Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Monday, October 5, 2015

‘’Komkomci, Tampeleng, Kong Bekeng Kabur Aer’’

BUPATI Sehan Landjar diduga menempeleng seorang seorang remaja tanggung, warga Bangunan Wuwuk, Kecamatan Modayag, Boltim, Rabu malam (30 September 2015). Tak lama setelah mendapatkan info ini, saya yang sedang berada di luar Jakarta, menerima tautan situs zonabmr.com, Lagi, Sehan Landjar Dipolisikan, Kali ini Diduga Tampar Bocah (http://www.zonabmr.com/read/319213/lagi-sehan-landjar-dipolisikan-kali-ini-diduga-tampar-bocah.html).

Belum sempat mencerna informasi yang serba samar itu, lewat tengah malam atau Kamis menjelang dinihari, 1 Oktober 2015, saya menerima tautan baru dari situs yang sama, Eyang: ‘’Apa Ngana Pe Maksud Tu Komkomci?’’ (http://www.zonabmr.com/read/319433/eyang-apa-ngana-pe-maksud-tu-komkomci.html). O, tampaknya perkara tempeleng itu berkaitan dengan ‘’komkomci’’ yang memang belakangan menjadi salah satu isu panas berkenaan dengan Pilkada dan kandidat Cabup-Cawabup Boltim 2016-2021.

Dengan berupaya sangat netral, jeli, dan hati-hati, saya mencoba memahami duduk-soal dua pemberitaan berturut itu. Di berita pertama diungkapkan bahwa ada seseorang bernama Noval Sumendap yang ditampar oleh Eyang. Di berita kedua, Eyang menjelaskan bahwa memang ada peristiwa yang melibatkan dia di daerah Bangunan Wuwuk, akibat sapaan yang dibalas dengan perkataan ‘’komkomci’’ oleh orang yang kebetulan dia kenal, Weli Rompas (di media lain ditulis Welly Rompas).

Tetapi, dengan tegas Eyang membantah melakukan pemukulan. Artinya, walau berita pertama dan kedua yang diunggah zonabmr.com  memang berhubungan, tidak ada insiden yang terjadi. Sebab, Eyang hanya turun dari mobilnya karena perkataan ‘’komkomci’’ dan menghampiri kendaraan berisi Weli Rompas dan istrinya dari sisi kiri. Situs berita ini mengutip, ‘’Kita turun nda bapegang pa dia pe oto. Dia di stir, kita ada di sei pa depe bini, di sebela kiri, di pintu kiri. Kong ada polisi ada samua sekitar 20 orang stow di situ.”

Bantahan yang disampaikan Eyang itu juga dikutip Radar Bolmong, Jumat, 2 Oktober 2015, Bupati Boltim Dipolisikan (http://radarbolmongonline.com/2015/10/bupati-boltim-di-polisikan/). Serial bantahan ini terus berlanjut di zonabmr.com, Jumat, 2 Oktober 2015, Merasa Dicemarkan Nama Baik, Tim SERU Lapor Welly Cs (http://www.zonabmr.com/read/325004/merasa-dicemarkan-nama-baik-tim-seru-lapor-welly-cs.html) serta totabuan.co, Bupati Boltim Melapor di Polres (http://totabuan.co/2015/10/bupati-boltim-melapor-di-polres/).

Sebagai peristiwa dan fakta, isu Eyang menempeleng Noval Sumendap sudah bergulir ke wilayah hukum karena kedua belah pihak sama-sama melapor ke Polres Bolmong. Orang banyak tentu menunggu apa kata ‘’hukum’’ lewat penyelidikan dan penyidikan polisi. Walau, saya pribadi hampir skeptis dengan Polres Bolmong dalam urusan kasus atau dugaan tindak pidana yang melibatkan pejabat publik, politisi, atau tokoh di daerah ini.  Sepengetahuan saya, sebagaimana yang diberitakan media massa (lokal) beberapa waktu lalu, Polres Bolmong biasanya hanya sangat gesit tatkala menangani pinjam-pakai kendaraan dari Pemkot dan Pemkab di BMR untuk ‘’operasional’’ beberapa petingginya.

