BERKACAMATA hitam, peci merah dipadu safari dengan pin entah apa di dada kanan,
orang tua bernama Kakek Zakaria itu berpose di lingkari sejumlah orang yang tak
kalah ‘’seramnya’’. Mereka juga mengenakan safari dengan emblem Merah-Putih di
dada kanan dan peci hitam ala Soekarno. Agar lebih menggetarkan, magis, dan
menegaskan kesan sakral, potret Kakek Zakaria ‘’and the gank’’ ini dilatari
bentangan bendera Merah-Putih.
Situs berita totabuan.co, Minggu, 27 September 2015, menulis, kakek yang
bermukim di Desa Inuay, Kecamatan Passi, Bolmong, ini mengaku diamanahi harta bernilai triliunan rupiah oleh Presiden
Pertama RI, Soekarno (http://totabuan.co/2015/09/kakek-70-tahun-mengaku-diamanahkan-harta-oleh-soekarno/).
Harta melimpah ini, menurut dia, berbentuk emas batangan, mata uang asing, dan sertifikat
obligasi yang disimpan di salah satu bank di Swiss, yang siap dicairkan untuk
kemaslahatan bangsa dan negara.
Luar biasa! Andai tidak menggunakan akal
sehat, saya segera melompat menuju bandara dan terbang ke Manado lalu
bersigegas ke Desa Inuay. Apalagi yang lebih hebat daripada mengetahui, melihat
langsung, bahkan—syukur-syukur—dapat bersalaman dengan penjaga harta Soekarno,
yang sungguh dibutuhkan di saat Indonesia tengah menghadapi gejala krisis
ekonomi seperti saat ini?
Tapi, tunggu dulu, samar-samar saya
mengingat pemberitaan beberapa media nasional pada 2012 lalu berkenaan dengan
demam ‘’harta karun warisan Soekarno’’. Benar saja, salah satunya adalah situs
berita vivanews.co.id yang pada
Kamis, 27 Desember 2012, mengunggah Benarkah
Ada Harta Soekarno di Bank Swiss? (http://nasional.news.viva.co.id/news/read/377706-benarkah-ada-harta-soekarno-di-bank-swiss-).
Empat alinea terakhir dari pemberitaan vivanews.co.id itu khusus membahas
tentang klaim Zakaria Sukaria Pota yang disebut berasal dari Bolmong, Sulut,
yang mengaku diberi kepercayaan menjaga harta warisan Soekarno. Bahkan,
disebutkan bahwa dia juga mengaku memiliki hubungan darah dengan Soekarno.
Pemberitaan ini juga yang dikutip totabuan.co,
yang selang beberapa saat menurunkan berita follow
up bertajuk Ternyata Modus Kakek
Zakaria Sudah Sejak 2011?
Namun, jauh sebelum vivanews.co.id, MetroTV
sudah menayangkan berita tentang Kakek Zakaria, lengkap dengan kepemilikannya
terhadap tongkat komando emas Soekarno dan tusuk konde (juga emas) Ibu Fatmawati.
Arsip tayangan berita ini kemudian diunggah di youtube.com pada Minggu, 29 Juli 2012, dan masih dapat ditonton
kembali di https://www.youtube.com/watch?v=dt4s_zK-0BI.
Di luar dua sumber kredibel itu, pada 2011 kisah
dan klaim Zakaria Sukaria Pota sudah bersiliweran, terutama di blog-blog yang doyan mengupas misteri,
alam gaib, mistitisme, dan sebangsanya—termasuk UFO. Yang saya perhatikan, hal
paling mencolok dari kisah tentang Kakek Zakaria ini bukanlah tentang aneka
benda bernilai tinggi yang disebut-sebut sebagai ‘’harta karun warisan
Soekarno’’, melainkan usianya. Vivanews.co.id
menuliskan usia Kakek Zakaria sudah mencapai 126 tahun (dengan demikian dia
semestinya masuk rekor dunia), sedang totabuan.co
(yang lebih saya percayai) mencantumkan bahwa yang bersangkutan berusia 70
tahun.
Mengapa saya repot-repot menelisik usia
Kakek Zakaria? Pembaca, kebohongan dan tipu-tipu memerlukan kecermatan terhadap
detail. Agar tak tertipu, terlebih melibatkan harta yang nilainya melelehkan
air liur, sebaiknya kita mulai menguji klaim dan pengakuan dari detail paling
sederhana. Dan itu yang akan saya lakukan terhadap pengakuan dan klaim Kakek
Zakaria.
Kalau saat ini dia berusia 70 tahun, maka
Kakek Zakaria pasti dilahirkan pada 1945, tahun saat negeri ini merdeka. Di
manakah dia dilahirkan? Bagaimana ceritanya hingga bersentuhan dengan Soekarno?
Seberapa jauh persentuhan mereka hingga Soekarno mempercayai dia melebihi
putra-putri kandungnya? Siapakah yang dapat bersaksi dan mengkonfirmasi bahwa
kakek Zakaria pernah berada di sekitar Presiden Soekarno, di Istana Negara
pula—sebagaimana klaimnya?
