Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, September 29, 2011

Olalah…, Ini Dia Satu Lagi Peracau dari KK (Bagian II)

(Tanggapan untuk Artikel Mulia Ando Lobud, ST, Antara Ghibah dan Fitnah,
Harian Radar Totabuan, Rabu, 28 September 2011)

BUAL-BUAL pembuka usai. Mari kita ke menu utama, yang harus dimulai dengan pertanyaan: Dalam kapasitas apakah Om Ando menulis artikel itu?

Apakah dia sudah dilantik menggantikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Pemerintah Kota Kotamobagu (Pemkot KK), Agung Adati? Sudah pulakah ditunjuk sebagai juru bicara Djelantik Mokodompit dan keluarganya? Ataukah barangkali telah diangkat sebagai penasihat utama dengan tugas menyampaikan kebijakan Pemkot KK sekaligus sikap Walikota dan keluarganya?

Tiga pertanyaan itu terpaksa saya lontarkan karena Om Ando sungguh fasih menjabarkan kebijakan Pemkot KK (lebih fasih dari kebanyakan Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah/SKPD), yang diseminasinya menjadi tugas Walikota dan Kabag Humas. Termasuk piawai pula mengungkapkan hal-ihwal yang mestinya berada di ranah pribadi keluarga Djelantik Mokodompit.

Sembari menunggu perumusan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu, mari kita bahas poin demi poin yang disampaikan Om Ando dalam tulisannya (yang jumlahnya lebih dari lima buah, kecuali kalau logika matematika yang kami pelajari di fakultas teknik berbeda).

Satu: O, jadi tidak ada rencana penghapusan bentor? Yang ada adalah penataan? Saya kira kalau pernyataan ini benar, Yasti Mokoagow memang keliru besar. Tapi apakah dengan demikian dia serta-merta berubah jadi provokator? Jangan lebay, Om Ando. Jangan pula menegatifkan kata yang sebenarnya berarti netral. Provokasi tidak berarti sesuatu yang salah kalau diletakkan ke dalam konteks tertentu, semisal ‘’provokasi agar berpikir kritis’’ atau ‘’provokasi agar belajar dengan giat’’.

Pertanyaan lain, ‘’Apakah pula rencana penataan bentor itu sudah disosialisasikan oleh Walikota dan jajarannya? Seperti apa bentuknya?’’ Dan, bagaimana Om Ando bisa lebih tahu kebijakan ini dibanding (mungkin) bahkan Walikota sendiri?

Dua: Legalisasi minuman beralkohol (saya lebih suka menggunakan istilah ini ketimbang ‘’minuman keras’’ –lagipula apanya yang keras). Saya sepenuhnya berbeda dengan Yasti Mokoagow dalam isu ini. Memang yang benar adalah melakukan kontrol, bukan melarang secara membabi-buta. Tak ada perdebatan. Saya mendukung Walikota KK.

Tiga: Kasus CPNS KK 2009. Ah, ini kasus tuyul berketiak ular. Sudah tidak jelas makluknya, tak ketahuan pula juntrungannya. Tapi saya setuju dengan pernyataan bahwa masalanya sudah di ranah hukum. Maka mari kita dukung proses hukumnya, termasuk perlu diusut pula dugaan penyuapan terhadap Sekretaris Kota (Sekkot) dengan menggunaan uang yang konon berasal dari Yasti Mokoagow. Apa motifnya dan menggapa mesti ada (rencana) tindak penyuapan itu?

Namun, jangan lupakan pula janji Walikota Djelantik Mokodompit yang akan mempertaruhkan jabatannya berkaitan dengan masalah CPNS itu. Mana pemenuhan janji itu? Apa pula namanya orang yang tak bisa dipegang janjinya, kalau bukan pembohong, penipu, dan sejenisnya?

Empat: Rencana pembongkaran Mesjid Baitul Makmur. Alasan KK perlu Mesjid yang representatif, landmark, penyelamatan karena usianya yang sudah 30 tahun, jelas racauan tidak bertanggungjawab. Kalau ingin membangun sesuatu yang lebih representatif dan menjadi landmark, cari saja lokasi baru yang lebih luas dan multi fungsi: ya, tempat ibadah, ya taman, ya pusat pendidikan dan kebudayaan Islam. Akan halnya usianya yang sudah 30 tahun, jelas menunjukkan saat kuliah bahan dan struktur bangunan Om Ando pasti bolos. Atau Om Ando ingin menuduh dalam proses pembangunannya ada korupsi yang menggerogoti Mesjid Baitul Makmur hingga usia konstruksi tidak sebagaimana disain teknisnya?

