BUPATI Sehan Landjar diduga menempeleng seorang seorang remaja tanggung,
warga Bangunan Wuwuk, Kecamatan Modayag, Boltim, Rabu malam (30 September
2015). Tak lama setelah mendapatkan info ini, saya yang sedang berada di luar
Jakarta, menerima tautan situs zonabmr.com,
Lagi, Sehan Landjar Dipolisikan, Kali ini
Diduga Tampar Bocah (http://www.zonabmr.com/read/319213/lagi-sehan-landjar-dipolisikan-kali-ini-diduga-tampar-bocah.html).
Belum sempat mencerna informasi yang serba
samar itu, lewat tengah malam atau Kamis menjelang dinihari, 1 Oktober 2015,
saya menerima tautan baru dari situs yang sama, Eyang: ‘’Apa Ngana Pe Maksud Tu Komkomci?’’ (http://www.zonabmr.com/read/319433/eyang-apa-ngana-pe-maksud-tu-komkomci.html).
O, tampaknya perkara tempeleng itu berkaitan dengan ‘’komkomci’’ yang memang belakangan
menjadi salah satu isu panas berkenaan dengan Pilkada dan kandidat
Cabup-Cawabup Boltim 2016-2021.
Dengan berupaya sangat netral, jeli, dan
hati-hati, saya mencoba memahami duduk-soal dua pemberitaan berturut itu. Di
berita pertama diungkapkan bahwa ada seseorang bernama Noval Sumendap yang
ditampar oleh Eyang. Di berita kedua, Eyang menjelaskan bahwa memang ada
peristiwa yang melibatkan dia di daerah Bangunan Wuwuk, akibat sapaan yang
dibalas dengan perkataan ‘’komkomci’’ oleh orang yang kebetulan dia kenal, Weli
Rompas (di media lain ditulis Welly Rompas).
Tetapi, dengan tegas Eyang membantah
melakukan pemukulan. Artinya, walau berita pertama dan kedua yang diunggah zonabmr.com memang berhubungan, tidak ada insiden yang
terjadi. Sebab, Eyang hanya turun dari mobilnya karena perkataan ‘’komkomci’’
dan menghampiri kendaraan berisi Weli Rompas dan istrinya dari sisi kiri. Situs
berita ini mengutip, ‘’Kita turun nda bapegang pa dia pe oto. Dia di stir, kita
ada di sei pa depe bini, di sebela kiri, di pintu kiri. Kong ada polisi ada
samua sekitar 20 orang stow di situ.”
Bantahan yang disampaikan Eyang itu juga dikutip Radar Bolmong, Jumat, 2 Oktober 2015, Bupati Boltim Dipolisikan (http://radarbolmongonline.com/2015/10/bupati-boltim-di-polisikan/). Serial bantahan
ini terus berlanjut di zonabmr.com, Jumat, 2 Oktober 2015, Merasa Dicemarkan Nama Baik, Tim SERU Lapor
Welly Cs (http://www.zonabmr.com/read/325004/merasa-dicemarkan-nama-baik-tim-seru-lapor-welly-cs.html)
serta totabuan.co, Bupati Boltim Melapor
di Polres (http://totabuan.co/2015/10/bupati-boltim-melapor-di-polres/).
Sebagai peristiwa dan fakta, isu Eyang
menempeleng Noval Sumendap sudah bergulir ke wilayah hukum karena kedua belah
pihak sama-sama melapor ke Polres Bolmong. Orang banyak tentu menunggu apa kata
‘’hukum’’ lewat penyelidikan dan penyidikan polisi. Walau, saya pribadi hampir
skeptis dengan Polres Bolmong dalam urusan kasus atau dugaan tindak pidana yang
melibatkan pejabat publik, politisi, atau tokoh di daerah ini. Sepengetahuan saya, sebagaimana yang
diberitakan media massa (lokal) beberapa waktu lalu, Polres Bolmong biasanya
hanya sangat gesit tatkala menangani pinjam-pakai kendaraan dari Pemkot dan
Pemkab di BMR untuk ‘’operasional’’ beberapa petingginya.
