LEBIH sebulan karyawan PT JRBM di operasi tambang Lanut berselisih dengan
manajemen perusahaan. Senin, 26 Januari 2015, DPRD Boltim bahkan menggelar
dengar pendapat demi mengurai ketidaksepahaman karyawan-manajemen ini.
Biasanya saya tidak terlampau ambil pusing
terhadap urusan internal perusahaan seperti itu. Di lingkungan perusahaan
dengan skala operasi cukup besar, yang mempekerjakan ratusan orang, selalu ada
ketidakpuasan. Terlebih bila SP ikut terlibat. Apalagi, sepengalaman saya, di
perusahaan tambang (JRBM adalah perusahaan tambang) isu-isu yang disoal biasanya
tak jauh dari jadwal kerja dan libur (roster),
jenjang karir, serta salary and benefit.
Tak salah, sebab isu yang kini memantik
silang-selisih karyawan dan manajemen PT JRBM di operasi tambang Lanut,
sebagaimana yang saya simak dari situs Tribun
Manado (http://manado.tribunnews.com/2015/01/26/manajeman-jrbm-tak-penuhi-tuntutan-karyawan),
adalah urusan bonus 2014 yang sebelumnya sudah dijanjikan oleh manajemen.
Menurut situs ini, dengar pendapat itu dipimpin Ketua Komisi II, Argo Sumaiku,
dan dihadiri sejumlah anggota DPRD Boltim, Asisten II Pemkab Boltim, Kadis
ESDM, dan Kadisnaker. Dari PT JRBM, selain para karyawan, yang hadir adalah GM Rendi
Martono, Manager HRD Suhada, dan Manajer Eksternal Adhi Prasetyo.
Semestinya dengar pendapat di DPRD Boltim
itu adalah ikhtiar menjernihkan masalah. Kenyataannya, yang berlangsung adalah
dagelan DPRD yang sekedar ‘’tunjung jago’’, aparat Pemkab Boltim yang tak punya
sikap—sebab tampaknya buta tuli wewenang dan tanggung jawabnya—, dan tipu-tipu
wakil manajemen perusahaan dengan alasan gaya ‘’pura-pura gila’’.
Sebagai wakil manajemen, GM PT JRBM di
operasi tambang Lanut, mengemukakan bonus tak dapat diberikan karena dua
tahun terakhir perusahaan tak bisa memenuhi target produksi. Sedang Manajer
Eksternal berkilah, dengan mengutip PKB, yang bonus diberikan dengan dua
syarat: safety dan pencapaian target
produksi. Safety tercapai, target produksi tidak.
Sementara SK yang menjadi pegangan karyawan yang menggugat, katanya, hanya
bagian upaya memacu semangat kerja.
Dari yang saya baca, kemudian beberapa
telepon pendek ke sejumlah orang yang tahu persisnya isunya, dapat disimpulkan:
seharusnya mulut dua wakil manajemen perusahaan yang hadir itu pantas disumpal
dengan fulungku. Khusus terhadap Manajer Eksternal, saya kira bila kutipan
dari Tribun Manado itu sebagaimanya
yang dia ucapkan, karyawan PT JRBM operasi tambang Lanut, Pemkab, DPRD, dan
masyarakat (khususnya) sekitar tambang pantas mengusir yang bersangkutan keluar
dari Mongondow sesegera mungkin. Dia bukan hanya manajer yang buruk, tapi juga
pendusta dan manipulator licik.
Klausal bonus 2014 yang kini
dipersilangselihkan, sesuai SK (lebih tepatnya memo) manajemen tidak
menyebutkan syarat safety atau target
produksi, tetapi kinerja karyawan. Terminologi kinerja sendiri dapat bersifat
individu atau komunal karyawan, yang tidak mutlak berhubungan dengan produksi.
