TELAH 19 hari, terhitung sejak Selasa, 29 November 2016, kasus dugaan
pencabulan oleh oknum (mantan) Kabid di Dinas PU dan (mantan) Ketua KNPI KK ada
di tangan Polres Bolmong. Di media massa, kendati sepotong-sepotong dan tak
sinkron antar satu aparat dengan lainnya, orang banyak rutin beroleh info
perkembangannya. Hasilnya, selamat untuk polisi, sejauh ini kinerja mereka
tetap selambat siput pilek dengan capaian sebundar dan sehijau telur bebek.
Tidak setiap hari ada kasus seterang dan
sejernih dugaan cabul oknum ASN Pemkot KK yang oleh MKE sudah dicopot dari
jabatannya, yang ditangani PPA Polres Bolmong. Yang proses penyidikannya telah
memanggil lebih dari 10 saksi, hatta pula termasuk ahli pidana (luar biasa! Di
bagian mana kasus ini yang tidak dipahami penyidik dan atasannya? Sebab
mahasiswa hukum semester empat saja sudah bisa mengkonklusi dengan mudah).
Namun, alih-alih tindak pidananya kian terang, yang bersiliweran justru
gosip-gosip bau amis kongkalingkong terduga-aparat dan cara kerja ecek-ecek polisi.
Dengan sedikit lebih cermat dan sabar
mengumpulkan fakta (juga bukti-bukti), busuk yang meruyak itu tampaknya lebih
dari sekadar gosip. Toh
selidik-menyelidik dan investigasi bukan ilmu yang cuma dikuasai kepolisian.
Dalam banyak kasus, ahli dan pakarnya bahkan bergiat di luar urusan penengakan
hukum.
Supaya tak jadi fitnah dan spekulasi yang
berujung dugaan tindak pidana baru, mari kita selisik (lagi) faktanya dengan
hati-hati. Pada Selasa, 29 November 2016, oknum Kabid di Dinas PU KK mengajak
seorang siswi PSG yang baru berusia 16 tahun meninjau proyek jalan di wilayah
Moyag. Ketika itu hujan deras, lokasi dan jalan yang mereka lalui tergolong
sepi. Lalu ada tindakan tak senonoh yang dilakukan oknum bejad ini. Apa
bentuknya, tentu tak perlu dibeber detail sebab tulisan ini bukan artikel
porno. Lagi pula, setiap tindak pidana yang melibatkan perempuan, terlebih
berusia di bawah umur, mutlak mesti mengindahkan perlindungan terhadap korban.
Yang jelas ada pemaksaan dan kekerasan
fisik yang dibuktikan dengan visum et repertum. Ada upaya pembungkaman terhadap
korban dengan duit senilai lebih Rp 700 ribu (Kabid kok doyan recehan?). Ada pula pelecehan dengan menurunkan terduga
korban di salah satu ruas jalan di kelurahan tempatnya bermukim (akal sehat
bilang, jika semuanya normal belaka, orang yang bertanggung jawab semestinya
mengantarkan seorang anak perumpuan di bawah umur, minimal hingga ke depan
kediamannya). Tak kurang penting, kejadiannya berlangsung pada jam kerja ASN
dan waktu praktik siswi PSG yang jadi terduga korban.
Ada laki-laki dewasa (seusia ayah terduga
korban) yang punya kuasa dan pengaruh (serta, tentu saja, uang); ada terduga
korban, remaja perempuan yang masih sekolah, yang diajak (bukan turut dengan sukarela,
terlebih menawarkan diri); di tempat sepi dan jauh dari pantauan umum; dan ada
kejadian tak senonoh. Pencabulan. Tidak perlu punya ilmu kepolisian kelas wahid
untuk menyimpulkan: terdapat dominasi dalam kasus ini. Oleh om-om (gatal) kepada
anak perempuan. Dari yang punya kekuasaan dan kuat (termasuk kuasa uang)
terhadap yang dianggap have no power dan
lemah.
Tapi, itulah, setelah 19 hari berlalu
dengan sejumlah saksi dan temuan, Polres Bolmong masih tertingkah bagai kucing
berputar-putar mengejar ekor. Padahal bukti-bukti sudah melimpah. Ada korban,
visum et repertum, uang yang dipaksa diberikan, bahkan juga keputusan MKE yang
mencopot oknum terduga pelaku dari jabatannya. Bukti apa lagi yang diperlukan,
kecuali alasan yang diada-adakan dan manipulatif entah untuk meringankan terduga
atau--lebih gila lagi--supaya dia lolos dari jerat hukum.
Penyidikan polisi yang dapat diikuti publik
di media, hanyalah puncak gunung es kasus ini. Di bawahnya ada tali-temali
kusut yang saling bersinggungan dan membelit. Cuma sekadar gosip dan mulu-mulu? Tunggu dulu, bagi yang paham
''kebudayaan orang Kota'', mulu-mulu
justru kerap adalah kebenaran umum yang tidak diformalkan. Fakta yang pengetahuan
yang diperlakukan sebagai tahu-sama tahu sajalah.
