‘’DRAMA’’ pendaftaran Cabup-Wabup Boltim, Selasa, 28 Juli 2015, berakhir anti
klimaks. Petahana, Sehan Landjar, berpasangan dengan Cawabup Rusdi Gumalangit,
yang diusung PAN, Hanura, Gerindra, PD, PKB, serta PKS dan Sam Sachrul
Mamonto-Medi Lensun yang digadang PDIP bersama Nasdem, hingga pukul 16.00 Wita
(batas waktu yang ditetapkan KPU Boltim) urung mendaftar.
Tanpa kandidat yang mengajukan diri, Pilkada
Boltim—yang merupakan bagian dari Pilkada serentak 2015—patut dicatat sebagai
prestasi nasional karena cuma setara ‘’cakar-cakaran murid TK memperebutkan
bangku di ruang kelas’’. Apalagi, berhari-hari sebelumnya masyarakat tak henti
dibombardi sesumbar salah satu pasang kandidat yang merasa paling siap. Pula,
di hari terakhir—dari tiga hari pendaftaran yang dibuka KPU Boltim—, orang
banyak begah disuguhi tontonan dan konvoi massa pendukung para kandidat.
Apa yang terjadi? Mengapa Sehan Landjar-Rusdi
Gumalangit yang mengusung tagline SERIUS—ihwal
slogan ini, ada yang mengirimkan BBM ke saya, bahwa yang lebih menggigit
harusnya SEBE RUGI, akronim ‘’Sehan Bersama Rusdi Gumalangit’’—dan Sachrul
Mamonto-Medi Lensun (SMILE) membatalkan proses pendaftaran mereka?
Berbagai informasi yang berhamburan,
terutama yang disajikan media massa pada Rabu, 29 Juli 2015, penuh spekulasi,
duga-duga, dan kilahan. Spekulasi dan duga-duga yang paling menonjol adalah,
dua pasang kandidat yang ‘’katanya’’ sudah mengantongi SK dari Parpol
pendukung, saling menunggu siapa yang mulai menjalan batu caturnya. Akan halnya
kilahan, dari kubu SERIUS, mengutip Ketua Tim Pemenangan, Yusra Alhabsi, Harian
Radar Bolmong (SMILE dan SERIUS Takut Mendaftar) menulis masalahnya terletak
dokumen pencalonan yang masih harus dilengkapi. Dari pihak SMILE, Sachrul
Mamonto beralasan, karena tidak ada pasangan calon lain, mereka menunda
pendaftarannya sebab toh tetap ada
kesempatan di babak kedua.
Saya memilih mengabaikan berbagai informasi
yang berkesiuran itu. Faktanya jelas: ada dua pasang Cabup-Cawabup di Boltim
yang terang-terangan berkompetisi dengan cara yang kekanak-kanakkan. Kalau yang
dimainkan adalah strategi dan taktik politik, maka mereka secara terbuka
menunjukkan ketidakhormatan dan meremehkan Parpol pengusung serta kecerdasan
konstituen Pilkada yang pantas tersinggung, sebab ternyata cuma dibuai
omong-kosong akrobat perebutan kursi kekuasaan.
Pasangan SERIUS yang beralasan masih
melengkapi dokumen pendaftaran, seperti dengan suka rela mengakui mereka tidak
didukung persiapan terencana dan solid. Bahwa pasangan ini lebih mendahulukan
perburuan SK dukungan Parpol dan menganggap enteng dokumen-dokumen persyaratan
yang lain. Syak yang lain: Jangan-jangan dukungan yang dikantongi belum
memadai?
Kalau pun dukungan telah memadai, menunda
pendaftaran yang sebelumnya sudah digembar-gemborkan, tak beda dengan
melecehkan Parpol yang telah men-SK-kan mereka. Tanpa dikatakan pun, orang yang
memahami praktik politik praktis tahu persis, salah satu syarat Parpol
mengeluarkan SK dukungan adalah kesiapan prima kandidat yang rekomendasikan.