Tentu saya tak berani asal tulis. Pemberitaan manadoexpress.co, Senin, 30 Maret 2015, Empat Bulan Menjabat, Kapolres Bolmong 'Koleksi' Mobil Mewah (http://manadoexpress.co/berita-6603-empat-bulan-menjabat-kapolres-bolmong-koleksi-mobil-mewah.html), menjadi salah satu buktinya. Terlebih pemberitaan ini sama sekali tak pernah dikoreksi atau dibantah oleh Polres maupun Kapolres Bolmong.

Kembali ke isu penempelengan yang sudah dengan tegas dibantah oleh Eyang. Pertama, media umumnya menulis—juga berdasar kutipan langsung—bahwa isu ini dimulai karena ada perkataan ‘’komkomci’’ yang dilontarkan, yang membuat Eyang tersinggung. Pertanyaan saya: Apa tafsir Eyang terhadap  ‘’komkomci’’? Mengapa kata ini jadi mengundang ketersinggungan, padahal pengertian dan penggunaannya di BMR justru berkonotasi lucu dan menggemaskan?

Kalau ‘’komkomci’’ kemudian berubah makna (yang sebanarnya lumrah di jagad bahasa), khususnya berkaitan dengan Bupati Boltim sebagai pejabat publik atau Eyang dalam posisi pribadi, lalu kata ini menimbulkan ketersinggungan, artinya dia memang berkonotasi negatif hingga menjadi penghinaan? Kalau memang demikian, buat apa Eyang repot-repot turun dari mobil untuk menegur Weli (atau Welly) Rompas?

Sebagai Bupati, apa sulitnya dia melaporkan ‘’peng-komkomci’’ itu ke polisi karena penghinaan, perbuatan tidak menyenangkan, atau sejenisnya. Turun dari kendaraan, kemudian ‘’melabrak’’ orang yang mengucapkan ‘’komkomci’’ karena tersinggung, jauh dari menunjukkan kualitas bijaksana, cerdas, dan terkontrol dari seorang Bupati. Sebagai sahabat dekat Eyang, saya sedih dan menyesalkan karena aksinya itu lebih tepat dilakukan kriminil yang tertangkap basah dan malu, ketimbang seorang pejabat publik yang berharga diri dan berada di jalur yang benar dari aspek perilaku pribadi.

Kedua, remaja tanggung yang mengaku ditempeleng Eyang, Noval Sumendap, melaporkan dugaan terjadi tindak pidana terhadap dia ke Polres Bolmong. Sebaliknya, Eyang juga malaporkan namanya dicemarkan; bahkan juga meminta polisi mengusut dalang di balik pengakuan sang korban.

Sejujurnya, agak tak masuk akal jika Noval, warga Boltim yang—hingga peristiwa itu terjadi—masih dipimpin oleh Eyang, melaporkan Bupatinya sendiri (sosok yang punya pengaruh dan pendukung kuat) tanpa berdasar fakta sangat kokoh. Jika pengakuan bahwa dia ditempeleng oleh Eyang sekadar karang-karangan dan fitnah, saya harus mengatakan: dia tak beda dengan kerbau yang sangat tidak berotak, terganggu jiwa tingkat tinggi seperti Jenderal ‘’Zakaria Pota atawa Arudji Paputungan’’ Soedirman, atau—barangkali—memiliki urat kawat dan otot besi yang ampuh menahan serangan balik Bupati dan pendukunnya.

