KEJARI Kotamobagu, tulis totabuan.co,
Selasa, 14 April 2015 (http://totabuan.co/2015/04/kejaksaan-kotamobagu-kembalikan-spdp-milik-mms-ke-polres/),
mengembalikan SPDP dugaan korupsi TPAPD dengan tersangka mantan Bupati, MMS, ke
Polres Bolmong. Musababnya, sejak P21 pada 13 Desember 2013 dan P21A pada 13
Desember 2014, Polres Bolmong tak kunjung melimpahkan berkas dan tersangkanya
ke Kejari Kotamobagu.
Tanpa sadar saya bertepuk tangan membaca
berita tersebut. Harus diakui, saya terkagum-kagum dengan cara kerja jajaran
kepolisian di Polres Bolmong di bawah kepemimpinan Kapolres AKBP Wiliam A Simanjuntak, SIK.
Kapolres sukses mewarnai jabatan yang diembannya sejak menjelang akhir 2014
lalu dengan memperpanjang rekor proses penyidikan kasus TPAPD Bolmong mendekati
catatan hilangnya Bang Toyip.
Insya Allah, dalam tempo yang tak lama lagi, kasus
TPAPD yang terkait dengan tersangka MMS akan melewati tiga puasa dan tiga
lebaran. Dan mudah-mudahan, bersama kepemimpinan Kapolres Simanjuntak, berkas
dan tersangka ini sukses melampaui empat puasa dan empat lebaran. Dengan
demikian, /tiga kali puasa/tiga kali lebaran/abang tak pulang pulang/sepucuk surat
tak datang/,
dipastikan kalah telak.
Pembaca, orang banyak harus yakin dan
optimis, bahwa AKBP Simanjuntak akan menunjukkan prestasi luar biasa sebagai
polisi yang berada di garda depan penegakan hukum, khususnya pemberantasan tindak
pidana korupsi, di Bolmong. Sebagai mantan Kasubdit Tipikor Polda Sulut,
kemampuniannya dalam menelisik tilep-menilep, hilang-menghilangkan,
elak-mengelak, dan tutup-menutupi sudah sekelas pendekar. Tentu saja dengan
operasi diam, termasuk ke kalangan media yang beberapa tahun terakhir ini juga
tampaknya suka pilih-pilih kasus dan tersangka dalam pemberitaannya.
Melihat rekam jejak Kapolres, saya optimis
banyak penyidikan kasus korupsi yang bakal memecahkan rekor di Bolmong.
Lagipula, usia SPDP tersangka MMS didugaan penyalahgunaan dana TPAPD baru
menginjak lebih—sedikit—dua tahun. Kalau ditambah dengan masa kepemimpinan
seorang Kapolres yang berkisar 2-3 tahun, masyarakat Bolmong patut berharap,
sepanjang tidak ada SP3, kasusnya bakal berumur panjang. Umur yang panjang,
terlebih dengan kesehatan dan rezeki yang lancar, adalah berkah yang harus
disyukuri.
Masyarakat Bolmong juga tidak perlu cerewet
atau berspekulasi lewat bisik-bisik, apalagi mempertanyakan prestasi AKPBP Simanjuntak
dalam pengungkapan tindak pidana korupsi. Seperti yang pernah saya tulis di blog ini, kita yakin saja, bahwa hanya
polisi berprestasi yang mampu memanjat jenjang karir dan mendapat promosi.
Kalau misalnya tidak ditemukan catatan signifikan kinerja Kapolres Bolmong
mengungkap kasus korupsi semasa menjabat Kasubdit Tipikor, mari kita salahkah
sistem adminsitrasi, komunikasi, dan pencatatan statistik di negeri ini, yang
memang selalu terlambat dibanding fakta yang sesungguhnya.
Saya, sebagai bagian dari masyarakat negeri
ini, percaya bahwa di Polri tidak ada jilat-menjilat, setor-menyetor, dan
suap-menyuap agar seseorang dipromosi menjadi Kapolres, misalnya. Ada penilaian
yang kompleks di internal kepolisian yang tidak perlu direcoki oleh orang luar.
Bahwa kemudian ada polisi jujur, berprestasi, dan disukai banyak orang karena
ketegasan dan kebijaksanaannya tetap saja di pangkat dan jabatan yang itu-itu
juga, persoalannya barangkali pada nasib belaka. Terhadap polisi yang seperti ini,
saran terbaik saya: banyak-banyaklah berdoa.