Intinya, yang ingin saya katakan, kalau cuma urusan usia, mana yang lebih tua: gedung yang digunakan sebagai Kantor Walikota, rumah jabatan Walikota saat ini, atau gedung Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK, dibanding dengan Mesjid Baitul Makmur?

Mohon janganlah menganggap kebanyakan orang di KK terkebelakang, terutama mereka yang pernah mencicipi pendidikan teknik dan perencanaan kota, bahkan seperti saya yang pensilnya patah di tengah masa kuliah. Kami mungkin tak selesai sekolah, tapi bukan karena bodoh, apalagi pandir.

Lima: Pendirian Hypermart di atas lahan (yang akan menjadi bekas) Pasar Serasi. Di sini Om Ando benar-benar tidak terjaga kelurusan tulisannya. Menjadikan KK sebagai pusat perdagangan regional dengan mengumpulkan pusat dinamika ekonomi di satu titik jelas hanya direncanakan idiot yang tidak pantas lulus jurusan mana pun di fakultas teknik atau perencanaan wilayah dan ekonomi. Apalagi dikontekskan dengan Pasar Serasi yang posisinya telah dikepung infrastruktur transportasi yang hampir mustahil dikembangkan lagi.

Yang lebih rasional adalah menyebarkan titik-titik yang bakal menjadi pusat ekonomi baru ke wilayah lain KK yang masih lebih lapang. Misalnya membangun Hypermart di ruas jalan Amurang-Kotamobagu-Doloduo (AKD), katakanlah di areal ke arah Dumoga.

Manakah pula grand design KK, sebagaimana yang dituliskan oleh Om Ando? Saya ingatkan sekali lagi, ketiadaan grand design inilah yang sejak berbulan lalu saya persoalkan. Itu sebabnya DPR KK juga terheran-heran karena sama sekali tak tahu adanya rencana pembangunan pusat belanja modern menggantikan Pasar Serasi.

Enam: Tolong Om Ando cek apakah Yasti Mokoagow menyatakan Pasar Serasi memberikan kontribusi PAD ke KK sebesar Rp 7 milyar per tahun; atau (yang benar) PAD KK adalah Rp 7 milyar per tahun. Saya kira untuk urusan angka PAD Yasti pasti tidak salah. Yang keliru adalah kuping Om Ando.

Sama halnya dengan Rp 1,2 triliun ke KK yang tidak sebanding dengan pembangunan. Lho, kalau mayoritas dana APBD dan APBN yang mengucur ke KK  habis hanya untuk anggaran rutin, artinya kota ini tak punya masa depan  sebagai satu daerah otonom. Dengan kata lain, otoritas yang sedang memimpin KK (Walikota dan jajaran serta DPR) tak lebih dari mereka yang memanfaatkan kesempatan di kesempitan.

Tujuh: Dukungan Djelantik Mokodompit terhadap Yasti ke DPR RI. Apa yang Om Ando tahu berkaitan dengan masalah ini? Sebaiknya berhati-hatilah sebelum ada yang menempeleng dengan setumpuk bukti yang menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan Yasti Mokoagow benar adanya.

Delapan: Tanpa PAN Djelantik Mokodompit memang tidak akan pernah terpilih sebagai Walikota KK. Dan jangan bicara hasil survei. Om Ando, dalam perkara ini Anda tidak tahu apa-apa. Saya dan beberapa orang tahu persis apa yang terjadi.

Sembilan: Berkaitan dengan pendidikan putri Djelantik Mokodompit di Malaysia. Saya sependapat masalah ini adalah urusan pribadi yang tak boleh diumbar ke ruang publik, kecuali bila sekolahnya dibiayai dengan dana yang dikorupsi dari hak orang banyak. Tentu saja ini dugaan dan tuduhan serius yang harus dibuktikan oleh siapa pun yang menyoal.

Akan halnya kapan dia mulai menempuh pendidikan di luar negeri itu, perkara amat sangat sepele dibuktikan. Cukup tunjukkan tahun pertama kali dia mengantongi paspor dan record penggunaannya sebagai dokumen resmi warga Indonesia di luar negeri. Apakah Om Ando sudah melakukan pemeriksaan dengan saksama?

