TERSELIP di tengah isu dugaan cabul oknum Kabid Dinas PU yang juga Ketua
KNPI KK, peristiwa itu tak mendapat perhatian umum. Padahal, kejadiannya bisa
menjadi salah satu indikator bagaimana pemerintahan di Pemkab Bolmong
digulirkan serta--yang tak kurang--perilaku dan budaya ASN di daerah ini.
D Hotel Sutan Raja Kotamobagu, Selasa, 6
Desember 2016, Bupati Bolmong, Adrianus Nixon Watung, membuka FGD RPJMD
2017-2022. Sebab banyak di antara hadirin, para pimpinan SKPD dan staf, hanya
sibuk bermain ponsel dan tak menyimak sambutan yang disampaikan, tulis totabuan.co (http://totabuan.co/2016/12/merasa-tak-dihargai-pj-bupati-bolmong-tinggalkan-rapat/),
Bupati marah besar. Saking marahnya, dia bahkan segera meninggalkan tempat.
Situs berita itu menulis pula, dari 32
SKPD, 12 pimpinannya mangkir dari FGD. Akan halnya kemarahan Bupati, dikutiplah
Sekretaris Bappeda, Renti Mokoginta, yang menukil pernyataan orang nomor satu
Pemkab ini, bahwa, ''Ndak ada guna kita
baca sambutan sementara ngoni ndak perhatikan.''
Bila benar Bupati mengeluarkan perkataan
seperti itu sebelum mengakhiri sambutannya dan meninggalkan tempat
berlangsungnya acara, dia menambah daftar panjang prestasi lucu-lucunya sejak
dilantik memimpin (sementara) Bolmong, Rabu, 20 Juli 2016. Bupati, maraju dang? Somo menyerah?
Peristiwa pertama yang pantas diberi senyum
lebar adalah saat Bupati Watung mencabut izin operasi perusahaan yang
mengembangkan kelapa genjah di wilayah Tiberias, PT Melisa Sejahtera. Tindakan
ini diambil, tulis pilarsulut.com,
Kamis, 15 September 2016 (http://www.pilarsulut.com/2016/09/bupati-bolmong-hentikan-aktifitas-pt-melisa-sejahtera-sementara/),
karena desakan warga yang dilakukan dengan menutup akses jalan di Trans
Sulawesi.
Yang patut membuat terbahak adalah
pernyataan Asisten I Pemkab Bolmong, Chris Kamasaan, sebagaimana dikutip Media Sulut, Selasa, 15 November 2016 (http://mediasulut.co/detailpost/warga-poigar-serang-bupati-bolmong),
yang menjadikan keamanan sebagai alasan. Menurut Kamasaan, ''Saat Bupati menuju
Manado, dihadang oleh ratusan warga Poigar. Saat itu jalan trans diblokade warga
selama lima jam. Bupati sudah terjepit, jadi mau tidak mau Bupati mengambil
sikap mencabut izin PT Malisa Sejahtera.''
Gampang benar mencabut izin perusahaan yang
sudah menempuh jalan panjang agar legalitas investasinya terjamin. Cilaka betul
nasib duit miliaran yang ditanamkan di Bolmong, karena mudah diombang-ambing
semata karena Bupati punya urusan di Manado dan tertahan unjuk rasa sejumlah
orang yang kebenarannya masih tanya-tanda. Apa sulitnya meminta polisi
membubarkan paksa aksi yang sudah mengganggu kepentingan umum dan mengancam
stabilitas daerah?
Dengan Bupati mudah tunduk pada tekanan
massa, investasi yang digembar-gemborkan bakal ditarik deras ke Bolmong
akhirnya ''omdo'' saja. Alih-alih efisien, efektif, dan tepat sasaran,
urusannya malah cuma menambah panjang daftar biaya dengan berputar-putar dari
satu gugatan melawan gugatan yang lain.
Kejadian kedua yang membuat saya terkekeh
adalah terlibatnya beberapa orang non pemerintah (terutama aktivis tak jelas
dan ''konon katanya'' staf khusus Bupati) dalam proses penyusunan RKA Bolmong
2017, pekan pertama dan kedua November 2016. Saya ingat persis peristiwa ini
karena keterlibatan salah satu oknum ''liar'' itu bahkan lalu-lalang jadi
status fb.
RKA
merupakan turunan kesekian RPJPD dan RPJMD yang disusun oleh TAPD.
Berdasar Permendagri No. 54/2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Pasal 2, lingkup perencanaan
pembangunan daerah terdiri atas RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD, dan Renja
SKPD. Dengan memahami lingkup
perencanaan dan urutannya ini, kita tahu (dan dalam prakteknya memang demikian)
keterlibatan pemangku kepentingan (unsur DPRD, TNI, POLRI, Kejaksaan,
akademisi, LSM/Ormas, tokoh masyarakat, pengusaha/investor, pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pemerintahan desa, dan kelurahan serta
keterwakilan perempuan dan kelompok masyarakat rentan termajinalkan) penting
diindahkan. Namun, tentu saja ada waktu dan tempatnya. Tidak di seluruh
rangkaian perencanaan dimaksud.
Dari terminologinya, TAPD tegas menyatakan
''pemerintah daerah''. Aktivis tak jelas, apalagi cuma staf khusus (atau justru
khusus staf sebab tak bisa lebih dari itu), tidak termasuk dalam terminologi
''pemerintah daerah''. Maka keterlibatan oknum-oknum itu, yang tentu
sepengetahuan Bupati, adalah kreativitas berlebihan yang tidak pada tempatnya.