Kembali ke berkas dan pelimpahan tersangka
MMS, bahwa sebagai bagian dari masyarakat Bolmong saya prihatin terhadap
diambangkannya status tersangka seorang mantan Bupati, tentu tidak berpengaruh
apa-apa. Pertama, memangnya siapa
saya? Kedua, sebagai politikus
tangguh yang kini duduk di DPRD Sulut, ditambah pula berputra anggota DPR RI
yang terhormat, MMS lebih dari mampu melindungi diri sendiri. Dan ketiga, di banyak kasus, didudukkan
sebagai tersangka justru menguntungkan seorang politikus, karena dengan
demikian dia dapat menaikkan nilai tawar: di posisi yang dizalimi atau justru
sebagai penanda pencapaian prestasi politik.
Sebagaimana Kapolres Bolmong, Kajari Kotamobagu
juga patut diacungi jempol karena kinerja dan prestasinya yang tak kurang luar
biasa dalam menjerat para terduga tindak pidana korupsi. Pengembalian SPDP
tersangka MMS bukan sikap ‘’maraju’’ Kajari, tetapi ketegasan bahwa Kejari
Kotamobagu serius menjerat para pengemplang dan maling duit negara.Pembaca,
Anda jangan ragu dengan Kejari Kotamobagu. Keyakinan kita terhadap insititusi
ini harus sekokoh tersangka percobaan penculikan dan pemerkosaan, MM alias
Bute, yang melenggang lolos dari tangan Kejari Kotamobagu karena disiplin
tinggi dari Kajari dan jajarannya dalam mengawasi tahanan.
Kaburnya Bute dari penjagaan jaksa di depan
hidung umum, beberapa saat sebelum dia semestinya di dudukkan di depan hakim,
adalah prestasi yang pantas diacungi jempol. Kalau perkara dan tersangka
‘’kacang-kacang’’ saja bisa mudah melenggang dari tangan Kejari Kotamobagu,
apalagi kasus kakap dengan tersangka ‘’kelas berat’’. Contohnya adalah kasus
dugaan korupsi MRBM yang mulanya nyaring disuarakan jajaran Kejari Kotamobagu,
lalu mulai sayup-sayup, dan kini kelanjutannya entah sudah disimpan di lemari
mana di kantor kejaksaan.
Dengan fakta-fakta seperti itu, kita pantas
bangga, yakin, dan optimis sinergi Kapolres Bolmong dan Kajari Kotamobagu bakal
melahirkan rekor-rekor pengungkapan kasus—khususnya tindak pidana korupsi—yang
layak dicatat MURI. Mari kita dukungan dengan khimat dan saksama pencapaian
kinerja dua tokoh ini dan institusi penegakan hukum yang mereka pimpin, supaya
Bolmong tidak hanya tercatat di MURI karena bakar binarundak terbanyak, tetapi
juga di soal hilang atau terlamanya pengungkapan kasus korupsi.
Bukankah prestasi jenis tak biasa itu akan
dipercakapkan dan dikenang untuk jangka waktu yang lama?
Agar lebih afdol, ketika Kapolres Bolmong
dan Kajari Kotamobagu mengakhiri masa jabatannya, Amabom mesti menyelenggarakan
penganugerahan gelar (klaim dan katanya) adat, sebagai apresiasi atas prestasi
mereka. Dengan begitu, orang-orang yang nyinyir dan merasa diri waras dalam
perkara kepentingan publik dan penegakan hukum di Bolmong, boleh gigit jari dan
merana. Alangkah sedapnya bukan?***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
Amabom:
Aliansi Masyarakat Adat Bolmong; Bolmong: Bolaang Mongondow; Kajari: Kepala Kejaksaan Negeri; Kasubdit: DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; DPRD:
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Kepala Sub-Direktorat; Kejari: Kejaksaan Negeri; MMS:
Marlina Moha-Siahaan; MRBM: Mesjid
Raya Baitul Makmur; MURI: Museum
Rekor Indonesia; Polda: Kepolisian
Daerah; Polres: Kepolisian Sektor; Polri: Kepolisian Republik Indonesia; RI: Republik Indonesia; SP3: Surat Perintah Penghentian Penyidikan;
SPDP: Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan; Sulut: Sulawesi Utara; Tipkor: Tindak Pidana Korupsi; dan TPAPD: Tunjangan Penghasilan Aparat
Pemerintah Desa.