Mengingat kekuasaan Soekarno berakhir pada
1966 setelah dia menandatangani Supersemar, tatkala Kakek Zakaria baru berusia
21 tahun, kita mulai melihat ada petanda dusta dari cerita-cerita yang dia
sampaikan. Lebih penting lagi, apakah Guntur Soekarno Putra yang kini berusia
71 tahun, yang sepanjang masa kanak hingga remajanya berada terus-menerus
berada di sekitar ayahnya, mengenal Kakek Zakaria? Bukankah usia mereka hanya
terpaut setahun? Paling tidak, kalau Kakek Zakaria pernah berada di lingkungan
Istana Merdeka, maka dia pasti mengenal dan dikenal oleh Guntur.
Pengetahuan dan ingatan Guntur terhadap
ayahnya, peristiwa, dan orang-orang yang terlibat di sekitar Soekarno, harus
tidak disepelekan. Buku Bung Karno:
Bapakku, Kawanku, Guruku (1977) menjadi bukti bagaimana Guntur mampu
merekam banyak hal tentang Soekarno yang jauh dari pengetahuan publik. Tentu
kalau Soakarno memiliki tongkat komando emas dan Ibu Fatmawati punya tusuk
konde emas yang raib entah kemana, pasti dapat dikonfirmasi oleh putra tertua
pasangan ini: Guntur Soekarno Putra.
Hanya dengan sepintas menelusuri kisah
Kakek Zakaria, saya berkeyakinan dia sedang beromong-kosong dengan ‘’drama
harta karun warisan Soekarno’’. Apalagi, setidaknya dari seluruh informasi yang
dapat diverifikasi, klaim benda-benda emas itu tidak pernah dikonfirmasi oleh
ahli atau mereka yang memahami logam mulia ini. Siapakah yang pernah melakukan
tes—misalnya—terhadap tongkat, tusuk konde, dan batangan yang diklaim sebagai
emas murni ‘’warisan Soekarno’’ oleh Kakek Zakaria?
Yang lebih penting lagi, selain keluarga
besar sudah berulang kali membantah adanya ‘’harta karun warisan’’ Soekarno, di
masa itu hampir mustahil ada tokoh di Indonesia (Presiden sekalipun) yang perekonomiannya
tengah megap-megap, mampu mengakumulasi kekayaan luar biasanya banyaknya.
Jikapun Soekarno memang berniat menimbun harta yang kelak diwariskan pada
negara dan bangsanya, atau bahkan untuk anak-cucunya, dari mana sumbernya?
Dengan memahami sejarah Indonesia,
khususnya tentang Soekarno dan perekonomian Indonesia di bawah rezimnya,
kewarasan kita semestinya menyimpulkan, pengakuan dan klaim seperti yang
disampaikan Kakek Zakaria sebaiknya hanya dimaknai sebagai: cara menipu yang
sudah tak cerdas lagi (karena telah digunakan oleh banyak orang dengan modus
yang sama) atau tingkah orang gila untuk menarik perhatian sesama pengidap
kelainan jiwa.
Lagipula, kalau segala macam benda (emas
murni, mata uang asing, dan sertifikat obligasi) yang diklaim sebagai ‘’harta karun warisan
Soekarno’’ itu benar-benar ada di tangan Kakek Zakaria dan negara tidak
memperdulikan, sebagai pemegang amanah semestinya dia segera mencairkan dan
menggunakan untuk kemaslahatan orang banyak. Dia akan jadi pahlawan, Bupati
Bolmong, mungkin Gubernur Sulut, atau bahkan Menteri, dan siapa tahu malah
kandidat Presiden atau Wapres.
Itu sebabnya, agar tak menjadi spekulasi
dan berujung penyebab instabilitas, Polres Bolmong harusnya segera turun tangan
memeriksa kebenaran pengakuan dan klaim Kakek Zakaria; termasuk menguji
otentitas tetek-bengek yang diakui emas murni, mata uang asing, atau sertifikat
obligasi yang ada di tangannya. Kalau ternyata pengakuan dan klaimnya benar,
polisi akan ikut jadi pahlawan. Sebaliknya, jika cuma tipu-tipu dan kegilaan,
Kapolres Bolmoang dan jajarannya sudah melaksanakan tugas menyelamatkan banyak
pihak dari potensi tindakan kriminal atau malah berbuat baik mengurusi satu
lagi makluk meheng yang memerlukan
perawatan di RS Ratumbuysang.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
Bolmong: Bolaang Mongondow; Kapolres:
Kepala Resor Kepolisian; Polres:
Kepolisian Resor; RI: Republik
Indonesia; RS: Rumah Sakit; Sulut: Sulawesi Utara; Supersemar: Surat Perintah 11 Maret; UFO: Unidentified Flying Object; dan Wapres: Wakil Presiden.