Dokumen pendaftaran belum lengkap? Alasan macam apa ini? Kemana saja dan apa
yang dilakukan kandidat dan rombongan gentong nasi Tim Pemenangannya selama
ini?
Syukurlah umumnya Parpol memang masih dikelola
acak-acakkan, jauh dari manajemen politik yang berharga diri dan berintegritas.
Di tempat-tempat dengan praktik politik yang lebih dewasa dan tegas, dukungan
Parpol terhadap kandidat yang mendadak tidak siap, pasti segera ditarik. Tidak
ada faedahnya mengusung politikus yang tidak punya kemampuan paling mendasar
dalam manajemen kepemimpinan: menyiapkan diri sendiri.
Sama dengan bercapek-capeknya Sachrul
Mamonto seharian di KPU Boltim menunggu mendampingi SERIUS mendaftarkan diri,
sebab dia adalah Ketua PAN Boltim yang menjadi jangkar pendukung pasangan ini.
Apa pesan dan pelajaran yang patut dipetik publik dari tingkah pahlawan
kesiangan ini? Sachrul ingin menunjukkan jiwa besar? Moralitas, etika, dan
integritas politik? Atau sekadar mengolok-olok SERIUS yang sukses merampas
rekomendasi dan SK DPP PAN dari tangannya?
Saya harus minta maaf pada Sachrul (saya
akui, dia adalah salah satu sahabat yang tetap karib dan penuh hormat walau
sudah berada di posisi elit politik dan publik), tetapi kehadirannya di KPU
Boltim menunggu mendampingi pendaftaran pencalonan SERIUS adalah puncak
pelecahan terhadap diri sendiri. PAN sudah melepeh dia. Kinerja politiknya yang
kinclong—fraksi utuh dan jabatan
Ketua DPRD Boltim—, yang seharusnya menghasilkan kepercayaan penuh DPP PAN, justru
dinafikan dengan rekomendasi dan SK untuk SERIUS. Ditambah lagi, bila PAN masih
Parpol yang punya harga diri, integritas, sistem, dan manajemen yang tertata, dia
seharusnya terkena sanksi serius karena mbalelo dengan bersikukuh mencalonkan
diri melawan kandidat partainya.
Jadi, apa yang kau cari dan ingin buktikan
lagi, Sachrul? Kenyataan politik (praktis) memang pahit. Jauh dari romantisme
kepahlawan hitam-putih yang suka digambarkan film-film Hollywood. Bersikap
bagai domba tak berdosa di tengah para buaya, sama dengan menunggu lampu merah
menyala, tengah malam buta, di jalan di jantung gurun terpencil di mana
kendaraan yang lewat seharian dapat di hitung dengan jari tangan, sebelum
menyeberang. Tindakan ini tidak salah. Sangat benar dan heroik, sekaligus bodoh
tak ketulungan.
Kembali pada penundaan pendaftaran, alasan
SMILE pun sama tidak bermutunya. Mengetahui, memahami, menganalisis, dan
menetapkan strategi memenangkan Pilkada adalah proses yang kompleks dan
komprehensif, dengan menitikberatkan pada pencapaian keunggulan-keunggulan
dibanding pesaing. Maka pesaing memang menjadi faktor penting yang harus
diperhitungkan. Tetapi dengan meletakkan faktor ini menjadi yang paling utama,
SMILE justru mengorbankan keuntungan terpenting dari proses perebutan fokus
perhatian para pemilih: kepastian terhadap pilihan.
SMILE dan tim pemenangannya tampaknya terlalu
masyuk mematut kepentingan mereka serta mencermati langkah-langkah SERIUS yang
dipersepsikan sebagai pesaing terkuatnya. Mereka mengabaikan perkembangan
politik lebih luas, terutama wacana dan perdebatan berkaitan dengan alternatif
konstitusional bila ada daerah yang ternyata hanya punya satu pasang calon
dalam Pilkada serentak 2015.