Sungguh terlalu jika ada warga Boltim yang silap mengenali Eyang, yang sebagaimana klaimnya, ‘’… hele gonone deng lalar kanal pa kita.’’ (zonabmr.com, Rabu, 23 September 2015, Tak Perlu Pasang Baliho, Eyang: “Biar lalar deng gonone kanal pa kita”, http://www.zonabmr.com/read/299173/tak-perlu-pasang-baliho-eyang-biar-lalar-deng-gonone-kanal-pa-kita.html).

Itu sebabnya, saya lebih percaya bahwa Noval memang ditempeleng oleh Eyang, yang sudah naik darah dan memerlukan penyaluran emosinya. Hanya, dia boleh dibilang sekadar korban yang berada di tempat yang salah, di waktu yang salah, dan situasi yang salah.

Namun, siapa yang benar dan pendusta di antara kedua pihak yang kini berseberangan itu, kita tunggu dengan saksama sembari berharap: Polres Bolmong terlebih dahulu menyelidiki dan menyidik laporan Noval sebagai terduga korban; ketimbang Eyang sebagai terduga pelaku dan pelapor pencemaran nama baik. Sekali lagi, saya kuatir karena dalam kasus-kasus yang melibatkan ‘’orang kuat’’ di wilayah Mongondow, Polres Bolmong sudah berulang kali terbukti gampang ‘’masuk angin’’ dan lebih memihak yang punya kuasa dan uang.

Dan ketiga, baik Eyang maupun Tim SERU—tampaknya ini singkatan terakhir, setelah SERIUS, untuk pasangan Sehan Landjar-Rusdi Gumalangit—, eksplisit menuduh ada dalang di balik laporan Noval ke Polres Bolmong (zonabmr.com, Jumat, 2 Oktober 2015, Merasa Dicemarkan Nama Baik, Tim SERU Lapor Welly Cs, http://www.zonabmr.com/read/325004/merasa-dicemarkan-nama-baik-tim-seru-lapor-welly-cs.html dan Sabtu, 3 Oktober 2015, Lantaran ‘’Komkomci’’, Bupati dan Warganya Saling Lapor (http://www.zonabmr.com/read/325315/lantaran-komkomci-bupati-dan-warganya-saling-lapor-polisi.html). Tuduhan ini sekadar spekulasi ala teori konspirasi atau fakta dengan bukti-bukti tak terbantahkan? Alangkah luar biasanya—jika sosoknya memang ada—sang terduga dalang yang mampu mengatur rangkaian peristiwa yang melibatkan Eyang, Weli (atau Welly), Noval, dan serombongan orang di Bangunan Wuwuk, yang tampaknya adalah insiden emosional, sebagai bagian dari rencana rapi jali merusak nama seorang Bupati yang juga petahana Pilkada Boltim 2015.

Sadarkah Eyang dan Ketua Tim Pemenangan SERU, Yusra Alhabsyi, jika tuduhan itu ternyata pepesan kosong, cuma mo kase kabur aer, konsekuensinya bisa beraneka rupa: mulai dari sinisme paranoid orang panik hingga konfirmasi pada warga Boltim bahwa Bupati yang mereka puja dan banggakan lima tahun terakhir ini ternyata hanya berintegritas kacangan.

Menghadapi isu tempeleng ini, Eyang memang harus merapatkan barisan, mengumpulkan bukti-bukti, serta membuktikan validitas bantahan dan tuduhannya. Bila tidak, bukan tak mungkin dia dan tim pemenangannya hanya memperlebar jurang kekalahan yang kian dalam karena olok-olok ‘’komkomci’’, dugaan tindak pidana terhadap seorang remaja tanggung, tuduhan membabi-buta tanpa dasar, dan entah apa lagi yang akan mencuat hingga Desember 2015 mendatang.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Cabup: Calon Bupati; Kapolres: Kepala Kepolisian Resor; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Cawabup: Calon Wakil Bupati; Pemkot: Pemerintah Kota; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; Polres: Kepolisian Resor; SERIUS: Sehan Landjar-Rusdi Gumalangit; dan SERU: Sehan Landjar-Rusdi Gumalangit.