Wednesday, October 16, 2024

Doa, Duit, dan Darah: Memohon Maaf Bukanlah Aib

MINGGU pagi, 13 Oktober 2024, saya masuk ruang kedatangan Bandara Sam Ratulangi dengan agak sempoyongan. Kantuk berat menggantung akibat konsumsi obat batuk sungguh mendesak segera dituntaskan.

Praktis dua hari setelahnya saya menghabiskan waktu dengan memuaskan istirahat. Hanya sedikit mengurusi urusan kantor, sekilas menegok keriuhan berita penyusunan kabinet Presiden (terpilih) Prabowo, dan sepintas menyimak perkembangan Pilwako KK. 

Rabu, 15 Oktober 2024, batuk mereda, energi mulai pulih, dan tensi Pilwako KK langsung disodorkan di depan hidung saya. Sepotong video yang merekam orasi Yasti Soepredjo Mokoagow saat berkampanye untuk Paslon Nomor 3. Saya kaget, terutama karena kata yang digunakan dan cara menyampaikannya. 

Jika diringkus menjadi pesan pendek, Yasti kurang lebih menekankan tiga hal berkaitan dengan optimisme kemenangan Paslon Nomor 3. Dia yakin calon yang didukung bakal menang karena pasangan ini punya dukungan tiga hal penting: doa, duit, dan darah. 

Sebelum urusan saya pribadi dengan Yasti jadi spekulasi, saya men-disclosure: kami punya hubungan yang sangat baik dan cukup dekat (setidaknya ini menurut versi personal saya). Saya tidak akan menyerang dia, apalagi mengkritik keras--terlebih mempermalukan. Bahwa kemudian, kali ini, di Pilwako KK kami berbeda pendapat dan dukungan (saya terang-terangan mengumumkan mendukung pasangan Meiddy-Syarif), ini soal demokrasi biasa.

Makanya, saya tidak paham siapa yang disebut ''sebelah'' dalam video pendek yang saya tonton, yang di dalamnya juga ada orasi dari Benny Rhamdani. Pejabat negara sekaligus suami dari calon Wawali KK Paslon Nomor 3. Tapi karena Paslon paling miskin (dari semua aspek, kecuali dukungan konstituen) adalah paslon Nomor 1, absah saja ada syak bahwa beberapa diksi keras yang disampaikan memang ditujukan untuk pasangan Mesra. 

Entahlah dengan Meiddy. Tapi masak Yasti tega melontarkan sese' (kata yang sungguh melecehkan) kepada, paling tidak Syarif, yang bertahun-tahun punya hubungan sangat baik dan dekat dengan dia? Yang menyapa dia ''Mbak'' dengan penuh hormat.

Tapi baiklah, mari kita lanjutkan perbedaan pandangan dan pendapat di Pilwako KK ini dengan cara sebaik-baik manusia. Perbedaan di antara manusia, merujuk Khalifah Ali bin Abi Thalib (599-661 M), jika tidak bertemu dalam banyak hal, pada akhirnya mesti diingatkan: kita bersua di titik kemanusiaannya manusia. Hanya dengan kemanusiaan, manusia masih ditempatnya sebagai makluk dengan posisi tertinggi di antara para hewan.

Doa, duit, dan darah untuk menang Pilwako. Ini praktik politik yang saya kenal selama ini hanya sebagai spekulasi. Doa, urusannya antara individu dengan Allah SWT, setidaknya demikian ajaran Islam yang saya anut dengan takzim, hati-hati, dan penuh kepasrahan. Dan untuk perkara ini, saya berhenti sampai di sini.

Duit, ya, setiap urusan memerlukan biaya. Apakah duit adalah segala-galanya? Dahulu kala ada kartu yang diproduksi oleh Hallmark, yang suka menaruh kata-kata bijak pengingat, semacam: ''Money can buy a house, but not a home; Money can buy a bed, but not sleep; Money can buy a clock, but not time; Money can buy a book, but not knowledge; Money can buy food, but not an appetite; atau Money can buy you friends, but not love.'' 

Duit bisa membeli massa, tapi saya tidak yakin apakah tumpukan tinggi rupiah (seberapa menggunung pun itu) cukup banyak untuk membeli dukungan. Apalagi untuk membeli harga diri mayoritas penduduk KK. 

Di tanah Mongondow, bahkan jika kita sama sekali tidak punya dan memerlukan bantuan, mohon diberikan dengan penuh hormat. Kami na'a in-boga' bi', ta' aka mo bogoy, yo na'ai bi' ta moko kuyang kon gina.

Dan darah? Apa maksudnya pernyataan ini? Apakah maksudnya jika Paslon Nomor 3 akan dimenangkan sekalipun dengan menumpahkan darah? Atau, jika Paslon Nomor 3 kalah, maka darah akan tumpah?

