BERULANG kali saya menyimak berita 3
Komisioner Panwaslu Terganjal Izin Bupati yang diunggah situs Radar Bolmong (http://radarbolmongonline.com/2015/01/3-komisioner-panwaslu-terganjal-izin-bupati/),
Kamis, 15 Januari 2015. Berita ini menyebutkan, tiga komisioner Panwaslu
terpilih yang berstatus CPNS dan PNS, masing-masing satu dari Boltim dan dua
berasal dari Bolsel, hampir dipastikan tak akan dilantik.
Bupati Bolsel, Herson Mayulu, dan Sekda,
Tahlis Galang, tegas menyatakan tidak memberikan izin karena Pemkab sangat membutuhkan
tenaga mereka sebagai PNS. Saya mengapresiasi ketegasan Bupati dan Sekda ini,
terlebih mereka tidak tebang pilih. Alasan yang dikemukakan pun konsisten.
Sebaliknya, komisioner Panwaslu yang lolos
dari Boltim (di urutan teratas pula), mengutip Kepala BKD, Darwis Lasabuda, tidak
diizinkan karena karena dua alasan. Pertama,
yang bersangkutan masih berstatus CPNS yang sebentar lagi harus pengikuti pra
jabatan. Dan kedua, tenaganya sebagai
guru agama masih sangat dibutuhkan karena kabupaten ini kekurangan tenaga guru.
Darah saya langsung mendidih membaca
pernyataan itu. Adalah hak Pemkab Boltim, terutama Bupati Sehan Lanjar, untuk
mengizinkan atau tidak seorang CPNS atau PNS menduduki jabatan publik. Tetapi, kebijakan
itu selayaknya berlaku umum dan adil. Bukan karena alasan bodoh yang terkesan
dikais-kais sembarangan, yang semata dimaksudkan untuk menjegal prestasi
seseorang.
Saya tidak akan menutup-nutupi bahwa saya
mengenal dekat Ramadan Mamange, bahkan sejak dia duduk di PT. Dia adalah
aktivis IMM—mantan sekretaris organisasi ini di Sulut—yang dikenal santun dan
punya track record baik. Dia yang
bertahun-tahun bermukim dan bekerja sama dengan warga Buyat (dan menikah dengan
salah satu warganya), mengikuti ujian CPNS di Boltim tanpa backing atau hocus-pocus
dan lolos dengan nilai yang lebih dari memadai.
Di seleksi Panwaslu Boltim, sejauh yang
saya ikuti, dia benar-benar mengandalkan pengetahuan dan kompetensi yang
dimiliki. Tidak ada tokoh yang terang-terangnya mensponsori, bergerilya, dan
menyebar pengaruh agar Ramadan terpilih. Hasilnya, dia lolos sebagai komisioner
Panwaslu Boltim di urutan pertama.
Apa yang mengancam dari seorang Ramadan
Mamange hingga kemudian izin yang sebelumnya sudah dia kantongi dianulir? Rumor
yang berdatangan di telepon saya mengatakan, dia harus disingkirkan demi
meloloskan calon komisioner yang berada di urutan keempat, yang tak lain dan
bukan berstatus PNS di Pemkab Bolmong.
Terus-terang, sukar bagi saya memahami isi
kepala para elit di Pemkab Boltim yang menjegal Ramadan. Bukankah prestasinya,
yang bahkan masih berstatus CPNS, pantas membuat bangga Bupati dan jajarannya?
Yang paling sederhana, capaiannya menunjukkan Pemkab Boltim tidak salah pilih
CPNS-nya. Bupati pun boleh sesumbar, bahwa dia memiliki kader birokrat yang
berkualitas dan multi talenta. Yang
mampu menjadi anggota lembaga negara sekali pun berstatus CPNS. Dan—yang tak
kurang pentingnya—sebagai petahana di Pilkada 2015 ini, Bupati patut merasa
aman dan nyaman karena ada birokratnya yang duduk di Panwaslu.
Menukar Ramadan dengan PNS dari Pemkab
Bolmong justru menunjukkan Bupati Boltim sebenarnya tidak punya visi jelas
berkenaan dengan pengembangan pengetahuan dan kompetensi birokrat di
wilayahnya. Dia lebih mementingkan ‘’orang lain’’ ketimbang ‘’orang dalam rumah
sendiri’’—yang selama ini dengan gigih dia tuntut punya loyalitas sepenuh hati
terhadap Boltim. Lebih jauh lagi, Bupati bahkan menghianati semangat mendorong
para birokrat berprestasi setinggi-tinggi, sekreatif-kreatif, dan semaksimal
mungkin, yang selama ini dia kumandangkan di mana-mana.