Karyawan boleh punya kinerja terbaik, tetapi bila cebakan yang sedang diolah low grade atau kapasitas produksi
sengaja diturunkan karena harga emas sedang rendah, maka produksi sangat
mungkin tidak sesuai dengan rencana awal.
Saya tidak tahu apa latar belakang
pendidikan Manajer Eksternal PT JRBM yang mewakili manajemen di dengar pendapat
dengan DPRD Boltim itu. Tetapi saya kira, dengan omongan yang setara kentut,
dia lebih tepat jadi gembala bebek ketimbang menjadi profesional di perusahaan
tambang berstandar Tbk. Selain disumpal dengan fulungku, diusir dari Bolmong,
dia pantas pula ditempeleng dengan dokumen PKB PT JRBM. Barangkali dengan
demikian dia bisa menata keselarasan otak dan mulutnya, bahwa memo bonus 2014
adalah kebijakan manajemen yang tidak punya hubungan sama sekali dengan klausal
PKB.
Pembaca, isu yang langsung maupun tidak
menaikkan tensi sosial dan ekonomi Boltim ini sesungguhnya amat sangat
sederhana. Manajemen PT JRBM, khususnya di operasi tambang Lanut, telah
menjanjikan bonus 2014—lewat surat resmi—kepada para karyawannya. Janji bonus
ini tidak diimbuhi klausal apapun kecuali kinerja karyawan yang takarannya
adalah pemenuhan tanggungjawab dan kewajiban sesuai scope of work dan key
performance indicator individu atau komunal—tergantung pada performance mana yang ditakar. Pokoknya:
pada akhir 2014 karyawan, sesuai tingkatan kinerjanya, akan menerima bonus.
Sebagai latar, PT JRBM adalah bagian dari
PT J Resources Asia Pacific Tbk yang listed
di BEI (IDX). Artinya, perusahaan ini setidaknya punya standar manajemen yang
lolos dari syarat dan prasayarat BEI. Dengan demikian, orang banyak tidak perlu
meragukan bahwa perusahaan ini setidaknya dikelola dengan manajemen yang baik,
bukan model warong biapong atau kedai
kopi yang ‘’tiba saat, tiba akal’’.
Tegasnya, yang ingin saya katakan adalah, seluruh
operasi dan biaya yang dibutuhkan perusahaan (termasuk Capex dan Opex) untuk 2014
telah dikalkulasi, direncanakan dengan matang, dan tersedia sebelum akhir 2013.
Termasuk bonus yang dijanjikan manajemen. Saya berkeyakinan Presdir dan jajaran
direksi PT JRBM tak sedang mabuk cap tikus pada Juli 2014, lalu ujug-ujug membuat dan meneken surat
keputusan pemberian bonus.
Dengan tidak memenuhi janji memberikan
bonus 2014, silang-selisih antara karyawan dan manajemen PT JRBM sesungguhnya
tidak lagi berada di wilayah PHI, melainkan tindak pidana penipuan yang
penyelesaiannya dapat segera dimulai dengan laporan ke Polres Bolmong.
Masalahnya, apakah dengar pendapat di DPRD Boltim yang dipimpin Ketua Komisi II
telah dengan cermat menelaah memo janji bonus itu hingga tahu persis bahwa janji
manajemen perusahaan itu adalah penipuan? Apakah pula Kadis-Kadis yang terlibat
dalam dengar pendapat benar-benar menjalankan tanggung jawabnya dan bukan
sekadar ‘’kerbau dicocok hidung’’-nya PT
JRBM?
Bagi saya pribadi, sebagai warga Mongondow,
penipuan yang dilakukan PT JRBM di operasi tambang Lanut terhadap karyawannya
sendiri, mengkonklusi banyak pertanyaan. Salah satu adalah pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat (community
development) yang pasti tercantum sebagai salah satu pasal yang wajib
dilaksanakan setiap perusahaan pemegang KK di Indonesia.