''Lendir'' kasus dugaan cabul itu memang sudah
memercik ke mana-mana. Kata mulu-mulu,
misalnya, terduga masih ongkang-ongkang kaki karena dia sebenarnya mendapat
''perlindungan'' Walikota Tatong Bara. Proteksi ini bagai ruas ketemu buku
karena Kasat Reskrim Polres Bolmong juga tak kurang gigih melindungi yang
bersangkutan. Kepentingan Walikota terhadap oknum ASN itu berkaitan dengan
kemungkinan buka mulutnya dia soal permainan proyek di PU KK, yang ''konon''
terkait langsung dengan orang nomor satu Pemkot ini. Demikian pula Kasat Reskrim
yang jauh sebelum kasus ini ''katanya'' sudah menikmati berkah keuntungan dari
hubungannya dengan terduga, yang terjalin lewat seorang polisi yang jadi
anggotanya.
Yang sedap dari mulu-mulu ''orang Kota'', para pengantar ceritanya tak sekadar
bicara. Mereka suka menganjurkan bukti-bukti, mulai dari sekadar rekaman capture WA dan BBM, rekaman suara yang
diambil diam-diam, hingga dokumen yang terkait dengan kisah yang diantarkan.
Dalam soal mulu-mulu dan gosip itu, saya memilih netral dan menunggu
orang-orang yang disebut membuktikan sendiri kebenaran atau ketidakbenarannya.
Terutama Kasat Reskrim Polres Bolmong, yang--sekali lagi
''katanya''--mati-matian mencoba meringankan posisi terduga, dari mengulur-ngulur
proses penahanan hingga mencari-cari alasan agar alih-alih dijerat dengan UU
No. 23/2002 yang kemudian diubah dengan UU. No. 35/2014 dan terakhir
disempurnakan dengan Perppu No. 1/2016, tindak pidananya justru dikenai KUHP.
Masak iya polisi, terlebih di jabatan Kasat
Reskrim, tak cermat membaca UU dan Perppu itu, serta KUHP, lalu pura-pura
meluputkan bahwa definisi hukum anak di Indonesia adalah mereka yang berusia di
bawah 18 tahun?
Di sisi berlawanan, ''lendir'' oknum
terduga cabul itu menyasar pula orang-orang yang sama sekali tidak punya kaitan
dan kepentingan. Maka muncullah tuduhan aneh seperti ada Wawali KK, Djainuddin
Damopolii, di balik aksi mendukung tuntutan hukuman terhadap terduga, termasuk
demonstrasi yang digelar sejumlah orang, karena rivalitas politiknya dengan
Walikota. Nama lain yang dikait-kaitkan adalah anggota DPRD KK, Begie Ch.
Gobel, hanya karena dia menerima aspirasi para pengunjuk rasa pada Senin, 5
Desember 2016.
Namun, di antara semua mulu-mulu yang sampai di kuping saya, yang paling menggelikan
adalah pernyataan ASN yang kini berdiri sebagai salah satu pembela gigih
terduga cabul itu. Begitu bernafsunya, ASN ini bahkan tak henti bersafari
menemui pihak-pihak yang dianggap dapat dia lunakkan, khususnya keluarga
terduga korban. Pernyataannya, kurang lebih, bahwa mengedepannya kasus cabul
ini di KK tak lepas dari peran saya (melalui sekelompok orang dekat) tersebab
rivalitas dengan dia yang berakar sejak zaman mahasiswa.
Saya terbahak-bahak begitu diberitahu siapa
ASN dimaksud. Ada persaingan apa dengan si megalomania narsis itu? Saya tidak pernah
ingat ada persentuhan kepentingan dengannya sejak masa mahasiswa, apalagi
kemudian setelah saya meninggalkan kampus dan sepenuhnya bekerja di luar BMR. Tak
pula saya tahu ketika itu dia tergolong orang penting di kampus dan perlu saya
saingi.
Ai, betapa menggelikannya. Boleh-boleh saja
Anda merasa punya rivalitas dengan saya, Bung. Tapi jika itu seperti cinta,
Anda bertepuk sebelah tangan. Soalnya, jangankan merasa bersaing, menganggap penting
Anda saja sama sekali tak terlintas di benak saya. Memangnya siapa Anda?
Pencabulan dan kekerasan terhadap perempuan
di bawah umur yang kini jadi isu panas di KK adalah fakta tak tertolak dan
hampir mustahil dimanipulasi. Bagi para pembela terduga pelaku, terima saja
kenyataan ini. Bahwa kemudian dia mesti dijerat dengan UU Perlindungan Anak
yang telah disempurnakan dengan Perppu No. 1/2016, satu-satunya penyelamat yang
mungkin adalah sesegera mungkin menjalani persidangan. Memperpanjang-panjang
urusan dengan mengulur-ngulur waktu cuma menarik kesengsaraan menjadi lebih
lama. Siapa suruh tak kuat menahan gatal karena terujung kronis.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
ASN: Aparatur Sipil Negara; BBM:
BlackBerry Messenger; BMR: Bolaang
Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang
Mongondow; DPRD: Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah; Kabid: Kepala Bidang;
Kasat: kepala Satuan; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia;
KUHP: Kitab Undang-undang Hukum
Pidana; MKE: Majelis Kode Etik; Pemkot: Pemerintah Kota; Perppu: Peraturan Presiden Pengganti UU;
Polres: Kepolisian Resor; PPA: Perlindungan Perempuan dan Anak; PSG: Praktik Sistem Ganda; PU: Pekerjaan Umum; Reskrim: Reserse Kriminal; UU: Undang-undang; WA: WhatsApp; dan Wawali:
Wakil Walikota.