Dengan tetap mendaftar dan menjadi calon
tunggal, sekali pun Pilkada ditunda, SMILE tak kehilangan nilai tambah. ‘’Panggung’’
Sachrul Mamonto sebagai Ketua DPRD Boltim (sebab tahapan Pilkada berhenti, maka
proses mundurnya di DPRD juga boleh dong
dihentikan) tidak terganggu, sementara Sehan Landjar yang masa jabatan
Bupati-nya segera berakhir, harus bekerja keras berlipat-lipat agar tetap ada
di benak para pemilih. Keunggulan lain yang juga diluputkan adalah ide yang
kini berkembang, bahwa Pilkada tetap dilaksanakan dan pasangan tunggal yang
terdaftar bertarung melawan kotak kosong; atau bahkan cukup dibawa ke Sidang
Paripurna DPRD dan disahkan.
Itu sebabnya, batalnya SERIUS dan SMILE
mendaftar di hari terakhir pendaftaran Cabup-Cawabup di Pilkada Boltim, bukan
sekadar sebuah titik balik proses politik. Peristiwa ini menjadi krusial
sebagai penakar kualitas kepemimpinan dua pasangan calon pemimpin Boltim
2016-2021. Sedihnya, mereka sama-sama mengecewakan. Sama-sama tak memiliki
kualitas terpenting yang mutlak dimiliki setiap pemimpin publik: kemampuan
manajemen, merumuskan strategi, dan keberanian mengambil risiko.
Apa yang mereka pertontonkan menunjukkan,
SERIUS dan SMILE tidak sedang mempraktekkan politik yang berpihak dan
mengindahkan kepentingan umum. Yang mereka deder di depan umum adalah politicking. Kamus daring MacMillan (http://www.macmillandictionary.com/dictionary/british/politicking) mendefinisikan politicking sebagai: ‘’political activity by someone who is only interested in doing things for their own advantage, not in helping other people’’. Relakah
masyarakat Boltim memilih pemimpin egois yang hanya mengedepankan kepentingan
mereka di atas hajat hidup orang banyak?
Menurut saya, tanpa kemampuan manajemen,
merumuskan strategi, dan keberanian mengambil risiko, SERIUS dan SMILE hanya
punya modal minim: keinginan dan ambisi meraih jabatan politik dan publik
tertinggi di Boltim. Artinya, mereka hanya seperempat pemimpin. Celakanya,
bahkan pemimpin dengan bekal yang utuh belum tentu mampu berkontribusi maksimal
bagi kesejahteraan dan kemaslahatan yang dipimpin, apalagi politikus yang hanya
sejenis KW2?
Saya sungguh bersimpati dan berempati
terhadap Boltim dan masyarakatnya.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
BBM:
BlackBerry
Messenger; Boltim:
Bolaang Mongondow Timur; Cabup:
Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil
Bupati; DPP: Dewan Pengurus Pusat; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Gerindra: Gerakan Indonesia Raya; Hanura: Hati Nurani Rakyat; KPU: Komisi Pemilihan Umum; KW: Istilah untuk menunjukkan kualitas
barang. Tingkatannya mulai dari Ori (untuk menunjukkan produk asli), KW Super
(hampir sepurna seperti produk asli), KW1 (mendekati produk asli), KW2 (mirip
produk asli), dan seterusnya: Nasdem:
Nasional Demokrat; PAN: Partai
Amanat Nasional; Parpol: Partai
Politik; PDIP: Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan; Pilkada: Pemilihan
Kepala Daerah; PKB: Partai
Kebangkitan Bangsa; PKS: Partai
Keadilan Sejahtera; SK: Surat
Keputusan; TK: Taman Kanak-kanak;
dan Wita: Waktu Indonesia Tengah.