Saya—dan juga kebanyakan warga Mongondow,
lebih khusus yang berada di sekitar tambang Lanut—patut bersyak, jangan-jangan PT
JRBM menjalankan kewajiban pemberdayaan dan pengembangan masyarakatnya hanya
dengan tipu-tipu dan manipulasi. Apalagi perusahaan ini tidak pernah secara
transparan membeberkan apa saja yang sudah mereka lakukan. Bahkan tidak juga
lewat laporan keberlanjutan (sustainability
report) yang sudah menjadi praktek umum di kalangan perusahaan yang
kredibel dan layak dipercaya.
Dengan kasus tipu-tipu bonus itu, Pemkab
dan DPRD Boltim harus mengevaluasi kembali seluruh operasi PT JRBM di operasi tambang
Lanut (juga Pemkab dan DPRD Bolmong serta Bolsel di operasi tambang Bakan).
Bukan tidak mungkin ada banyak tipu-tipu lain yang disembunyikan, hingga cukup
alasan mengusir mereka dari wilayah Mongondow. Jika Pemkab dan DPRD tidak punya
cukup keberanian—entah karena kadung makan suap (praktek yang umum di kalangan perusahaan
tambang dengan ketatalaksanaan yang longgar)—, jangan salahkan kalau kemudian
orang banyak yang akan melakukan.
Terus-terang, saya menyimpan
kecurigaan—khususnya—terhadap Pemkab Boltim yang terkesan tak mengambil
tindakan apa-apa, padahal operasi tambang Lanut adalah salah satu (kalau bukan
satu-satunya) penyumbang PAD signifikan kabupaten ini. Bupati Boltim yang
biasanya tangkas menunjukkan perhatian terhadap masalah yang dihadapi
rakyatnya, dalam isu mogok karyawan PT JRBM, tiba-tiba seperti kura-kura yang
meringkuk menyembunyikan kepala. Apa karena mayoritas karyawan PT JRBM di
operasi tambang Lanut bukan warga Boltim? Atau karena ada apa-apanya antara
perusahaan ini dengan Bupati dan jajarannya?
Apa yang mesti ditakutkan oleh Pemkab dan
DPRD? PT JRBM hengkang dari Mongondow? Tidak masalah, sebab diusir karena cuma
mempaktekkan tipu-tipu atau mengakhiri operasi tambangnya sesuai rencana,
kewajiban perusahaan ini terhadap dampak sosial dan lingkungannya tidak akan
gugur begitu saja. Lagipula, sepanjang pemerintah—dari daerah hingga pusat—menjalankan
kewajibannya dengan tertata laksana, saya yakin investor tambang yang serius
akan antri menanamkan duitnya di Mongondow. Termasuk men-take over operasi tambang PT JRBM.
Pemkab dan DPRD yang bersih dan punya harga
diri tidak akan membiarkan ada praktek bisnis yang melecehkan, apalagi dengan modus
tipu-tipu terhadap pemangku kepentingan utamanya, seperti yang terjadi antara
karyawan dan manajemen PT JRBM di operasi tambang Lanut.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
BEI:
Bursa Efek Indonesia; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim:
Bolaang Mongondow Timur; Bolsel:
Bolaang Mongondow Selatan; Capex:
Capital Expenditure; DPRD: Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah; ESDM:
Energi dan Sumber Daya Mineral; GM:
General Manager; IDX: Indonesia
Stock Exchange; JRBM: J Resources
Bolaang Mongondow; Kadis: Kepala Dinas;
Kadisnaker: Kepala Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi; KK: Kontrak Karya; Opex:
Operational Expenditure; Pemkab:
Pemerintah Kabupaten; PHI:
Perselisihan Hubungan Industrial; PKB:
Perjanjian Kerja Bersama; Polres:
Kepolisian Resor; PT: Perseroan
Terbatas; SK: Surat Keputusan; SP: Serikat Pekerja; dan Tbk: Terbuka.