Sepuluh: Sanksi tetua, tokoh, dan para pemangku adat terhadap Yasti Mokoagow karena dianggap melanggar adat Mongondow. Ah, Om Ando, kita semua tahu pertemuan yang katanya adalah ‘’sidang dewan adat’’ itu kan sekadar lucu-lucuan. Menganggap serius sesuatu yang sekadar lelucon bisa-bisa jadi pelanggaran adat sungguhan.

Sebelas: Dugaan Yasti Mokoagow menerima dana dari tersangka kasus korupsi yang kini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saya harus mengingatkan Anda, Om Ando, periksa lagi kalimat-kalimat yang dituliskan di Antara Ghibah dan Fitnah. Anda jelas memfitnah. Yasti Mokoagow diduga menerima grativikasi, bukan melakukan korupsi APBN Proyek Perhubungan.

Akhirnya, dengan mencermati satu per satu 11 poin yang dituliskan itu, saya menyimpulkan: Om Ando memang harus minta maaf, berlindung dan mohon pertolongan dari Yang Maha Besar. Terlalu banyak yang lurus yang dibengkokkan. Pula, Om Ando lebih banyak cuma ber-ghibah dan akhirnya berujung fitnah.***

Olalah…, Ini Dia Satu Lagi Peracau dari KK (Bagian I)

(Tanggapan untuk Artikel Mulia Ando Lobud, ST, Antara Ghibah dan Fitnah,
Harian Radar Totabuan, Rabu, 28 September 2011)

MEMBELA yang keliru memang merepotkan. Apalagi kalau kekeliruan itu seterang matahari siang bolong. Yang terjadi adalah silat duga-duga, spekulasi, dan bahkan manipulasi; juga ghibah dan fitnah.

Tulisan Mulia Ando Lobud, ST di Harian Radar Totabuan, Rabu, 28 September 2011 (Antara Ghibah dan Fitnah) mencerminkan susah-payahnya membenar-benarkan sesuatu yang salah. Memang ada bengkok yang lurus, tetapi sisanya malah patah dan malimbuku.

Pembaca, sebelum mulai buka jurus, kembangannya, dan pukulan, saya harus membuat pengakuan ini: Mulia Ando Lobud, ST adalah Paman saya (dengan ‘’P’’) dari garis Ibu. Dia adalah salah seorang putra dari saudara kandung Nenek saya almarhumah. Jadi, dalam hubungan sosial dan budaya Mongondow, saya harus menyapa yang bersangkutan –tentu harus penuh hormat-- dengan sebutan ‘’Om Ando’’.

Tapi berkata (dan menulis) yang benar harus dilakukan (termasuk pada Om Ando), sekali pun pahit akibatnya. Maka biarkan saya menyampaikan pendapat terhadap racauannya di tulisan itu.

Duga-Duga Berujung Fitnah

Sudah menjadi pengetahuan umum Om Ando saya tercinta ini adalah pembela Walikota Kota Kotamobagu, Djelantik Mokodompit, baik dalam posisinya sebagai pejabat publik maupun pribadi. Sudah pula menjadi pemahfuman orang banyak bahwa saya adalah tukang kritik paling gigih terhadap Djelantik Mokodompit, khususnya dalam posisinya sebagai Walikota. Sebagai pribadi, saya tidak punya masalah.

Karena sudah jadi pengetahuan umum, sekalian saya umumkan juga: Dalam konteks perseteruan Yasti Mokoagow-Walikota KK berkenaan dengan isu Pasar Serasi, saya sepenuhnya akan membela Yasti. Di luar konteks itu, Yasti Mokoagow sangat mampu dan kompeten membela dirinya sendiri.

Baiklah, mari kita bahas urusan tulisan Om Ando. Tulisan itu dimulai dengan duga-duga bahwa penulisanya adalah orang yang energinya selama ini dihabiskan untuk mengkritisi Walikota KK. Setelah saya cek bolak-balik, eh, ternyata yang tiada henti mengkritisi sebagaimana yang digambarkan hanya saya seorang. Apakah itu artinya Om Ando ingin mengatakan sayalah yang menuliskan Katakan yang Benar Walau pun Pahit (yang dimuat diberbagai media cetak terbitan Sulut, Senin, 26 September 2011) atas nama Yasti Mokoagow?