Bila hari ini para pendukung Paslon Nomor 3 bagai disengat kalanjengking sibuk memberikan klarifikasi, sejujurnya: mengarang-ngarang alasan cuma bikin urusan makin kusut. Akui saja, karena lidah memang tak bertulang, ada yang terpeleset dan terlampau bersemangat hingga sesaat kehilangan kontrol. 

Orang Mongondow adalah bangsa pemaaf. Apalagi untuk orang-orang yang ditokohkan. Memohon maaf bukan aib. Bahwa memohon pemaafan itu bakal mengurangi sedikit jumlah dukungan, masih lebih baik daripada pernyataan ''darah'' ini terus menggelendung dan jadi batu pemberat yang mempercepat tenggelamnya Paslon Nomor 3.

Diksi seram, apalagi disampaikan dengan berapi-api, dalam setiap event yang melibatkan massa, memang efektif membakar otak orang ramai. Tapi di zaman ini, ketika pengetahuan sudah dibagikan tanpa sekat, di mana orang mudah mengecek fakta dan rekam jejak, kata-kata hanya bertuah ketika menemukan konteks dan masuk akal. 

Massa, secara teoritis, adalah kelompok yang kehilangan pikiran pribadi ketika bertemu dalam kerumunan. Tapi saat mereka kembali menjadi orang per orang, individu yang dengan akal sehat yang telah pulang ke kepala, emosi orang ramai akan kehilangan kesaktian.

Orang per orang dengan akal sehat itu dipertontonkan oleh ibu-ibu, para perempuan, dan mereka yang gotong-royong menyiapkan kampanye Paslon Nomor 1 di Matali, Selasa malam, 15 Oktober 2024. Hal yang sama juga dilakukan oleh warga di Poyowa Kecil; dan--yang saya dengar--juga oleh masyarakat Sinindian. Pernyataan menggetarkan saya peroleh langsung dari mereka yang terlibat, bahwa, ''Calon cukup datang. Samua torang so sadia.'' 

Orang-orang yang barangkali memang tidak punya banyak duit sedang mengumpulkan keikhlasan di antara sesama dan menunjukkan: yang diremehkan punya cara sendiri merayakan harga dirinya,

Massa yang berkumpul di kampanye Paslon Nomor 1 di Matali adalah bukti bahwa kesadaran pribadi yang dikumpulkan dengan mengedepankan akal sehat sungguh melebihi nilai duit. Dan bukankah politik semestinya demikian? Kita ingin memilih pemimpin sesuai dengan keinginan dan harapan kita; dan untuk itu kita akan melakukan bersama-sama.

Duit kehilangan magnet dan pesonanya ketika orang-orang yang sadar politik turut turun tangan. Pada kenyataannya, orang banyak yang warga biasa, punya pendapat sendiri, atas kesadaran sendiri. Mereka punya simpati dan empati sendiri, apalagi Paslon Nomor 1 memang nir segala-galanya.

Tidak ada yang katanya tokoh yang berdiri di belakang mereka karena sudah diborong habis Paslon lain; duit mendekati pas-pasan saja sudah syukur; partai pendukung juga cukup bandrol saja. Yang mereka punya, menurut pendapat saya yang boleh didebat dan dibantah oleh sesiapapun, mereka hanya punya dua modal paling dasar: dukungan dari konstituen yang sudah bertahun-tahun dibina dan hak politik sebagai politikus dengan fakta rekam jejak yang sulit diperdebatkan.

Wali Kota-Wawali adalah jabatan politik untuk kepentingan publik. Calon Wali Kota Meiddy Makalalag adalah ketua parpol peraih kursi terbanyak Pemilu 2024 di DPRD KK dan Syarif adalah ketua parpol yang dua Pemilu berturut-turut beroleh satu fraksi di DPRD KK. Dua Paslon lain?

Tanpa bermaksud mengecilkan Paslon yang lain, jika kita ingin memilih petinju pemenang yang tahu persis cara bertinju, maka pilihlah dia yang cukup latihan dan sudah membuktikan diri lewat pertandingan. Memilih yang mendadak bertinju hanya karena punya uang bejibun serta didukung promotor hebat, adalah tindakan bodoh tak bernalar. Kecuali jika mendadak bertinju itu adalah Superman, Spiderman, atau Batman.

Meiddy-Syarif sudah membuktikan mereka adalah petinju juara. 

Saya sudah menyampaikan pendapat. Jika ini dianggap sebagai kampanye, maka biarkan demikian adanya.*** 

Singkatan dan istilah yang digunakan:

Bandara: Bandar Udara; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; KK: Kota Kotamobagu; Mesra: Meiddy-Syarif; Paslon: Pasangan Calon; Pilwako: Pemilihan Wali Kota (dan Wawali); SWT: Subhanahu Wa Ta'ala; dan Wawali: Wakil Wali Kota.