BATAS wilayah Boltim dan Mitra tiba-tiba kembali jadi isu hangat di
hari-hari belakangan ini. Mulanya ada bisik-bisik dan kasak-kusuk bahwa Bupati
Boltim, Sehan Landjar, telah menukar tapal batas Boltim-Mitra dengan
kepentingan politiknya. Lalu, isunya menjadi tak terkendali, menyerempet
kiri-kanan hingga menohok sejumlah tokoh publik dan politik di dan dari Sulut.
Salah satu ekor rumor liar itu bahkan
memercikkan bara yang mengobarkan ‘’api hubungan’’ antara Eyang—sapaan populis
Sehan Landjar—dan dua tokoh muda di Boltim, Ahmad Alheid dan Ahmad Ishak—atau
yang lebih populer dikenal sebagai ‘’Matt Jabrik’’. Ihwal silang-selisih trio
ini sudah saya tuliskan di blog ini
pada Kamis, 16 April 2015 (Harga
‘’Murahan’’ Silang Selisih Eyang dan Duo Mat-Matt).
Saya tidak tahu perkembangan terkini serangan
Eyang terhadap duo Mat-Matt. Mudah-mudahan mereka telah rukun, damai, dan
sejahtera. Harapan ini penting, terutama buat Eyang, yang karena isu tapal
batas Boltim-Mitra, tampaknya juga membuat hubungannya dengan sejumlah elit,
terutama Gubernur Sulut SH Sarundajang, Sekprov Rahmat Mokodongan, dan anggota
DPR RI Yasti Mokoagow, kini deman dan meriang berat.
Pernyataan Eyang yang dikutip situs Harian Tribun Manado, Kamis (14 Mei 2015), di
berita dengan tajuk Sekprov Sulut Sebut
Tapal Batas Boltim-Mitra Sudah Selesai (http://manado.tribunnews.com/2015/05/14/sekprov-sulut-sebut-tapal-batas-boltim-mitra-sudah-selesai), secara implisit
menuduh beberapa elit Sulut—termasuk Gubernur—memperdayai dia. Bahwa tapal
batas Boltim-Mitra belum selesai karena masih di tangan Kemendagri dan dalam
posisi status quo.
Akan halnya Yasti Mokoagow, saya mendapat informasi bahwa di
beberapa kesempatan Eyang menuduh anggota DPR RI Dapil Sulut asal PAN ini
adalah ‘’provokator’’ dalam isu tapal batas Boltim-Mitra. Musababnya: dalam
reses beberapa waktu lalu, Yasti yang melakukan pertemuan dengan konsituennya
di Boltim, mendapat pertanyaan berkenaan dengan kepastian penetapan tapal batas
Boltim-Mitra. Kata informasi yang disampaikan ke saya, jawaban dari anggota DPR
RI ini adalah: isunya sudah selesai karena Bupati Boltim, Bupati Mitra, dan
Pemprov Sulut sudah mencapai kesepakatan.
Pembaca, kita semua pasti bertanya: apa sebenarnya yang sedang
terjadi? Benarkan para elit tertentu di Sulut tega memperdaya Bupati Boltim?
Betulkah Yasti Mokoagow adalah politikus provokator yang sengaja
mengipas-ngipasi isu tapal batas itu, padahal Sehan Landjar sedang
memperjuangkan hak hakiki Boltim dan masyarakatnya?
Kalau kita berdiri di sisi Bupati Boltim, simpulan mudahnya
adalah: Gubernur Sulut dan jajaran Pemprov serta anggota DPR RI Yasti Mokoagow
adalah para elit yang perilakunya sungguh tercela; sedang Bupati Boltim adalah
politikus yang pantas didaulat sebagai pahlawan rakyat. Sebaliknya, andai kita
memilih berada di sisi Gubernur dan jajaran Pemrov serta mempercayai info dari
Yasti, maka jelaslah Sehan Landjar adalah pejabat publik dan politikus yang
tingkat kebohongannya sudah berada di taraf sungguh gawat.
Di tengah sangkarut itu, ada baiknya semua pihak tidak
memperkeruh situasi. Karena itu, saya lebih memilih mengedepankan fakta
berdasarkan catatan yang bersifat publik dan dokumen resmi yang berkaitan
dengan isu tapal batas Boltim-Mitra, yang kebetulan saya miliki. Saya akan
memulai dengan menukil berita Landjar-Tjanggulung
Sepakat, Batas Boltim-Mitra Rampung yang dipublikasi situs Harian Tribun Manado, Rabu, 3 April 2015 (http://manado.tribunnews.com/2013/04/03/landjar-tjanggulung-sepakat-batas-boltim-mitra-rampung).
Di dalam berita itu jelas disebutkan, pada
hari itu, di Ruang Huyula, Kantor Gubernur Sulut, bersamaan dengan
penandatanganan pakta integritas dan rapat koordinasi kepegawaian se-Provinsi
Sulut, Bupati Sehan Landjar dan Bupati Telly Tjanggulung menandatangani
kesepakatan tapal batas Boltim-Mitra. Peristiwa ini, menurut Tribun Manado, dihadiri dan disaksikan
Bupati dan Walikota se-Sulut.
Berita tersebut saya pastikan 100% benar.