Mengapa repot-repot menyindir-nyindir dengan dengan dugaan? Kenapa tidak disebutkan nama sekalian. Duga-duga seolah-olah ini urusan intelejen kelas wahid yang top secret, justru jadi berujung fitnah. Yang tertulis saja Om Ando tak bisa jaga kelurusannya, bagaimana dengan yang lisan?

Yang benar adalah bukan saya yang menulis artikel atas nama Yasti Mokoagow. Dan itu amat saya sesali. Andai saya yang menuliskan, kadar pedas dan sakitnya bisa 10 kali lipat. Sasaran yang dituju bukan hanya sembelit, tapi merasa bak diterjang chikungunya: Seluruh persendian lotoi, tidur tak nyaman, makan tak enak, kepala sakit, mual menyerang, dan demam menggoyang.

Jadi, Om Ando, tolong jagalah tulisan Anda (sebagaimana Anda mengingatkan orang lain untuk menjaga lisannya). Sebut saja siapa ‘’si tersangka’’ yang patut diduga menjadi penulis di balik tulisannya Yasti (yang di beberapa bagian berserak salah ketik dan penempatan koma serta titik –tentu tidak separah kesalahan di tulisan atas nama Om Ando). Saya menjamin tidak ada gugatan pencemaran nama baik atau sejenisnya. Kalau ada, saya akan turut membela Om Ando habis-habisan. Tulisan toh selayaknya dibalas dengan tulisan; sama sebagaimana kata-kata galibnya juga dibalas dengan kata-kata.

Dengan menunjukkan siapa yang patut diduga sebagai penulis di belakang Yasti, Om Ando juga terjaga kredibilitasnya. Cuma jangan sembarangan menuduh, salah-salah urusannya tak hanya malu tapi berakhir pidana dan perdata. Sebagai kemanakan saya risih bila orang mengatakan, ‘’Ah, ngana pe Om kua’ cuma mengarang-ngarang. Kurang itu yang dia boleh bekeng.’’ Bukankah malu Om Ando adalah malu kita sekeluarga juga.

Dalil Agama yang Mana?

Di awal tulisan Antara Ghibah dan Fitnah, Om Ando juga menyitir bahwa tulisan Yasti menggunakan pembenaran dengan dalil agama, berkaitan dengan ‘’praktek ibadah Ubudiyah dan ibadah syar'ih’’ (saya memperpendek kutipan dari tulisan aslinya, tapi pengertiannya kurang-lebih demikian). Dari mana Om Ando menarik simpulan yang justru menunjukkan ketidak-pahamannya terhadap riwayat ‘’katakan yang benar walau pahit’’ itu?

Begini, izinkan kemanakan yang tidak pintar agama ini memberi sedikit tausiah. Secara filosofis dan praktis kalimat yang dijadikan judul tulisan Yasti Mokoagow itu berakar jauh di masa sebelum Islam, tepatnya di zaman Yunani Kuno.

Alkisah, sebagaimana yang dituliskan sejarah, Socrates (470-399 SM) adalah ahli filsafat yang meletakkan dasar epistemologi dan etika, juga guru dari pemikir besar Plato, serta kakek guru dari pemikir yang sama besarnya, Aristoteles. Karena pikiran dan kata-katanya, Socrates yang dianggap menjadi racun bagi masyarakat, akhirnya diadili dan dihukum minum racun. Hukuman ini, yang seharusnya dapat dengan mudah dielakkan (tapi Socrates menolak melakukan pembelaan diri) dia jalani di usia 70 tahun.

Socrates yang diakui sebagai Bapak Para Filsuf bersedia mati karena menyakini: katakan (dan lakukan) yang benar, walau pahit akibatnya.

Lalu datangnya zaman Islam, berabad-abad setelah Yunani Kuno. Kalimat yang dijadikan judul tulisan Yasti Mokoagow itu bukan hanya kata-kata dari Sahabat Nabi, melainkan pesan Rasulullah yang disampaikan pada Abu Dzar Al Ghifari (nama aslinya adalah Jundub bin Junadah bin Sakan), agar mencintai orang miskin dan lemah, serta mengatakan yang benar meski pun pahit (akibatnya).