Tentu saya tak berani asal tulis.
Pemberitaan manadoexpress.co, Senin,
30 Maret 2015, Empat Bulan Menjabat,
Kapolres Bolmong 'Koleksi' Mobil Mewah (http://manadoexpress.co/berita-6603-empat-bulan-menjabat-kapolres-bolmong-koleksi-mobil-mewah.html),
menjadi salah satu buktinya. Terlebih pemberitaan ini sama sekali tak pernah
dikoreksi atau dibantah oleh Polres maupun Kapolres Bolmong.
Kembali ke isu penempelengan yang sudah
dengan tegas dibantah oleh Eyang. Pertama,
media umumnya menulis—juga berdasar kutipan langsung—bahwa isu ini dimulai
karena ada perkataan ‘’komkomci’’ yang dilontarkan, yang membuat Eyang
tersinggung. Pertanyaan saya: Apa tafsir Eyang terhadap ‘’komkomci’’? Mengapa kata ini jadi
mengundang ketersinggungan, padahal pengertian dan penggunaannya di BMR justru
berkonotasi lucu dan menggemaskan?
Kalau ‘’komkomci’’ kemudian berubah makna
(yang sebanarnya lumrah di jagad bahasa), khususnya berkaitan dengan Bupati
Boltim sebagai pejabat publik atau Eyang dalam posisi pribadi, lalu kata ini
menimbulkan ketersinggungan, artinya dia memang berkonotasi negatif hingga
menjadi penghinaan? Kalau memang demikian, buat apa Eyang repot-repot turun
dari mobil untuk menegur Weli (atau Welly) Rompas?
Sebagai Bupati, apa sulitnya dia melaporkan
‘’peng-komkomci’’ itu ke polisi karena penghinaan, perbuatan tidak
menyenangkan, atau sejenisnya. Turun dari kendaraan, kemudian ‘’melabrak’’
orang yang mengucapkan ‘’komkomci’’ karena tersinggung, jauh dari menunjukkan
kualitas bijaksana, cerdas, dan terkontrol dari seorang Bupati. Sebagai sahabat
dekat Eyang, saya sedih dan menyesalkan karena aksinya itu lebih tepat
dilakukan kriminil yang tertangkap basah dan malu, ketimbang seorang pejabat
publik yang berharga diri dan berada di jalur yang benar dari aspek perilaku
pribadi.
Kedua, remaja tanggung yang mengaku ditempeleng Eyang, Noval Sumendap,
melaporkan dugaan terjadi tindak pidana terhadap dia ke Polres Bolmong.
Sebaliknya, Eyang juga malaporkan namanya dicemarkan; bahkan juga meminta
polisi mengusut dalang di balik pengakuan sang korban.
Sejujurnya, agak tak masuk akal jika Noval,
warga Boltim yang—hingga peristiwa itu terjadi—masih dipimpin oleh Eyang,
melaporkan Bupatinya sendiri (sosok yang punya pengaruh dan pendukung kuat)
tanpa berdasar fakta sangat kokoh. Jika pengakuan bahwa dia ditempeleng oleh
Eyang sekadar karang-karangan dan fitnah, saya harus mengatakan: dia tak beda
dengan kerbau yang sangat tidak berotak, terganggu jiwa tingkat tinggi seperti
Jenderal ‘’Zakaria Pota atawa Arudji Paputungan’’ Soedirman, atau—barangkali—memiliki
urat kawat dan otot besi yang ampuh menahan serangan balik Bupati dan pendukunnya.
Sungguh terlalu jika ada warga Boltim yang silap
mengenali Eyang, yang sebagaimana klaimnya, ‘’…
hele gonone deng lalar kanal pa kita.’’ (zonabmr.com, Rabu, 23 September 2015, Tak Perlu Pasang Baliho, Eyang: “Biar lalar deng gonone kanal pa kita”,
http://www.zonabmr.com/read/299173/tak-perlu-pasang-baliho-eyang-biar-lalar-deng-gonone-kanal-pa-kita.html).
