapun diukur dari rekam jejak dan reputasinya. Maka, hanya
mereka yang benar-benar cerdas, berpihak pada orang banyak, dan konsisten yang
mendapat nama dan tempat. Mereka (Walikota, Bupati, dan Gubernur) adalah
orang-orang dengan kualitas seperti Walikota Risma (Surabaya), Ridwan Kamil
(Bandung), Dedi Mulyadi (Purwakarta), atau Ahok (DKI Jakarta).
Belajar dari praktek terbaik menemukan
pemimpin daerah seperti Risma dkk itu, saya kira belum terlambat bagi mereka
yang waras dan peduli untuk mengingatkan (lagi), yang akan dipilih (jika lolos
dari seluruh rangkaian proses) sebagai Bupati-Wabup Bolmong 2017-2022 adalah
YSM-YT dan SBM-JT. Kandidatnya adalah dua pasang politikus ini. Bukan Eyang,
DjM, Jainuddin Damopolii, MMS, ADM, atau siapapun yang merasa syur mengaku atau
diakui sebagai tokoh politik dan publik di Bolmong.
Yang perlu didengar adalah visi, misi,
kebijakan, strategi, dan rencana aksi dari pasangan YSM-YT dan SBM- JT. Yang
harus disimak adalah bagaimana dua pasang ini menjabarkan dan mengartikulasikan
komitmen dan rencana mereka terhadap Bolmong lima tahun mendatang. Yang mutlak
dicermati adalah rekam jejak dan reputasinya sebagai politikus dan pemimpin
orang banyak.
Rakyat Bolmong patut punya pemimpin yang
sebenar-benar pemimpin, bukan boneka sekelompok orang, apalagi sekadar pasangan
yang dihasilkan dari ''belantik sapi'' untuk kepentingan segelintir politikus
yang tujuannya akhirnya adalah perebutan kekuasaan untuk dibagi (atau
dipertengkarkan) di antara sesama mereka. Jadi, jika orang-orang hebat di
belakang YSM-YT atau SBM-JT naik panggung dan berkoar, mari kita nikmati
sebagai hiburan belaka. Toh biasanya
pidato dan ulah mereka juga cuma beda tipis dengan stand up comedy. Berkata ke Barat sembari (selalu terbukti) justru
menghambur ke Timur.
Kenyang dengan lawakan, konstituen di Bolmong tak perlu sungkan pula berpartisipasi dalam
lelehan air mata jika ada kandidat dan penyokongnya yang menjual keharuan
melalui ''strategi berurai tangis''. Menangis, kata aktor Bruce Willis pada
lawan mainnya, Damon Wayans, di The Last
Boy Scout (1991), baik untuk membersihkan jiwa. Asal, tancapkan di benak,
sungguh tipis belaka perbedaan dandi
dan kandi dalam bahasa Mongondow.
Apalagi orang yang pelo karena sedu sedan biasanya gampang mengacaukan dan
membolak-balik penempatan ''d'' dan ''k''.
Sebab, yang terpenting adalah sajian
utamanya: Apa dan bagaimana YSM-YT dan SBM-JT mempidatokan, mensosialisasi, dan
mentransparansi komitmen serta rencana mereka terhadap Bolmong di bawah
kepemimpinannya. Hanya kapten dan mualim kompeten yang mampu membawa kapal
besar kabupaten ini melewati tak terduganya ombak dan angin di samudera
peradaban.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
ADM: Aditya Didi Moha; BMR: Bolaang
Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang
Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow
Timur; Cabup: Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil Bupati; Dandi: Janji; DjM: Djelantik Mokodompit; Dkk:
Dan kawan-kawan; DKPP: Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu; Gerindra:
Gerakan Indonesia Raya; Kandi:
Dusta; KK: Kota Kotamobagu; KPU: Komisi Pemilihan Umum; KTP: Kartu Tanda Penduduk; MMS: Marlina Moha-Siahaan; Parpol: Partai Politik; PD: Partai Demokrat; PG: Partai Golkar; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; Pilwako: Pemilihan Walikota (dan Wakil Walikota); SBM-JT: Salihi B. Mokodongan-Jefry
Tumelap; SK: Surat Keputusan; YSM-YT: Yasti Soepredjo Mokoagow-Yani
Tuuk; dan Wabup: Wakil Bupati.