Untuk memperjelas duduk-soal Abu Dzar Al Ghifari dan Sabda Rasullah itu, saya sarankan kunjungilah rujukan yang lumayan ‘’pop’’, masing-masing http://mta-online.com/v2/2010/01/09/katakan-yang-benar-meskipun-pahit/ dan http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dzar_Al-Ghifari. Singkatnya, apa yang Om Ando tuliskan berkaitan dengan kalimat ‘’katakan yang benar walau pahit’’, dari riwayatnya dalam pemahaman Islam, keliru se-keliru-kelirunya.

Sebagai tambahan, setelah memeluk Islam, Abu Dzar Al Ghifari dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa serta sosok pelurus penguasa. Begitu kukuhnya dia bersikap hingga Ali bin Abi Thalib konon pernah berkata: ‘’Saat ini tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abu Dzar, yang tidak takut kepada semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali.’’***(Bersambung ke Bagian II)

Sunday, September 25, 2011

Boleh Pesan 15 Sanksi Adat? (Bagian II)

KEMBALI pada substansi utama: Apakah Yasti Mokoagow perlu dan layak disidang secara adat? Jawaban saya tegas. Ya, bila dia memang melanggar sistem dan nilai yang secara sosial dan budaya disepakati di Mongondow. Apakah derajat kesalahannya lebih besar atau lebih kecil dari, misalnya, kebanyakan pilot bentor yang gemar membombardir keyamanan kita dengan musik bagai gemuruh jet tempur di seantero jalan di KK, mari disidang dengan tata cara yang benar dan seadil-adilnya.

Apakah pula derajat kesalahannya secara sosial dan budaya lebih kecil dari Djelantik Mokodompit yang terbukti kerap berdusta (sekali lagi dan lagi, kasus calon pegawai negeri sipil –CPNS—KK adalah contoh yang tak perlu diperdebatkan lagi)?

Saya haqul yakin bahwa belum ada satu pun laporan yang diterima para pemangku adat berkaitan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan Yasti Mokoagow. Sama halnya dengan saya meyakini bahwa para pemangku adat (terutama Kepala Desa dan Lurah, termasuk Walikota) sudah sering menerima keluhan gangguan musik diskotik ala bentor. Pernahkah ada sidang adat untuk pilot bentor yang mengganggu keyamanan umum itu?

Sama halnya, apakah pula pernah ada sidang oleh para pemangku adat untuk Djelantik Mokodompit, padahal yang menjadi korban dari kasus CPNS adalah warga KK yang semestinya turut dilindungi oleh sistem dan nilai yang disepakati bersama oleh orang Mongondow.

Adat Mongondow yang luhur sangat menjaga tenggang rasa dan keharmonisan. Yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan dua aspek ini, silahkan keluar dari kampung. Kalau adat ini ditegakkan, minimal kita bisa mendisiplinkan para pilot bentor yang kian hari perilakunya kian sukar dikontrol. Dan, tentu saja, membuat Ki Sinungkudan yang sekarang ini ber-dodandian- dengan warga KK tidak menggunakan tungkud-nya sesuka hati. Sebab, Kota Kotamobagu na’a in budel bi’ i nanton komintan, de’eman tonga’ budel in guranga i Walikota.

Alhasil, hukuman yang diputuskan lewat sidang adat itu terhadap Yasti Mokoagow (yaitu permintaan maaf kepada Walikota KK di media selama tujuh hari berturut, membayar denda sebesar Rp 1 miliar, atau diusir dari KK), menurut hemat saya pantas dicatat sebagai joke of the year di KK. Jenius benar para tetua, tokoh, dan pemangku adat mencairkan suhu sosial dan politik di KK dengan lelucon kualitas tinggi seperti sanksi yang mereka putuskan.

15 Sanksi Adat

Bila sidang adat dan sanksi yang dijatuhkan kepada Yasti Mokoagow tetap dianggap serius dan sungguh-sungguh dilaksanakan (apalagi putusan sidang para tetua, tokoh, dan pemangku adat itu sudah diserahkan ke DPR KK; dan bahkan sudah ada anggota DPR yang buru-buru meng-amin-kan keabsahannya –aneh benar, darimana orang itu belajar tentang adat-istiadat Mongondow?), sebagai warga biasa saya juga 100 persen setuju saja. Namun, mengingat adat harus berlaku sama, dengan ini saya memesan 15 sanksi adat kepada para tetua, tokoh, dan pemangku adat di KK, di luar satu paket sanksi yang sudah dijatuhkan pada 19 September 2011 lalu.