Itu sebabnya, saya lebih percaya bahwa
Noval memang ditempeleng oleh Eyang, yang sudah naik darah dan memerlukan
penyaluran emosinya. Hanya, dia boleh dibilang sekadar korban yang berada di
tempat yang salah, di waktu yang salah, dan situasi yang salah.
Namun, siapa yang benar dan pendusta di
antara kedua pihak yang kini berseberangan itu, kita tunggu dengan saksama
sembari berharap: Polres Bolmong terlebih dahulu menyelidiki dan menyidik
laporan Noval sebagai terduga korban; ketimbang Eyang sebagai terduga pelaku dan
pelapor pencemaran nama baik. Sekali lagi, saya kuatir karena dalam kasus-kasus
yang melibatkan ‘’orang kuat’’ di wilayah Mongondow, Polres Bolmong sudah
berulang kali terbukti gampang ‘’masuk angin’’ dan lebih memihak yang punya
kuasa dan uang.
Dan ketiga,
baik Eyang maupun Tim SERU—tampaknya ini singkatan terakhir, setelah SERIUS,
untuk pasangan Sehan Landjar-Rusdi Gumalangit—, eksplisit menuduh ada dalang di
balik laporan Noval ke Polres Bolmong (zonabmr.com,
Jumat, 2 Oktober 2015, Merasa Dicemarkan
Nama Baik, Tim SERU Lapor Welly Cs, http://www.zonabmr.com/read/325004/merasa-dicemarkan-nama-baik-tim-seru-lapor-welly-cs.html
dan Sabtu, 3 Oktober 2015, Lantaran
‘’Komkomci’’, Bupati dan Warganya Saling Lapor (http://www.zonabmr.com/read/325315/lantaran-komkomci-bupati-dan-warganya-saling-lapor-polisi.html).
Tuduhan ini sekadar spekulasi ala teori konspirasi atau fakta dengan
bukti-bukti tak terbantahkan? Alangkah luar biasanya—jika sosoknya memang
ada—sang terduga dalang yang mampu mengatur rangkaian peristiwa yang melibatkan
Eyang, Weli (atau Welly), Noval, dan serombongan orang di Bangunan Wuwuk, yang
tampaknya adalah insiden emosional, sebagai bagian dari rencana rapi jali
merusak nama seorang Bupati yang juga petahana Pilkada Boltim 2015.
Sadarkah Eyang dan Ketua Tim Pemenangan
SERU, Yusra Alhabsyi, jika tuduhan itu ternyata pepesan kosong, cuma mo kase kabur aer, konsekuensinya bisa
beraneka rupa: mulai dari sinisme paranoid orang panik hingga konfirmasi pada
warga Boltim bahwa Bupati yang mereka puja dan banggakan lima tahun terakhir
ini ternyata hanya berintegritas kacangan.
Menghadapi isu tempeleng ini, Eyang memang
harus merapatkan barisan, mengumpulkan bukti-bukti, serta membuktikan validitas
bantahan dan tuduhannya. Bila tidak, bukan tak mungkin dia dan tim
pemenangannya hanya memperlebar jurang kekalahan yang kian dalam karena
olok-olok ‘’komkomci’’, dugaan tindak pidana terhadap seorang remaja tanggung,
tuduhan membabi-buta tanpa dasar, dan entah apa lagi yang akan mencuat hingga
Desember 2015 mendatang.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
BMR:
Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim:
Bolaang Mongondow Timur; Cabup:
Calon Bupati; Kapolres: Kepala
Kepolisian Resor; Pemkab: Pemerintah
Kabupaten; Cawabup: Calon Wakil
Bupati; Pemkot: Pemerintah Kota; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; Polres: Kepolisian Resor; SERIUS: Sehan Landjar-Rusdi Gumalangit;
dan SERU: Sehan Landjar-Rusdi
Gumalangit.