Saya bahkan memiliki copy dokumen
yang dibuka dengan kalimat ‘’Pada hari ini Rabu Tanggal Tiga Bulan April Tahun
Dua Ribu Tiga Belas….’’ dengan tanda-tangan Bupati Sehan Landjar di sisi kiri,
Bupati Telly Tjanggulung di sisi kanan, dan di tengah bawah ‘’Mengetahui’’
Gubernur Sulut SH Sarundajang. Kesepakatan yang diabsahkan Bupati Boltim dan
Mitra ini berisi empat poin, dengan poin 1 yang rinci menjabarkan batas-batas
wilayah yang telah disepakati.
Saya kutipkan poin 1 sesuai isu dokumennya:
‘’Bahwa batas yang disepakati adalah persimpangan Batas antara Kabupaten
Minahasa Tenggara dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur serta Kabupaten
Minahasa Selatan yang berada di puncak Gunung Tukusan dengan ketinggian Gunung
1.230 m dari permukaan laut, arah ke Timur menyusuri punggung Gunung sampai ke
Gunung Muntoi, kearah Timur menyusuri punggung Gunung menuju puncak Gunung
Mangangaan, kearah Timur menyusuri punggung Gunung menuju puncak Gunung
Mabiringan, kearah Timur menyusuri punggung Gunung menuju Gunung Buku +
300 m dari arah Jalan Tombatu menuju Desa Pisa Kecamatan Tauluaan, kearah Timur
menyusuri punggung Gunung dari arah Timur kearah Selatan menyusuri punggung
Gunung menuju puncak Gunung Kayu Manis kearah Barat Daya menyusuri punggung
Gunung masuk Ulu Sungai Buyayat,
menyusuri Sungai menuju Sungai Lambat terus kearah Selatan menyusuri sampai
dipersimpangan Sungai Buyat dan Sungai Lambat, dari persimpangan Sungai Lambat
dan Sungai Buyat masuk ke Sungai Buyat menyisir/menyusuri Sungai Buyat sampai
di Jembatan Buyat ke Selatan sampai di muara Sungai Buyat (Teluk Buyat).’’
Kutipan itu sebagaimana dokumen aslinya
yang diimbuhi tanda-tangan Bupati Boltim, Bupati Mitra, dan Gubernur Sulut.
Eyang dapat mengkonfirmasi benar-tidaknya kutipan yang saya cantumkan. Tentu dia
juga dapat mengkonfirmasi apakah ada paraf yang dibubuhkan atau tidak. Yang
jelas, copy dokumen yang saya miliki
tak perlu diragukan otentitasnya. Termasuk otentitas poin 2 yang mengatakan
Penentuan Titik Koordinat dan Pembuatan Peta Batas dilakukan bersama oleh
Pemkab Boltim dan Mitra dengan difasilitasi Pemprov Sulut.
Pertanyaannya: Apakah penentuan titik
koordinat dan pembuatan peta batas wilayah dilakukan bersama-sama oleh jajaran
Pemkab Boltim-Mitra? Kalau jawabannya ya, tentu saja kedua pihak pasti memiliki
copy dokumen yang diklaim diparaf
oleh Eyang (sebagaimana kutipan berita situs Tribun Manado, Kamis, 14 Mei 2015). Kalau kemudian ada satu pihak
yang bertindak curang, menyodorkan ‘’sesuatu’’ yang berbeda dengan yang dibuat
bersama-sama, dengan cara kerja yang bertanggung jawab dan profesional, bukan
perkara sulit membuktikan ada pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat.
Saya kuatir poin 2 dari kesepakatan yang
ditandatangani pada Rabu, 3 April 2013, sesungguhnya tidak pernah diwujudkan
dengan serius oleh Bupati dan jajaran Pemkab Boltim. Lebih gawat lagi, publik
bisa (dan pantas) bersyak, dalam soal penentuan tapal batas dan proses
selanjutnya, Eyang ‘’bermain sendiri’’, termasuk tidak melibatkan DPRD Boltim.
Padahal, untuk urusan sepenting tapal batas wilayah, Bupati mutlak melibatkan
DPRD.
Tak pelak, memang ada masalah yang sangat
krusial berkenaan dengan isu termuktahir tapal batas Boltim-Mitra. Pendek kata:
ada salah satu pihak yang patut diduga curang atau justru layak disebut
pembohong besar.
Lepas dari siapa yang benar di antara para
elit yang sedang tak sejalan itu, sebagai sahabat saya tak henti mendukung
Eyang dengan nasihat—yang barangkali tidak ada gunanya juga: Mohon
dipertimbangkan untuk ber-hobi yang lebih produktif dan positif, misalnya
memelihara mujair di karamba atau bebek di Bunong, ketimbang kesukaan
menciptakan aneka gonjang-ganjing. Hobi yang pertama minimal menghasilkan
protein hewani, sedang yang kedua maksimal cuma membuat segala jenis dan nama
hewan berseliweran di tengah-tengah kalimat orang banyak yang sudah pegel dan jengkel.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Dapil:
Daerah Pemilihan; DPR: Dewan
Perwakilan Rakyat; DPRD: Dewan
Perwakilan Rakyat; Kemendagri:
Kementerian Dalam Negeri; Minsel:
Minahasa Selatan; Mitra: Minahasa
Tenggara; PAN: Partai Amanat
Nasional; Pemkab: Pemerintah
Kabupaten; Pemprov: Pemerintah
Provinsi; RI: Republik Indonesia; Sekprov: Sekretaris Provinsi; dan Sulut: Sulawesi Utara.