Satu: Sanksi tambahan untuk Yasti Mokoagow karena telah menghina hewan tak bersalah, anjing. Di pidatonya Yasti Mokoagow telah menyeret-nyeret anjing yang tidak tahu duduk-perkara ke dalam isu Pasar Serasi, serta menyamakan cecunguk tukang jilat Walikota dengan anjing. Padahal, anjing jelas lebih terhormat dari cecunguk.

Dua: Sanksi untuk Djelantik Mokodompit sebagai pribadi maupun Walikota karena selama ini kata-katanya tak bisa lagi dipegang. Buktinya, salah satu adalah kasus CPNS KK. Bukti lain adalah isu Pasar Serasi.

Tiga: Sanksi untuk Djelantik Mokodompit sebagai Walikota karena menyengsarakan pedagang Pasar Serasi akibat kebijakannya yang tidak lagi sejalan dengan dodandian.

Empat: Sanksi untuk Razky Mokodompit, terutama sebagai anak kandung Djelantik Mokodompit, juga sebagai anggota DPR Sulut dari Bolmong (di mana KK menjadi bagiannya) maupun sebagai pribadi, karena membawa aib orang Mongondow ke publik lebih luas dengan apa yang dilakukannya pada Sidang Paripurna Istimewa Hari Ulang Tahun (HUT) Sulut ke-47, 23 September 2011.

Lima: Sanksi untuk Razky Mokodompit, baik sebagai anggota DPR Sulut dari Bolmong maupun sebagai pribadi, karena tidak berlaku sebagaimana tuan rumah dalam adab, adat, dan istiadat Mongondow sebagaimana yang dilakukannya pada Sidang Paripurna Istimewa Hari Ulang Tahun (HUT) Sulut ke-47, 23 September 2011.

Enam: Sanksi untuk Razky Mokodompit, baik sebagai anggota DPR Sulut dari Bolmong maupun sebagai pribadi, karena mempertontonkan kebodohannya pada Sidang Paripurna Istimewa Hari Ulang Tahun (HUT) Sulut ke-47, 23 September 2011, yang mengakibatkan seluruh orang Mongondow turut menanggung malu.

Tujuh: Satu paket sanksi untuk para pilot bentor yang memutar lagu sekeras musik diskotik di seantero jalan di KK.

Delapan: Satu paket sanksi untuk mereka yang membuang sampah sembarangan, karena kotor selain tidak sesuai dengan perintah agama, juga tidak sejalan dengan adat orang Mongondow.

Sembilan: Sanksi untuk tetua, tokoh dan para pemangku adat yang melaksanakan sidang adat tidak sesuai dengan sistem sosial dan budaya yang disepakati turun-temurun oleh orang Mongondow.

Sepuluh: Sanksi untuk tetua, tokoh dan para pemangku adat yang tidak lagi menjadi penjaga dan penegak nilai-nilai luhur, tetapi telah berubah menjadi pemilik dan penafsir mutlak. Perilaku ini tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang diwariskan, dipelihara, dan dianut orang Mongondow.

Sebelas: Sanksi untuk saya karena menulis tulisan ini. Alasannya tulisan ini beroptensi merendahkan sidang adat yang dilaksanakan para tetua, tokoh dan pemangku adat pada 19 September 2011, serta putusan sanksi terhadap Yasti Mokoagow.

Dua Belas: Sanksi untuk siapa saja yang membaca tulisan ini, terutama mereka yang bersetuju dengan isinya. Karena yang membaca dan bersetuju berpotensi turut serta merendahkan sidang adat yang dilaksanakan para tetua, tokoh dan pemangku adat pada 19 September 2011, serta putusan sanksi terhadap Yasti Mokoagow.

Tiga sanksi yang tersisa tolong disiapkan sebagai cadangan demi menghemat pikiran, tenaga, dan waktu para tetua, tokoh dan pemangku adat, karena saya yakin dalam waktu dekat semakin banyak kejadian yang melibatkan mereka yang pantas diberi sanksi adat.

Wahai para arif-bijaksana penjaga sistem dan nilai-nilai luhur Mongondow, apa yang saya sampaikan ini tidaklah main-main. Saya takut (demikian pula orang Mongondow yang lain) pada odi-odi: Dumarag na’ kolawag, rumondi na’ buing, motatom na’ simuton, tumonop na’ lanag.***