Untuk menghindari silap, saya bahkan menanyakan hal-ihwal ini kepada beberapa
birokrat senior yang khatam urusan perencanaan dan anggaran.
Seperti biasa, di balik sesuatu yang tak
umum--apalagi melanggar aturan dan kepatutan--, selalu ada bisik-bisik yang
berkembang subur. Menurut percakapan yang disampaikan dari kuping ke kuping,
terlibatnya oknum-oknum liar itu karena kompromi dan sikap akomodatif Bupati
agar mereka tak jadi rongrongan terhadap keyamanannya. Masuk akal, sebab salah
satu aktivis yang ikut cawe-cawe
dalam penyusunan RKA diketahui adalah orang yang paling getol memimpin
penolakan ditunjuknya Watung sebagai Penjabat Bupati Bolmong. Sedang staf
khususnya, ya, pasti ''gila urusan'' yang tidak punya pengetahuan memadai tata
cara dan tata laksana pemerintahan.
Masalahnya, apa dasar hukum dan aturan keterlibatan
mereka itu? Lebih memalukan lagi, oknum-oknum itu selama ini banyak mulut
(utamanya di media) seolah-olah jadi pengontrol kelurusan jalannya pemerintahan
dan salah satu mata air akal sehat di Bolmong yang bergiat tampa pamrih?
Nyatanya, maaf saja, cuma orang-orang bodoh yang tak tahu aturan dan kepatutan.
Lain soal kalau Bupati, setelah TAPD
selesai melaksanakan tugas, meminta presentasi dengan didampingi aktivis, staf
khusus, atau sesiapa pun yang dia anggap mampu membantu dan berkontribusi
terhadap penyempurnan RKA yang akan diajukan. Cara ini benar, tidak merusak
sistem, menghormati para ASN yang diembani tanggung jawab menyusun RKA, dan
menutup peluang oknum-oknum bejad mengail di air keruh dengan memanfaatkan
kedekatan, ketidaktahuan, atau--lebih celaka lagi-- paranoia Bupati.
Dan puncak lelucon yang dipentaskan Bupati
Bolmong dalam beberapa bulan terakhir ini adalah maraju meninggalkan forum FGD karena diabaikan Kepala SKPD dan ASN
yang hadir. Lalu apa setelah itu? Cuma meminta Kepala SKPD yang mangkir dicatat
dan sudah? Bila demikian adanya, mari kita menyambut dengan tepuk tangan dan
tawa lebar untuk Bupati Bolmong.
Saya yakin, pengabaian 12 SKPD untuk hadir
dan main ponselnya ASN peserta FGD saat Bupati menyampaikan sambutan, dilakukan
dengan sadar setelah mereka mengobservasi kepemimpinannya. Mereka tahu,
sekalipun marah terhadap ketidakpatuhan dan pelanggaran terang-terangan, Bupati
Watung bakal ragu mengambil tindakan tegas. Kan cukup digertak dengan
pengerahan massa atau elus saja bokong tukang bisiknya Bupati dengan lembaran
rupiah, jabatan dan posisi bakal aman tenteram.
Bupati, ketika Gubernur Sulut melantik
Anda, saya yakin tugas yang diembankan tidak sekadar menjadi ''pemeran
pengganti sementara''. Anda dibekali kekuasaan dan wewenang, ''tongkat'' yang
dapat digunakan untuk menunjuk, mengarahkan, mencambuk, bahkan melibas mereka
yang tak becus; atau justru menepuk-nepuk pundak dan mengangkat ASN yang
menunjukkan profesionalisme dan kinerja optimal. Karena kekuatan yang
dimilikinya, ''tongkat'' ini tak pantas digunakan sebagai ''diki-diki'' orang maraju.
Tentu saja, dengan tetap mendukung dan
percaya Bupati bakal dengan tegas menunjukkan tanggung jawab dan wewenang yang
diemban, masyarakat luas, khususnya di Bolmong, menunggu apa tindakan dia selanjutnya?
Abis di maraju kong pake diki-diki pulang
menyerah pa Gubernur? Atau, melibas semua yang menghalangi penegakan
disiplin, profesionalisme, dan kinerja pemerintahan di Bolmong?***
Singkatan dan Istilah yang Digunakan:
APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; ASN: Apratur Sipil Negara; Bappeda: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Bolmong: Bolaang Mongondow; FGD: Focus Group Discussion; Kabid: Kepala Bidang; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia; Omdo:Omong Doang; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Permendagri: Peraturan Menteri Dalam Negeri; Ponsel: Telepon Selular; PU: Pekerjaan Umum; Renja: Rencana Kerja; Renstra: Rencana Strategis; RKA: Rencana Kerja dan Anggaran; RKPD: Rencana Kerja Pemerintah Daerah; RPJMD: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; RPJPD: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah; SKPD: Satuan Kerja Perangkat Daerah; Sulut: Sulawesi Utara; dan TAPD: Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; ASN: Apratur Sipil Negara; Bappeda: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Bolmong: Bolaang Mongondow; FGD: Focus Group Discussion; Kabid: Kepala Bidang; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia; Omdo:Omong Doang; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Permendagri: Peraturan Menteri Dalam Negeri; Ponsel: Telepon Selular; PU: Pekerjaan Umum; Renja: Rencana Kerja; Renstra: Rencana Strategis; RKA: Rencana Kerja dan Anggaran; RKPD: Rencana Kerja Pemerintah Daerah; RPJMD: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; RPJPD: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah; SKPD: Satuan Kerja Perangkat Daerah; Sulut: Sulawesi Utara; dan TAPD: Tim Anggaran Pemerintah Daerah.