Sebagai pribadi, dengan penuh hormat dan
sayang, saya ingin mengingatkan Bupati Boltim: Eyang, bukankah Anda selalu
dengan haru menceritakan bagaimana dengan susah-payah meniti karir politik dari
bawah, nyaris dengan dengkul dan siku sendiri? Tidakkah Anda melihat Ramadan
Mamange, seorang CPNS tanpa backing dan
bukan keluarga siapa-siapa, sedang menapaki jejak yang pernah Anda lalui?
Kepada Kepala BKD Boltim yang gagah
(lengkap dengan ancaman) berkilah perihal penganuliran izin yang sudah
dikantongi Ramadan, saya ingin mendebat dua alasan yang dia kemukakan. Pertama, pra jabatan hanya berlangsung
satu bulan. Ketika seorang CPNS mengikuti pra jabatan, dia harus meninggalkan
pekerjaan. Masuk kelas dari pagi hingga petang dan di malam hari begadang
menyelesaikan tugas. Dengan kata lain, sebulan penuh dia tak bakal menyentuh pekerjaan
rutinnya.
Pertayaannya: Apakah ada UU dan turunannya
yang berpotensi dilanggar kalau Ramadan yang CPNS dilantik sebagai komisioner
Panwaslu dan harus meninggalkan pekerjaannya selama satu bulan untuk pra
jabatan? Kepala BKD Boltim, bila besok-besok mau beralasan lagi, tolong cari
yang lebih cerdas dan menunjukkan bahwa Anda diangkat di jabatan yang kini
disandang bukan karena pintar menjilat bokong atasan, tetapi sebab memang punya
isi kepala dan kompeten.
Kedua, kekurangan tenaga guru (bukan hanya guru agama) tak hanya terjadi di
Boltim, melainkan di seluruh Indonesia. Kalau karena tenaga Ramadan yang lolos
CPNS di formasi guru agama masih dibutuhkan, bagaimana dengan seorang guru yang
sekarang duduk sebagai komisioner KPU Boltim? Mengapa di jajaran komisioner
Panwaslu Boltim yang masih aktif juga ada yang berstatus guru? Serta, bagaimana
pula dengan sejumlah guru yang kini duduk di jabatan struktural (bukan di Dinas
Pedidikan) di Pemkab Boltim?
Omongan elit birokrasi yang tak beda dengan
kentut memang menjengkelkan. Apalagi kalau yang dikatakan cuma membuktikan
fakta praktek standar ganda di Pemkab Boltim yang mengabaikan keadilan dan
perlakuan yang sama terhadap para birokratnya. Tetapi, saya kira rekam jejak
Kepala BKD Boltim sudah menunjukkan seperti apa reputasi dan integritasnya. Rekam
jejak itu pula yang membuat saya heran mengapa dia masih didudukkan sebagai
Kepala BKD.
Penjegalan terhadap Ramadan Mamange jelas
adalah tindakan yang sepenuhnya kesemena-menaan rezim yang tengah berkuasa. Apa
boleh buat, demikianlah kekuasaan, terlebih yang tidak terkontrol, merasa
paling benar, dan selalu mau menang sendiri.
Saya bersimpati dan berempati pada Ramadan.
Bila pada akhirnya dia tak dikukuhkan sebagai salah seorang komisioner Panwaslu
Boltim, saya cuma punya nasehat: Berlapang dadalah. Tapi, satu saat ketika Anda
punya kekuasaan, selalulah berpikir dan berlaku adillah. Setidaknya dengan
demikian tidur akan nyenyak dengan pikiran dan dada tak sesak.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
BKD: Badan Kepegawaian Daerah; Bolmong:
Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang
Mongondow Timur; CPNS: Calon Pegawai
Negeri Sipil; IMM: Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah; KPU: Komisi Pemilihan
Umum; Panwaslu: Panitia Pengawas
Pemilihan Umum; Pemkab: pemerintah
Kabupaten; PNS: Pegawai negeri Sipil;
PT: Perguruan Tinggi; dan Sekda: Sekretaris Daerah.